Opini

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dalam RAPBN 2022

Oleh : indonews - Kamis, 02/09/2021 18:35 WIB

Wasekjend Bidang Ekonomi dan Perdagangan PB PMII, Kamaluddin.(Foto:Istimewa)

Oleh: Kamaluddin

INDONEWS.ID - Pemerintah Indonesia sudah mengumumkan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Perencanaan Belanja Negara (RUU APBN) tahun 2022 dan nota keuangan sehari sebelum kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 2021. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan dipengaruhi oleh kebijakan fiskal dalam RAPBN 2020 yang dirancang oleh pemerintah. Kebijakan fiskal dalam RAPBN tahun 2022 akan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya keberhasilan penanganan Covid-19, pemulihan sektor konsumsi, implementasi reformasi struktural, dan tentunya prospek pertumbuhan ekonomi global.

Berdasarkan hasil laporan publikasi World Economic Outlook pada bulan Juli 2021, perekonomian global tahun 2022 diproyeksi akan berangsur pulih dan tumbuh sebesar 4,9 persen. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diproyeksi akan dialami oleh negara berkembang yang diperkirakan akan tumbuh direntang angka 5,0 sampai 5,2 persen. Sejalan dengan prospek membaiknya ekonomi global, pemulihan ekonomian Indonesia pada tahun 2022 diproyeksi akan lebih kuat pada rentang pertumbuhan 5,0-5,5 persen.

Risiko ketidakpastian pertumbuhan ekonomi Indonesia akan dipengaruhi dari perkembangan pandemi Covid-19 yang tetap menjadi perhatian dan harus diantisipasi di tahun 2022. Kebijakan penanganan Covid-19 akan dioptimalkan secara komprehensif melalui program vaksinasi yang dilakukan diberbagai daerah demi terwujudnya hard immunity masyarakat Indonesia serta tetap memperhatikan penerapan protokol kesehatan diharapkan mampu meningkatkan confidence masyarakat untuk melakukan aktivitas sosial ekonomi.

Pembahasan APBN 2022 menjadi sesuatu yang extraordinary sebab pembahasan dan pengajuannya ditengah pandemic covid-19 yang masih terhitung tinggi. Sebagai instrumen countercyclical, APBN menjadi salah satu instrumen utama yang memiliki dampak yang sangat luas baik dalam melanjutkan penanganan di bidang kesehatan, melindungi masyarakat yang rentan, dan dalam mendukung proses pemulihan perekonomian nasional pada tahun 2022.

Oleh sebab itu, APBN 2022 akan melanjutkan kebijakan countercyclical yang ekspansif dan konsolidatif dengan memperhatikan fleksibilitas dalam merespons kondisi perekonomian dan mendorong pengelolaan fiskal yang pruden dan berkelanjutan. Prioritas pembangunan nasional pada 2022 tidak hanya fokus kepada bidang kesehatan, tapi juga kepada pendidikan, teknologi informasi dan komunikasi, ketahanan pangan, perlindungan sosial, infrastruktur dan pariwisata. Sebab sektor tersebut yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia.

APBN tetap menjadi instrumen utama yang menjadi motor penggerak dalam pemulihan ekonomi, meneruskan reformasi, dan melindungi masyarakat dari bahaya Covid-19. Di sisi lain, Konsolidasi fiskal terus dilanjutkan di tahun 2022 untuk memuluskan normalisasi defisit APBN untuk kembali di bawah 3 persen PDB sesuai amanat UU 2 tahun 2020 dengan tetap menjaga momentum pemulihan ekonomi. Namun, Sebagai konsekuensi dari besarnya kebutuhan countercyclical untuk pemulihan ekonomi serta upaya penguatan fondasi perekonomian, maka menjadi hal yang wajar jika defisit APBN pada 2022 masih diperlukan hingga melebihi 3 persen dari PDB dengan tetap menjaga kehati-hatian, kredibilitas, dan kesinambungan fiskal.

