Penulis : Noryamin Aini (Pengajar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)
Suatu saat, dan ini fakta, seorang guru berujar, menurutnya, bahwa dia pernah mengajar seorang pesohor. Faktanya, menurut sang pesohor, si guru tersebut tidak pernah mengajarnya.
Sang guru nampaknya berharap muncul pengakuan terhadap jasanya, walaupun dia salah sasaran, dan mungkin salah niat karena jasanya ingin diakui, dihargai dan dipuji.
Sahabatku yang mulia! Apakah kamu pernah jengkel, bahkan marah, karena merasa tidak dihargai, tidak dipuji? kebaikanmu tidak diakui? Jika ya, kejengkelan itu cukup manusiawi. Tetapi, petuah berikut, mungkin, dapat meredam kejengkelan tersebut.
"*Harga hakiki bukan nominal bandrol yang disematkan oleh penjualnya (kata anak milenial GR, klaim sepihak). Tetapi, ia adalah penghargaan-pujian di mata orang yang mengaguminya"*.
Maka, jangan pernah kamu mempertaruhkan kejengkelan, kesedihanmu, apalagi kebencianmu, hanya karena merasa tidak dihargai. *Hargamu (kemartabatan) adalah akumulasi (penjumlahan) kebaikan dalam hidupmu*.
Sahabat! sungguh teramat melelahkan untuk mengejar penghargaan-pujian manusia. Biarlah kita hidup bahagia dengan penghargaan diri sendiri.
Kalau kita bisa merasa bahagia dengan diri kita sendiri, lalu, KENAPA kita harus menunggu penghargaan-pujian orang lain untuk kita merasakan kebahagiaan?
Bahagia itu pilihan. Maka jangan lupa untuk berbahagia.
Selamat sambil menunggu buka puasa hari Kamis-Yaumul Baidh
Pamulang, 13 Dzul Qa'idah 1442 H