Opini

KEMATIAN ADALAH TAMU YANG PALING TEPAT WAKTU

Oleh : luska - Minggu, 25/07/2021 10:59 WIB

by : Noryamin Aini (Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)

*Kematian adalah tamu yang tidak pernah ingkar janji. Walau tidak ditunggu, bahkan kehadirannya ditolak, kematian tetap akan merangsek mengakhiri kehidupan*

Raungan bunyi sirene kematian terus membahana, mendengking, memekik pendengaran. Sahabat, coba saja kalian beberapa saat duduk di pinggir jalan utama, terutama di jalan menuju pemakaman khusus jenazah Covid-19. Hampir setiap jam ada raungan bunyi sirene ambulance, kereta jenazah. Allahu akbar.

Memang, akhir-akhir ini, kematian itu selalu dikaitkan dengan efek pandemik Covid-19. Namun, profil jenazah tidak tunggal. Jenazah yang dibawa oleh ambulance sangat beragam, dari segi usia, status-kelas sosial-ekonomi, sebab kematian, rekam jejak sosial politik, sampai citra sosial-moralnya yang ditangisi banyak pencintanya. 

Kematian tidak pilih-pilih sasarannya. Setiap orang secara random menjadi targetnya. Kematian adalah satu keniscayaan. Ia sudah menjadi rumus nature kehidupan. Tidak ada makhluk hidup yang mengetahui kepastian kematiannya. Bahkan sosok peramal ulung, tentu menurut pengagumnya, juga tidak pernah mampu meramalkan saat dan momentun kematiannya. Kematian siap menghampiri makhluk hidup setiap saat.

Kematian sungguh unik, dan sampai sekarang, masih misterius. Secara klinis, kematian ditandai dengan berhentinya pernafasan dan detak jantung. Secara biologis, kematian adalah terminal waktu di mana batang otak tidak berfungsi lagi. Secara keilmuan, akar kematian memang bisa ditelusuri untuk dijelaskan. Bahkan ada peramal yang dengan PD-nya meramalkan akhir kehidupan orang lain, tetapi tidak untuk dirinya. Unik. Cukuplah misteri kematian menjadi bahan renungan.

Kematian sebagai wujud kepergian nyawa dari jasad sungguh tidak mengenal negosiasi. Kematian tidak mengenal tawar-menawar. Kesedihan manusia tidak mampu mengurungkan kepergian nyawa dari jasad yang setia menampungnya, menjadi kendaraan duniawinya. Faktanya, nyawa setiap saat, kapan dan di mana saja, pasti akan meninggalkan jasad, cepat atau lambat.

Sahabat! Kematian tidak mengenal syarat manipulatif. Kematian bukan ujung keniscayaan dari satu atau kompleksitas akibat, bukan juga karena amukan sakit; kematian juga tidak menyaratkan usia tertentu; bahkan kematian tidak menanyakan kesiapan kita. Kematian akan menghentikan euforia pesohor dari glamour kehidupan tanpa memberi tanda apa-apa.

Kematian adalah tamu yang paling tepat waktu; kapan saja dan di mana. Kematian tidak mengenal rumus ketakutan. Kematian tidak takut terhadap ancaman, dan ia juga tidak mengenal prosedur permohonan penundaan eksekusi. Doa juga tidak mampu menghentikan kematian. Harus diakui bahwa kalau kontrak hidup manusia sudah habis, jasa, setiap dan tepat waktu, akan ditinggalkan nyawa, walaupun sang jasad belum mau melepaskan kepergiannya. 

Proses kepergian nyawa dari jasad memang dramatis, karena ia lakon perpisahan dua entitas yang menyatu panjang dalam kebersamaan, dan kesetiaan. Kepergian nyawa dari jasad selalu diiringi kedip dan tatapan mata. 

Menurut satu penjelasan nabawiyah (propetik), nyawa pergi meninggalkan jasa melalui ubun-ubun sebagai puncak tertinggi dari bagian atas kepala. Saat perpisahan nyawa dengan jasad, mata terbelalak melepas kepergiannya, karena jasad belum mampu berpisah dengannya. Ini mungkin menjadi satu penjelasan Islam kenapa mata mayyit lazim terbuka, tertarik ke arah kening, karena mata ingin terus menatap kepergian nyawa yang setia menemani dan memberinya kehidupan. Karenanya, mata mayyit yang mendelik terbuka tidak menjadi indikator utama tentang *rapot bayangan akhirat yang buram*, yaitu bayangan kesengsaraan kehidupan akhirat.

