Opini

Sekolah Penggerak

Oleh : indonews - Jum'at, 03/09/2021 14:05 WIB

Staf Pengajar SMK Stella Maris, Sil Joni.(Foto:Istimewa)

Oleh: Sil Joni*

INDONEWS.ID - Anggota komunitas SMK Stella Maris Labuan Bajo boleh berbangga karena pada tahun 2021 ini, lembaga ini telah memenuhi syarat untuk menjadi salah satu SMK Penggerak di Manggarai Barat (Mabar). Frase `Sekolah Penggerak (SP)` ini memang sudah sering dibicarakan, tetapi sebetulnya pemahaman kita tentang hakikat itu, relatif terbatas.

Saya sendiri masuk dalam kategori pribadi yang memiliki pemahaman yang terbatas itu. Karena itu, dalam tulisan ini saya coba mengeksplorasi secara sekilas, (berdasarkan pengetahuan yang serba terbatas itu) tetang substansi program SP dan bagaimana penjabarannya dalam praksis pembelajaran di sekolah.

Pertama-tama, perlu diingatkan bahwa tafsiran terhadap esensi SP dalam keseluruhan tulisan ini bersifat subyektif. Jadi, artikel sederhana ini tidak mewakili suara resmi dari lembaga tempat di mana saya mengabdi. Seluruh kekurangan atau kelemahan tulisan ini, menjadi tanggung jawab saya sepenuhya.

Program Sekolah Penggerak atau Sekolah Motivasi diluncurkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim. Bagi Nadiem, Sekolah Penggerak (Mengemudi) akan menjadi cara akselerasi untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang sesuai dengan visi pendidikan Indonesia dalam mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian melalui penciptaan peserta didik yang berprofil Pancasila.

Mendengar ungkapan `Sekolah Penggerak`, muncul beberapa pertanyaan nakal yang bersifat spontan dalam diri saya. sebelum program ini diluncurkan, sekolah-sekolah formal kita `tidak bergerak`? Siapa yang harus `digerakkan` oleh Sekolah Penggerak ini? Ke mana arah gerak dari Sekolah Penggerak itu? Siapakah aktor utama yang bisa tampil sebagai `penggerak utama (prime mover) dalam Sekolah Penggerak itu?

Baca juga : Krisis Ekologi

Saya berpikir, sebelum menggerakkan sekolah lain, pertama- tama Sekolah Penggerak mesti bisa menggerakkan komunitasnya sendiri untuk memanifestasikan misi meningkatkan kualitas kecakapan siswa dalam bidang-bidang elementer seperti literasi, numerasi, dan karakter. Dengan perkataan lain, program sekolah mengemudi berfokus pada pengembangan holistik hasil belajar siswa yang mencakup kompetensi dan karakter.

Untuk itu, sumber daya manusia para pemangku kepentingan di sekolah (kepala sekolah, guru, dan pegawai) harus digenjot sehingga bisa tampil sebagai `penggerak` terciptanya proses pembelajaran yang bermutu bagi siswa.

Kepala sekolah dan guru dianggap sebagai motor penggerak dalam menumbuhkan kompetensi dan karakter yang dapat dikembangkan. Kendati demikian, Nadiem juga mengingatkan bahwa ekosistem sekolah yang baik bukan untuk menumbuhkan kompetensi saja, tetapi untuk menumbuhkan kolaborasi. Spirit kolaboratif menjadi `nafas` perwujudan skema program Sekolah Penggerak itu.

Ketika satu sekolah sudah berhasil `menggerakkan` sumber daya akademik yang berimplikasi pada perbaikan mutu lulusan, maka sekolah tersebut bisa menjadi `teladan` bagi sekolah lain. Dengan itu, sekolah tersebut secara eksplisit sanggup menjadi `penggerak` untuk sekolah yang lain.

Hal itu terbaca dari penjelasan konseptual tentang sekolah penggerak oleh Mendikbud, Nadiem Makarim. Baginya, perubahan sekolah bisa dimulai dari sekolah-sekolah penggerak yang bisa menjadi contoh dalam kegiatan pembelajaran. "Saya ingin kenalkan satu konsep sekolah penggerak. Sekolah yang dapat menggerakkan sekolah-sekolah lain sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih baik", ungkap Nadiem.

Terobosan program baru yang diperkenalkan oleh pihak Kemendikbud ini, tidak terlepas dari upaya mentransformasi wajah pendidikan formal di tanah air. Keharusan untuk membuat langkah pembaharuan tentu dilatari oleh fakta penurunan mutu pendidikan dari tahun ke tahu.

Tesis dasarnya adalah reformasi pendidikan di Indonesia tidak bisa sukses tanpa ada perubahan di dalam sekolah. untuk itu program Sekolah penggerak bisa menjadi instrumen untuk menggapai ideal perubahan itu. Sekolah Penggerak bisa menjadi panutan, tempat pelatihan, dan juga inspirasi bagi guru-guru dan kepala sekolah lainnya.

Betapa tidak, dalam sekolah penggerak, guru tidak hanya memberikan pelajaran satu arah, namun juga berbagai aktivitas yang menyenangkan yang memuat kompetensi-kompetensi bernalar kritis, kolaborasi, dan kreatif. Tidak heran jika upaya meningkatkan sumber daya para guru menjadi salah satu agenda pokok dalam program SP.

