Nasional

Penggunaan Energi Baru Terbarukan Rendah, GMKI Minta Komitmen Serius Pemerintah

Oleh : Mancik - Senin, 19/04/2021 10:42 WIB

Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia(PP GMKI) , Jefri Gultom.(Foto:Istimewa)

Jakarta, INDONEWS.ID - Masa depan penggunaan energi baru terbarukan di Indonesia masih menjadi tanda tanya. Hal ini terlihat dari realisasi pemanfaatan energi terbarukan pada tahun 2021 yang baru mencapai 11.2 % dari target pemerintah 23% pada tahun 2025.

Dalam diskusi dengan tema,“Masa Depan Energi Indonesia, Transisi Menuju Energi Bersih” Sabtu, (17/04), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), menyoroti rendahnya komitmen pemerintah dalam merealisasikan cita-cita penggunaan energi bersih melalui pemanfaatan energi baru terbarukan di Indonesia.

Padahal kampanye mengurangi emisi CO2 pada sektor energi telah diatur dalam UU No 16 tahun 2016 sesuai dengan visi Paris Agreement.

Menurut Ketua Umum PP GMKI Jefri Gultom, pemerintah saat ini belum terlalu serius dalam melakukan transisi dari penggunaan energi fosil batubara menuju pemanfaatan energi baru terbarukan yang sangat ramah dengan lingkungan hidup. Hal ini dapat dibaca dari penggunaan batubara yang terus meningkat setiap tahun.

Pemerintah juga dinilai mengabaikan Paris Agreement yang mendorong penggunaan energi baru terbarukan yang telah disepakati oleh 194 negara, dan telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2016 yang lalu.

"Ini menandakan bahwa pemerintah Indonesia belum menunjukkan komitmennya mengenai penggunakan energi bersih terbarukan" ujar Jefri Gultom

Ada berbagai macam kendala dalam penggunaan energi baru terbarukan sebagai transisi menuju energi bersih. Menurut Jefri, beberapa kementerian tidak saling bersinergi dalam pengembangan energi terbarukan (ET). Selain itu, daya tarik investasi proyek ET rendah karena perbankan tidak mendukung permodalan proyek EBT.

PP GMKI juga menyoroti proyek PLTU 35.000 Megawatt yang bermasalah yakni konsumsi listrik yang stagnan. Menurut Kajian IESR dan Monash University Australia tahun 2019, terdapat surplus kapasitas listrik sebesar 13.000 Megawatt.
Persoalan ini membuat PLN akan kewalahan menjual listrik yang dibeli mahal dari pihak swasta. Oleh karena itu, Jefri Gultom menyampaikan, Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang dibuat pemerintah selalu berubah dan tidak ada perencanaan yang tetap sebagai acuan.

Untuk mendorong akselerasi energi baru terbarukan dalam memenuhi target 23% tahun 2025, PP GMKI mendorong pemerintah untuk menerbitkan Perpres EBT untuk mengatur kemudahan berinvestasi proyek EBT di Indonesia khususnya investor lokal.

PP GMKI juga mendorong Pemerintah membangun akses energi di daerah serta melibatkan Desa dalam pengembangan potensi energi terbarukan. Kementerian Dalam Negeri perlu mendorong kepala desa agar mewujudkan energi bersih di desa serta mempermudah izin kepada Investor.

Kementerian ESDM mengajak kepala desa untuk memetakan potensi EBT serta membuat modul dan pelatihan teknis dalam menggarap EBT. Kementerian PDTT mengarahkan agar anggaran desa tidak hanya fokus pada infrastruktur jalan tetapi ada fokus pengembangan EBT.

Kementerian Lingkungan bersinergi dengan kepala desa untuk menghitung efektivitas EBT serta mencari solusi alternatif seperti energi biomassa dari kotoran hewan dalam mengurangi Gas Rumah Kaca.

PP GMKI meminta pemerintah untuk mewujudkan energi masa depan yakni baterai dari nikel sulfat dan kobalt sulfat. PP GMKI berharap pemerintah tidak bergantung pada investasi atau penanaman modal asing.

"Sumber daya alam kita melimpah, Indonesia harus berdaulat dalam energi" tutup Jefri Gultom.*

 

Artikel Terkait