Opini

Menumbuhkan Kesadaran Tata Pemerintahan yang Baik

Oleh : Mancik - Rabu, 14/07/2021 16:27 WIB

Dosen IPDN, Profesor Dr. Dahyar Daraba.(Foto:Ist)

Oleh : Dahyar Daraba

Jakarta, INDONEWS.ID - Pemerintah dibentuk dengan maksud untuk membangun peradaban dan untuk menjaga suatu sistem ketertiban sehingga masyarakat bisa menjalani kehidupan secara wajar. Dalam perkembangannya, pemerintah telah mengalami transformasi paradigma yang kesemuanya dimaksudkan untuk membangun peradaban suatu bangsa.

Transformasi paradigma pemerintahan meliputi beberapa aspek antara lain: perubahan paradigma manajemen pemerintahan dari yang serba negara ke orientasi pasar (market or public interest), perubahan paradigma dari pemerintahan yang kuat, besar dan otoritarian ke orientasi small and less government, egalitarian dan demokratis, dan perubahan paradigma sistem pemerintahan dari yang sentralisasi ke desentralisasi Pengelolaan pemerintahan. perkembangan paradigma paradigma kepemerintahan yang baik. Untuk dapat memahami dari berbagai dimensi, terlebih dahulu akan dijelaskan Beberapa definisi tentang tata kepemerintahan yang baik.

Government dan Governance

Secara umum istilah government lebih mudah dipahami sebagai “pemerintah” yaitu lembaga beserta aparatur nya yang mempunyai tanggung jawab untuk mengurus negara dan menjalankan kehendak rakyat atau lebih pada kata benda.

Governance merupakan seluruh rangkaian proses pembuatan keputusan/kebijakan dan seluruh rangkaian proses di mana keputusan itu diimplementasikan atau tidak diimplementasikan lebih pada kata sifat (perilakunya). UN Commission on Human Settlements (1996) menjelaskan bahwa governance adalah kumpulan dari berbagai cara yang diterapkan oleh individu warga negara dan para lembaga baik pemerintahan maupun swasta dalam menangani kepentingan kepentingan umum mereka.

Untuk menumbuhkan kesadaran tata kepemerintahan yang baik, ada 10 (sepuluh) prinsip yang harus dilaksanakan. Kesepuluh prinsip tersebut sesungguhnya merupakan bagian dari 99 Asmaul Husna (nama-nama Allah) yang terdapat dalam Al-Qur`an sebagai berikut:
1.Visionary/Al-Baari’ (Wawasan ke Depan)
2.Openness and Transparency / Al Fattah (Keterbukaan dan Transparansi)
3.Participation/Al Mujib (Partisipasi MAsyarakat)
4.Accountability/Al Wakil (Tanggung Gugat)
5.Rule of Law/Al Muqsith (Supremasi Hukum)
6.Democracy /AL Ahad (Demokrasi)
7.Professionalism and Competency/AL Qadir (Profesionalisme Dan Komptensi)
8.Responsiveness/AL Mushshiy (daya tanggap)
9.Efficiency and Effectiveness/AL Hakam (Efisiensi dan Efektivitas)
10.Decentralization/AL Waarits (Desentralisasi)

1.Visionary/Al-Baari’ (Wawasan ke Depan)

Visi merupakan gambaran masa depan yang ideal yang menjadi dasar/ada/pondasi dalam proses perencanaan. Karena itu, visi merupakan kondisi ideal yang ingin dicapai atau direalisasikan.
Ada dua kata kunci di atas, yaitu kondisi ideal dan dapat direalisasikan.

Kondisi ideal, sekalipun hal tersebut bersifat jauh ke depan namun dengan berbagai pertimbangan dan perhitungan yang akurat, maka hal tersebut dimungkinkan dapat dicapai (realistis) oleh organisasi yang menetapkan visi tersebut.

Sedangkan misi merupakan penjabaran dari visi, artinya langkah-langkah utama untuk mencapai visi tersebut. Misi menetapkan komponen-komponen dasar bagi strategi organisasi. Misi merupakan hal yang sangat penting untuk mengarahkan operasional organisasi agar dapat terus eksis.

2. Openness and Transparency / Al Fattah (Keterbukaan dan Transparansi)


Keterbukaan (openness) adalah tersedianya data/informasi bagi masyarakat yang dapat diakses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Keterbukaan dapat pula merujuk pada ketersediaan informasi dan kejelasan bagi masyarakat umum untuk mengetahui proses penyusunan, Pelaksanaan, serta hasil yang telah dicapai melalui sebuah kebijakan publik.

Transparansi (transparency) adalah terbukanya proses perumusan kebijakan publik bagi masyarakat (terbuka bagi partisipasi masyarakat).