Asumsi Dasar Ekonomi Makro

Ketidakpastian pandemi covid-19 akan tetap memberikan ancaman di tengah optimisme pemulihan ekonomi di tahun 2022. Adaptasi kebiasaan masyarakat yang tetap disiplin dalam menjalani protokol kesehatan akan menjadi pemeran utama dalam melanjutkan pemulihan ekonomi yang semakin solid. Untuk itu, pada tahun 2021 pemerintah terus berupaya melakukan pemulihan dari dampak pandemi Covid-19. Sinyal pemulihan ekonomi dapat terlihat dari Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur global yang berada pada zona ekspansif yang tercatat sebesar 55,8%. Indikasi pemulihan ekonomi juga terlihat dari kenaikan harga komoditas seperti minyak mentah, CPO, dan batubara yang terjadi akibat meningkatnya permintaan global.

Namun, munculnya varian baru dan terjadinya kenaikan kasus dan kematian harian di negara berkembang, khususnya Indonesia, mengakibatkan pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan pengetatan aktivitas masyarakat. Dinamika pandemi Covid-19 akan tetap menjadi downside risk dan berpotensi menahan laju pemulihan perekonomian pada semester II tahun 2021. Outlook Asumsi Dasar Ekonomi Makro tahun 2021 untuk pertumbuhan ekonomi ditargetkan sebesar 3,7-4,5%, inflasi 1,8-2,5 persen yoy, nilai tukar rupiah ditargetkan Rp. 14.200 – Rp. 14.600 dan sukuk bunga SUN 6,34-7,24 persen.

Sedangkan untuk proyeksi 2022 pertumbuhan ekonomi ditargetkan 5,0 – 5,5 persen yoy, inflasi dijaga pada tingkat 3,0 persen, nilai tukar rupiah bergerak pada kisaran Rp.14.350 per US$, sukuk bunga SUN ditargetkan sebesar 6,82 persen dan harga minyak mentah diperkirakan berkisar 63 US$ per barel, lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 703.000 barel dan 1.036.000 barel setara minyak per hari.

Berdasarkan kerangka ekonomi makro 2022, pemerintah Menyusun kebijakan fiskal yang ditujukan untuk pemulihan ekonomi dan reformasi struktural agar lebih bersifat inklusif dalam rangka melanjutkan arah pemulihan ekonomi, dengan harapan pada tahun 2022 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada kisaran 5,5-6,3 persen, tingkat kemiskinan pada kisaran 8,5-9,0 persen, tingkat ketimpangan (rasio gini) pada kisaran 0,376-0,378, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diharapkan mencapai 73,41-73,46.

Pendapatan Negara

Pendapatan negara pada RAPBN 2022 diproyeksikan mencapai Rp1.840,7 triliun yang terdiri dari pertama, Penerimaan pajak yang ditargetkan mencapai Rp1.506,9 triliun yang berasal dari penerimaan Pajak yang diproyeksikan akan mencapai Rp1.262,9 triliun, Kepabeanan dan Cukai ditargetkan sebesar Rp244,0 triliun. Target pajak 2022 bisa tercapai jika didukung dengan sistem perpajakan yang terus diperkuat dan perluasan basis cukai.

Kedua, penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diproyeksikan sebesar Rp333,2 triliun. Penerimaan PNBP dapat tercapai jika pemerintah terus melakukan optimalisasi penerimaan dari Sumber Daya Alam (SDA) dan Non SDA dengan tetap memperhatikan keberlanjutan SDA, peningkatan kualitas pelayanan publik, kondisi daya beli masyarakat, dan tentunya kesehatan kinerja keuangan BUMN.