Sahabat! Kematian adalah wujud mutlak kuasa Allah di atas batas kuasa makhluk hidup. Allah Maha perkasa. Kesombongan manusia tidak ada artinya di depan keniscayaan kematian. Kematian dengan gagahnya akan melucuti semua glamour kenikmatan dunia. Kematian telah mengajarkan nasihat kehidupan. Oleh sebab itu, manusia, seharusnya, belajar tentang kearifan, kebaikan, dan arah abadi yang dituju dari watak alamiah kehidupan dan kematian ini.

Hidup ini sejatinya bukan sesuatu lakon drama yang iseng, yang dibuat-buat, atau bahkan ia bukan sebatas altar singgasana kenikmatan, seperti paham yang dianut oleh kaum hedonis. Hidup secara mutlak lebih dari sebatas game, atau permainan yang bisa direstarting (diulang) kalau sudah game-over. Saat kematian tiba, hidup di dunia ini berakhir; ia tidak bisa diulang kembali. Inilah saat semua rekam jejak hidup kita harus dipertanggungjawabkan.

Kehidupan dan kematian seperti aliran air yang terus bergerak menuju satu titik yang nampkanya tenang, adem tanpa riak dan gelombang di ujung muara. Kematian menampung semua catatan perjalanan hidup; hitam-putihnya, tanpa edisi ralat, kecuali karena pertobatan di dunia, walaupun di ujung sakarat. Tumpukan kekayaan dan cinta kasih tidak mampu mengusir kedatangan kematian, dan kepergian kehidupan.

Bagi makhluk beragama dan bermoral, hidup ini adalah episode panjang perjalanan manusia yang harus dipertanggungjawabkan. Setiap aktivitas kehidupan manusia dicatat rapi dalam pembukuan ilahi yang dibuat oleh malaikat juru tulis. Catatan jejak per pekan kehidupan manusia dilaporkan di setiap ujung hari Kamis. Suatu saat nanti, hanya modal kebaikan yang akan menjadi satu-satu aset penyelamat kita di hari audit (yaum al-hisab) di hadapan sang Juru Pengadil, Allah SWT. Lalu apa modal kebaikan kita yang kita pulang saat kematian nanti?

Semua aktivitas kehidupan itu harus dipertanggungjawabkan dalam kerangka reward dan punishment. Siapa yang dijemput oleh kematian dengan rapot wajarnya tanpa pengecualian (dalam istilah laporan keuangan), dia akan ditunggu oleh kehidupan yang menyenangkan di alam barzah (kubur), dan akhirat. Sebaliknya, siapa yang rapot aktivitas duniawinya buruk (diserahkan dari sebelah kiri), maka rawut wajahnya akan nampak penuh sesal, dengan ekspresi kekhawatiran dan ketakutan. 

Tetapi, semua penyesalan sudah tidak ada artinya. Selautan kucuran airmata tidak akan mengubah kepastian kematian dan keadilan Allah di akhirat nanti. Obyektivitas keadilan Allah akan memperlakukan setiap manusia sesuai dengan modal akhiratnya.

Sahabat! Jangan lalai terhadap kematian! Jangan nekad menantang kematian tanpa modal akhirat! Ingat kata penggubah bait syair, ‘apa-apa yang telah berlalu, ia tidak akan kembali, selain meminta kusekuensi pertanggungjawaban’. Kalau kita bisa menitipkan paket akhirat kita melalui banyak agen ekspedisi, bebas ongkos kirim, kenapa kita harus susah-payah membawanya sendiri. Mari kita titipkan modal-aset akhirat melalui media infaq, sedekah, waqaf, dan amal-ibadah lainnya! 

Songsonglah kematian itu dengan persiapan yang tidak akan cukup diramu secara instan, dadakan. Mari kita hadapi kematian dengan modal kalimat tauhid yang harus kita ulang; kita dawamkan dalam kekhusyu’an doa, renungan, dan tafakkur. Juga, selamat menyiapkan celengan-tabungan akhirat yang menjadi modal akhirat kita untuk menebus surga yang sering didengungkan dalam setiap lantunan doa.

Pamulang, 15 Dzul Hijjah 1442 H. 
#Kurindu kematian yang husnul khatimah

Artikel Terkait