Semua urusan pemerintahan berupa kebijakan-kebijakan publik baik yang berkenaan dengan pelayanan publik maupun pembangunan harus diketahui publik. Masyarakat hendaknya mempunyai kemudahan untuk mengetahui serta memperoleh data dan informasi tentang kebijakan, program, dan kegiatan pemerintah daerah dan DPRD.

3. Participation/al Mujiib (Partisipasi Masyarakat)


Partisipasi masyarakat merupakan keterlibatan aktif masyarakat dalam proses penyusunan dan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan pembagian.


Dengan demikian kepentingan masyarakat dapat tersalurkan di dalam penyusunan kebijakan sehingga dapat mengakomodasi sebanyak mungkin aspirasi dan kepentingan masyarakat, serta mendapat dukungan masyarakat luas. Partisipasi masyarakat dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam bentuk partisipasi yaitu: (1) partisipasi masyarakat muncul karena ketidakmampuan pemerintah; atau (2) partisipasi masyarakat murni swadaya masyarakat karena mereka butuh sesuatu.

Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan agar penyelenggaraan pemerintah dapat mengenal lebih dekat siapa masyarakat dan warganya berikut cara pikir dan kebiasaan hidupnya, masalah yang dihadapinya, cara atau jalan keluar yang yang disarankannya apa yang dapat disumbangkan dalam memecahkan masalah yang dihadapi, dan sebagainya.

Kehadiran, keikutsertaan warga masyarakat dalam forum pertemuan publik, dan keaktifan mereka dalam menyumbangkan pikiran dan saran-saran menunjukkan bahwa urusan pemerintahan juga menjadi urusan mereka, dan bukan semata urusan birokrat sebagaimana terjadi selama ini.

4. Accountability/Al wakil (Tanggung Gugat)

Akuntabilitas publik adalah suatu ukuran atau standar yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan penyusunan kebijakan publik dengan peraturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku untuk organisasi publik yang bersangkutan. Pada dasarnya setiap pengambilan kebijakan publik akan memiliki dampak tertentu pada sekelompok orang atau seluruh masyarakat baik dampak yang menguntungkan atau merugikan maupun langsung atau tidak langsung.

Oleh karena itu, penyusunan kebijakan publik harus dapat mempertanggungjawabkan setiap kebijakan yang diambilnya kepada publik. Akuntabilitas merupakan pandangan yang didasarkan pada kejujuran (fairness) semua komponen birokrasi yang seharusnya berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, mendapat kesempatan dalam proses pengambilan keputusan dituangkan dalam Undang-Undang lebih aktif, lebih tersistem. Semua kebijakan akan dilaksanakan secara tersistem.

5. Rule of law/Al Muqsith (Supremasi Hukum)


Wujud nyata prinsip ini mencakup upaya pemberdayaan lembaga-lembaga penegak hokum, penuntasan kasus KKN dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), peningkatan kesadaran HAM, peningkatan kesadaran hukum, serta pengembangan budaya hokum. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan aturan dan prosedur yang terbuka dan jelas, serta tidak tunduk pada manipulasi publik.

Dalam pemberian pelayanan publik dan pelaksanaan pembangunan seringkali terjadi pelanggaran hokum, seperti yang paling populer saat ini yaitu terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dalam bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme, serta pelanggaran HAM. Dalam hal ini, siapa saja yang melanggarnya harus diproses dan ditindak secara hukum atau sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.

6. Demokracy/Al Ahad (Demokrasi)

Demokrasi berasal dari bahasa Latin (Yunani), “demokratia”. “Demos” berarti rakyat dan “kratos” berarti pemerintahan. Dengan demikian demokrasi dapat diartikan pemerintahan oleh Rakyat.
Terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak.

Perangkat keras dimaksud adalah adanya tiga lembaga politik utama yang terpisah, sebagaimana diperkenalkan oleh Montesqiueu yang terkenal dengan trias policia yaitu eksekutif, yudikatif dan legislatif atau dengan kata lain, parlemen, pemerintah atau otoritas hukum. Selain adanya perangkat keras dalam prasyarat dasar politik demokratis, dukungan lain yang tak kalah pentingnya adalah apa yang disebut perangkat lunak.

Perangkat lunak dimaksud dalam hal ini juga menjadi prasyarat dasar politik demokratis, Perangkat lunak tersebut meliputi: pemilu; akuntanbilitas; adanya hak-hak dasar rakyat seperti berkumpul, berserikat, dan mengeluarkan pendapat; adanya kesamaan didepan hokum; kompetensi; adanya keterbukaan, dan integrasi.

