Opini

HIDUP INI SEDERHANA DAN MENYENANGKAN

Oleh : luska - Rabu, 21/07/2021 09:49 WIB

by : Noryamin Aini
(Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)

Sahabat! 

Hidup ini sederhana dan sungguh menyenangkan, sangat membahagiakan. *Bahagia itu indah, dan tidak perlu ditebus dengan mahal. Bahagia itu rasa yang dihadirkan oleh subyektivitas hati yang damai, tenang.* Tiap pagi, matahari setia menyapu kita tanpa pesanan dan bayaran. Udara dengan oksigen segar disediakan secara gratis oleh alam (Tuhan), dan kita tinggal nikmatinya. Keramahan sosial akan membuat kebutuhan dasar kita semakin mudah terpenuhi. Sapaan dan kehangatan sosial membuat semuanya semakin merekah dalam kebersamaan. Hidup itu indah dan menyenangkan. 

Betul! *"Kita sering terjebak dalam tarik ulur kebutuhan dan keinginan".* Ini menjadi awal dan hulu kebahagiaan, dan kesulitan-kesedihan hidup. Kebutuhan hidup, sejatinya, sangat standar, terukur dan obyektif; tidak muluk-muluk. Alam mengajarkan kesederhanaan ini. 

Saat terlahir, kita tidak membutuhkan macam-macam. Kebutuhan dasar bayi (minuman, makanan, dan nutrisi sempurna) tersedia dalam wujud ASI (air susu ibu). ASI tersedia cukup secara alamiah untuk kebutuhan bayi. Ketika beranjak anak-anak, remaja, dewasa, sampai lanjut usia, kebutuhan kita juga tidak banyak, tidak kompleks, dan tidak mahal. Keinginan berlebih (seperti medan naik hedonic treadmill) membuat semuanya menjadikan keadaan sering terasa kurang.

*"Keinginan ternyata lumrah melampaui batas kebutuhan".* Keinginan lazim memenjarakan kita dalam rasa ketidak-puasaan (dissatisfaction), dan nafsu ketidak-cukupan (insuffiency). Keinginan sering membuat banyak pemujanya melupakan norma, batasan formal benar-salah, dan standar moral baik-buruk untuk memburu kepuasan. Akhirnya, keinginan “suka kaya” telah memenjarakan banyak pelakunya dalam sunyi hotel prodeo “SUKA MISKIN”.

Pitutur adiluhung membisikkan pesan bijak bahwa *"memanjakan keinginan seperti kita mengejar bayangan. Semakin dikejar, bayangan kita akan terus membesar, menjadi kabur (blurred), semu, bahkan menghilang, dan ujungnya, mustahil untuk diraih karena ketidak-jelasannya".* 

Sejatinya, kebutuhan (hajat material) kita tidak banyak untuk meraih bahagia dalam ridlo Allah. Beberapa potong pakaian terbukti cukup untuk menutupi tubuh kita. Beberapa alas kaki cukup menjaga kaki saat berjalan. Kita hanya perlu beberapa suap makanan dan beberapa gelas minuman untuk bertahan hidup. Kita cukup bergerak rutin untuk berolahraga, dan berjemur gratis di sinar matarhari untuk menjaga kebugaran.

Kebutuhan teknologi, dan alat transportasi kita juga tidak perlu mewah untuk memenuhi kebutuhan dasar. *Mewah karena spirit glamour, itu sejatinya adalah perasaan yang berlebih untuk memanjakan semua rasa dan nafsu yang tidak mengenal batas ujung kepuasan.* 

Sahabat! Semuanya dalam hidup ini sungguh sederhana. Sedikit (jumlah aset yang kita miliki) terasa cukup untuk kebutuhan standar. Jumlah banyak ternyata ludes, habis tidak tersisa, bahkan tidak cukup, saat semuanya dihambur oleh glamour euforia yang tidak mengenal arti dan rasa syukur. 