Tentu muncul pertanyaan, apa kelebihan yang dimiliki oleh SP jika dibandingkan dengan sekolah non-SP? Keunggulan itu, selalu ditautkan dengan iklim atau suasana proses akademik (pembelajaran) di sekolah. Setidaknya, ada tiga hal yang semestinya mewarnai perjalanan sekolah penggerak baik dari guru maupun siswa yakni banyak bertanya, banyak mencoba, dan banyak karya.

Keberanian bereksplorasi, berinovasi, berproduksi dan kreativitas menjadi semacam `nila plus` dari sekolah yang mengikuti program SP ini. Para guru dan terutama, para siswa harus bisa menjadi pribadi pembelajar yang eksploratif, inovatif, kreatif, dan produktif. Oleh sebab itu, pihak Kemendikbud coba memaparkan secara normatif beberapa modal elementer dalam menyukseskan program ini.

Pertama, mempunyai kepala sekolah yang mengerti proses pembelajaran siswa dan mampu mengembangkan potensi guru. Menurut Nadiem, sekolah penggerak adalah sekolah yang mempunyai kepala sekolah yang tak hanya bisa mengatur operasional suatu sekolah, tapi juga mengerti proses pembelajaran siswa dan menjadi mentor bagi guru-guru di sekolah.

Kedua, berpihak pada siswa. Keseluruhan proses formasi intelektual dan karakter pada sebuah mesti berorientasi pada kepentingan siswa. Karena itu, Sekolah penggerak harus memiliki guru yang punya kepedulian dan berpihak kepada anak. Sekolah penggerak memiliki guru yang mengerti bahwa setiap anak berbeda dan memiliki cara pengajaran yang berbeda, sehingga ia mengajar pada level yang tepat dan pas untuk anak itu.

Ketiga, menghasilkan siswa berprofil Pancasila. Sekolah penggerak tak hanya menyandang sebagai sekolah terbaik, tapi juga mampu menghasilkan profil siswa yang berakhlak mulia, independen dan mandiri, serta mempunyai kemampuan bernalar kritis, kreatif, gotong royong, dan mempunyai rasa kebhinekaan baik dalam lingkup nasional maupun dalam kancah global.

Keempat, dukungan komunitas. Bapak Nadiem juga mengatakan bahwa salah satu ciri dari sekolah penggerak adalah komunitas di sekolah tersebut juga mendukung proses pendidikan. Tentu komunitas yang dimaksud adalah komunitas orang tua, tokoh masyarakat, maupun pemerintah setempat yang akan mendukung terciptanya kualitas belajar siswa.

Jika merujuk pada fakta empiris, hampir semua prasyarat di atas sudah terpenuhi dan sedang diterapkan di SMK Stella Maris. Poin pertama misalnya, tanpa bermaksud mengkultuskan individu, SMK Stella Maris saat ini dinahkodai oleh seorang figur pemimpin dengan segudang pengalaman. Beliau sangat memahami dan peduli terhadap proses pembelajaran dan terus mendorong guru untuk mengembangkan potensi keilmuan mereka secara kreatif.

Demikian halnya dengan poin kedua dan ketiga. Para guru di lembaga ini sudah terbiasa dengan penerapan paradigma baru dalam proses pembelajaran. Bahwasanya, desain dan implementasi proses pembelajaran harus berpihak dan berpusat pada anak didik. Internalisasi Profil Pelajar Pancasila sedang dielaborasi dan diintegrasikan dalam setiap proses pembelajaran. Bahkan, mata ajar Profil Pancasila sedang dikembangkan secara kreatif. Singkat cerita, SMK Stella Maris sudah sangat siap menerapkan roh kurikulum Sekolah Penggerak ini.

Sementara itu, pihak SMK juga terus membangun hubungan kemitraan yang sinergis dengan pelbagai komunitas seperti para orang tua, dunia usaha (industri), tokoh masyarakat, dan pemerintah daerah. Diharapkan agar dukungan dari komunitas-komunitas tersebut terus mengalir sehingga sekolah ini bisa menjalankan dan merasakan efektivitas dari program Sekolah Penggerak ini.

Status sebagai sekolah penggerak selain dilihat sebagai `rahmat (gabe), juga menuntut sebuah tanggung jawab (aufgabe). Setiap sekolah yang dipercayai oleh Kemendikbud untuk mengikuti Program Sekolah Penggerak harus membayar kepercayaan itu dengan sebuah prestasi. Indikator pencapaiannya adalah meningkatnya kualitas proses belajar para siswa. Ketika mutu prosesnya semakin baik, maka tentu hasil akhirnya pun akan baik juga.

Saya kira, jika kebijakan eksperimentatif ini berhasil, maka bukan tidak mungkin, guna meningkatkan kualitas belajar siswa di seluruh Indonesia, dalam beberapa tahun ke depan Kemendikbud akan mendorong lahirnya ribuan sekolah penggerak. Harapannya tetap sama, yaitu sekolah-sekolah ini akan menggerakkan sekolah lain di dalam ekosistemnya untuk juga menjadi sekolah-sekolah penggerak selanjutnya.

Dengan demikian, Program Sekolah Penggerak bisa dipandang sebagai sebuah kebijakan solutif di tengah gejala menurunnya mutu pendidikan di negara ini. Selamat bergerak menjadi sekolah yang berkomitmen memberikan layanan pendidikan bermutu kepada para siswa.

*Penulis adalah staf pengajar SMK Stella Maris.

Artikel Terkait