Belanja Negara

Belanja negara dalam RAPBN 2022 diproyeksikan mencapai Rp2.708,7 triliun atau 15,1 % terhadap PDB, belanja negara diarahkan sebagai support sistem untuk memberikan penguatan dalam proses pemulihan ekonomi dan reformasi struktural, penguatan spending better, serta peningkatan kualitas belanja daerah. Dalam RAPBN 2022 ada beberapa sektor yang manjadi prioritas belanja negara diantaranya: Anggaran Kesehatan direncanakan sebesar Rp255,3 triliun atau setara 9,4% terhadap belanja negara, Anggaran Perlindungan Sosial sebesar Rp427,5 triliun atau 15,8% terhadap belanja negara, anggaran sektor Pendidikan sebesar Rp541,7 triliun (termasuk TKDD) atau 20,0% dari belanja negara, Pembangunan Infrastruktur sekitar Rp384,8 triliun, Anggaran untuk optimalisasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada tahun 2022 direncanakan sebesar Rp27,4 triliun, dan Anggaran Ketahanan Pangan pada tahun 2022 direncanakan Rp76,9 triliun, serta yang terakhir untuk pemulihan sektor pariwisata.

Belanja Negara dalam RAPBN 2022 merupakan kalanjutan penanganan kesehatan akibat panemi Covid-19, utamanya peningkatan supply side dan pengadaan vaksin, melanjutkan program perlindungan sosial untuk akselerasi pemulihan ekonomi, dukungan program pada sektor terdampak, serta perluasan akses modal UMKM melalui subsidi bunga KUR. Alokasi belanja negara tersebut terbagi atas belanja pemerintah pusat sebesar 1.938,3 triliun rupiah dan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar 770,4 triliun rupiah.

Pemulihan Ekonomi dan APBN

Saat ini Indonesia berada pada posisi berupaya bangkit dari jurang resesi akibat pandemic covid-19 serta kondisi ekonomi yang fluktuatif. Sebab di satu sisi penerimaan negara pada tahun 2021 dan 2022 rentan berada di bawah target yang telah ditetapkan dalam APBN, namun di lain pihak kemungkinan membengkak pengeluaran negara juga terjadi, apalagi jika kita melihat postur RAPBN 2022 yang mengalokasika belanja negara sebasar Rp.2.708,7 triliun yang artinya pembayaran utang setara dengan 14,9% dari target belanja negara, dan hal tersebut dapat memberikan beban terhadap APBN 2022, karena anggaran lebih banyak difokuskan untuk melakukan pembayaran utang pemerintah. Ditambah dengan meningkatnya belanja pegawai yang mencapai 13% dibandingkan pada APBN 2021 serta berkurangnya alokasi untuk belanja modal yang mempu membantu pemulihan ekonomi nasional.

Namun, melalui RAPBN 2022 pemerintah tetap melakukan upaya untuk dapat mendorong ekonomi nasional mampu bangkit dan tumbuh positif disetiap kuartalnya. Sebab RAPBN 2022 merupakan momentum transisi menuju adaptasi kebiasaan baru secara bertahap untuk menyelesaikan permasalahan di sektor kesehatan, ekonomi, sosial yang dihadapi Indonesia. Selain itu, RAPBN 2022 juga dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan reformasi struktural dalam rangka menata kembali alokasi sumber daya ekonomi nasional agar lebih efisien dan efektif sehingga memiliki dampak terhadap upaya pemulihan pertumbuhan ekonomi nasional.

Langkah antisipasi yang diwujudkan dalam RAPBN 2022 dapat mendorong optimisme yang tinggi bahwa kita mampu mengatasi permasalahan ekonomi yang terjadi. Apalagi hard immunity yang menjadi program pemerintah dapat tercapai, sehingga proses pemulihan ekonomi dalam RAPBN 2022 dapat diterjemahkan untuk melakukan perbaikan dan membawa ekonomi Indonesia bangkit dan berada pada kondisi normal.

*Penulis adalah Wasekjend Bidang Ekonomi dan Perdagangan PB PMII.

Artikel Terkait