Kita tidak perlu harus menebus mahal semua kebutuhan hidup untuk bahagia, untuk menjadi orang baik. Alam telah menyediakan kebutuhan standar kita. Tuhan telah membekali kemampuan dan semangat kita untuk menggapai rasa bahagia. Kita mampu melakukan itu semua. Hati, keramahan dan kehangatan sosial dapat merawat semua kebutuhan hidup kita dalam batas normal. 

Lalu, apa hal-hal yang membuatmu meresahkan hidup ini? Kenapa harus galau saat kalian memulai hari ini? memikirkan hari esko? Kegalauan itu adalah rasa yang dihadirkan oleh hati yang tidak yakin akan kemudahan dan kesederhanaan hidup. Sejatinya, semuanya menjadi sederhana dalam kesederhanaan hati yang rela, ikhlas, siap bernegosiasi dan beradaptasi dengan kondisi obyektif hidup kita.

Tidak bisa diingkari bahwa cara pandang dan gaya kita menyikapi, juga memperlakukan kebutuhan hidup, membuat kondisi kehidupan kita sering menjadi ruwet. *"Kebutuhan sering dirusak oleh mimpi-mimpi keinginan yang terus memburu hal-hal yang berlebih".* Keinginan melambungkan kita dalam ilusi dan halusinasi mengejar kepuasaan yang tidak berbatas.

*Sahabat! Hidup ini nyata, dan ia terus menyapamu setia, dan sederhana.* Hiduplah dalam masa kini, hari ini, saat ini, karena ia kenyataan yang harus dijalani. Hari ini adalah kehidupan yang paling nyata dalam perjalanan hidup kita. Maka, jangan persulit hidup hari ini. Jangan korbankan "hari ini-mu" untuk memburu mimpi esok yang tidak pasti. 

*Pikirkanlah masa depan-mu, karena ia adalah arah dan harapan yang mau dituju dan mutlak harus diperjuangkan.* Sebaliknya, lupakan masa lalu, minimal tidak usah diingat berlebihan, karena *ia hanya menjadi tumpukan kenangan yang membuatmu, terkadang, tersenyum sendiri, dipojok ruangan, tenggelam dalam lamunan kerinduan, romantisisme. Masa lalu, tidak jarang ironis, membuatmu terpenjara dalam bilik-bilik hukuman yang menjeratmu dalam terpurukan hati yang sulit move on.*

Sahabat! Hidup adalah realitas, dinamika, pergerakan, mobilitas. Hidup ini adalah keyakinan dan perjuangan, menuju akhir yang direncanakan, khusnul khatimah, happy ending dalam ridlo Allah. Jangan lupa bahwa *diam adalah kejumudan, stagnasi, kebekuan yang akan menguburmu dalam monumen kematian.* 

Nikmatilah hidup ini walaupun dalam keadaan yang serba susah dan penuh keterbatasan, seperti kondisi sulit kita saat ini. PPKM membatasi ruang gerak spasial, sosial, dan ekonomi. PPKM mungkin menekan kita pada titik nadir keterpurukan. Tetapi *hati, jiwa, dan nalar yang berpikir positif membuat semua kesulitan hidup menjadi sederhana, terpecahkan.*

Jika jumlah sedikit terasa cukup, dan tumpukan jumlah banyak justru bisa habis, ludes tidak berbekas tanpa membuatmu bahagia, lalu apa sebetulnya kondisi hati yang sahabat cari, yang kalian impikan? Mau memburu, memanjakan keinginan yang tidak pasti, atau malah sering melambungkanmu dalam mimpi buruk yang terus menderamu dalam kesedihan dan ketidak-puasan?

*Jika hidup yang membahagiakan adalah pilihan, maka, mari kita sediakan bingkai hati (qalbun saliim), yang damai, tanpa dendam, tanpa kebencian; hati yang penuh cinta dan kasih sayang. Keruwetan hidup adalah buah dari halusinasi memburu keinginan yang tidak mengenal batas kepuasan.*

Selamat berbahagia bersama orang-orang yang membutuhkan sapaan, rangkulan, pembelaan kita.

Pamulang, 11 Dzul Hijjah 1442 H.
#Aku memilih bahagia

Artikel Terkait