7. Professionalism and competent/al-qadir profesionalisme dan kompetensi

Di dalam pemberian pelayanan publik dan pembangunan daerah dibutuhkan aparat pemerintah yang memiliki kualifikasi kemampuan tertentu, dengan profesionalisme yang sesuai. Oleh karenanya, dibutuhkan upaya untuk menempatkan aparat secara tepat, dengan memperhatikan antara tuntunan pekerjaan dengan kualifikasi kemampuan dan profesionalisme.

Tingkat kemampuan dan profesionalisme aparat pemerintah yang ada perlu selalu dinilai kembali, dan berdasarkan penilaian tersebut dilakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia sesuai tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab melalui pendidikan, training, workshop, magang dan sebagainya. Tanpa diterapkannya prinsip profesionalisme dan kompetensi akan menyebabkan pemborosan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

8. Responsiveness/ Al Muhshiy (Daya Tanggap)

Realitas kehidupan yang sangat dinamis, membutuhkan layanan yang serba cepat. Dinamika tersebut terkadang muncul dengan tiba-tiba, seperti krisis ekonomi dan bencana alam sehingga membutuhkan aparat yang responsif.

Di sisi lain, kemajuan status sosial ekonomi masyarakat memunculkan harapan harapan baru. Oleh sebab itu diperlukan aparat yang memiliki sensitivitas terhadap aspirasi publik dan memiliki kemampuan dalam menyediakan pelayanan secara cepat, tepat, dan tanggap.


9. Efficiency and effectiveness/Al-hakam (Efisiensi dan efektivitas)

Pemerintah baik pusat maupun daerah dari waktu ke waktu harus selalu menilaiku dukungan struktur yang ada, melakukan perbaikan struktural sesuai dengan tuntutan perubahan seperti menyusun kembali struktur kelembagaan secara keseluruhan, menyusun jabatan dan fungsi yang lebih tepat, serta selalu berupaya mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan dana dan sumber dana lainnya yang tersedia secara efisien dan efektif.

Agar dapat meningkatkan kinerja tata pemerintahan tersebut dibutuhkan dukungan struktur yang tepat. Oleh karena itu, pemerintah baik pusat maupun daerah dari waktu ke waktu harus selalu menilai dukungan struktur yang ada, melakukan perubahan struktural sesuai dengan tuntutan perubahan seperti menyusun kembali struktur kelembagaan secara keseluruhan dan menyusun jabatan dan fungsi yang lebih tepat.

Di samping itu pemerintah yang ada juga harus selalu berupaya mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya yang tersedia secara efisien. Dalam konteks ini harus ada upaya untuk selalu menilai tingkat efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Tidak diterapkannya prinsip efisiensi dan efektivitas akan menyebabkan pemborosan keuangan dan sumber daya negara lainnya.

10. Decentralization/Al waarits (Desentralisasi)

Desentralisasi didefinisikan sebagai penyerahan kewenangan pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan. Selain itu desentralisasi memberikan keleluasaan yang cukup besar kepada lembaga dan aparatur di bawah ini untuk dapat memberikan pelayanan publik yang lebih baik dalam usaha menyukseskan pembangunan nasional baik di tingkat pusat maupun di daerah.

Kesepuluh prinsip tersebut diatas hanya dapat dicapai apabila komitmen untuk melaksanakan tata kepemerintahan yang baik tersebut telah ‘masuk’ ke dalam jiwa atau menjadi sistem nilai, budaya, mentalitas. Kondisi tersebut menggambarkan telah dicapainya integritas optimal dari IQ (Intellectual Quotient), EQ (Emotional Quotient), dan SQ (Spiritual Quotient).

Tidak adanya keseimbangan antara IQ, EQ dan SQ yang dimiliki oleh seseorang dapat menyebabkan perilaku seseorang akan tidak sesuai dengan pendidikan atau gelar tinggi yang dimilikinya.
Pimpinan dengan IQ tinggi akan mampu memotivasi diri, lalu beresonansi pada orang-orang di sekelilingnya, terutama anak buahnya.

Berdasarkan pengalaman memberikan pelatihan di lingkungan birokrasi pemerintahan maupun BUMN ditemukan indikator kuat, hanya sedikit pemimpin yang mampu memberi motivasi kerja pada anak buahnya. Banyak pemimpin menjadi sasaran caci maki anak buah sehingga potensi dan dedikasi anak buah tidak optimal untuk memajukan organisasi/lembaga.

Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kemampuan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan. IQ EQ dan SQ merupakan perangkat yang bekerja dalam satu kesatuan sistem yang saling terkait (interconnected) di dalam diri seseorang.

Adanya keseimbangan antara IQ EQ dan SQ yang dimiliki oleh seseorang, maka akan sangat mendukung dalam merumuskan keputusan atau eksekusi dan menyikapi hasil pelaksanaan pelaksanaan keputusan.*

*)Penulis adalah Dosen IPDN dan tinggal di Jakarta.

Artikel Terkait