Nasional

Ikatan Pemuda Pemerhati Parlemen Nilai Produktivitas Legislasi DPR Cenderung Turun

Oleh : Mancik - Sabtu, 18/09/2021 01:21 WIB

Ilustrasi Gedung DPR RI.(Foto:mediaindonesia.com)

Jakarta, INDONEWS.ID - Ikatan Pemuda Pemerhati Parlemen (IP3), menilai produktivitas legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, cenderung menurun secara kuantitas. Hal ini dapat dilihat pada kurung waktu 2009-2014, 2014-2019, dan 2019-2024 dengan tahun masa sidang (2019-2020 dan 2020-2021).

Dalam mengurai masalah menurunnya produktivitas legislasi DPR RI tersebut di atas, Ikatan Pemuda Pemerhati Parlemen, mengadakan seminar secara virtual dengan tema," Mengurai Persoalan Produktivitas Legislasi DPR", Jakarta, Jumat,(17/9/2021). Adapun narasumber yang diundang adalah Peneliti Formappi, Lucius Karus dan Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu.

Pada kesempatan tersebut, Lucius menyampaikan beberapa persolan pokok yang menyebabkan kinerja legislasi DPR RI menurun. Setidaknya ada empat masalah utama yang disampaikan oleh pria yang konsen dengan masalah parlemen tersebut.

"DPR kurang mampu memilah prolegnas yang dianggap prioritas maka lebih banyak akhrinya RUU-RUU yang masuk ke dalam “keranjang sampah", ungkap Lucius.

Masalah kedua, menurutnya, terletak pada perencanaan yang kurang diperhitungkan oleh DPR dalam menetukan target RUU. Ketiga yakni adanya kecendrungan menetapkan agenda-agenda yang tidak prioritas namun menjadi penting di DPR.

Adapun masalah keempat, kata Lucius, yakni tata kelola pembahasan RUU antara DPR dengan mitra. Seringkali pembahasan RUU tidak melibatkan partisipasi publik secara luas, sehingga menyebakan kualitas UU menjadi lebih buruk.

https://indonews.id/images/posts/1/2021/2021-09-18/fa6030130702722e7228423bc5c37b11_1.jpg

Sementara itu, Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, memulai penjelasan berkenaan dengan struktur, sistematika pembuatan sampai proses pengesahan sebuah UU.

Menurutnya, pengajukan sebuah RUU tidak hanya oleh DPR RI, tetapi juga oleh pemerintah dan DPD RI. Dalam hal ini, dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyesuaikan pandangan atas RUU yang diajukan.

Masinton juga mengatakan, di dalam pemerintahan sendiri, tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan pandangan antara kementerian dan lembaga-lembaga pemerintah, berkaitan dengan satu RUU yang diajukan kepada DPR RI.

Terkait dengan lebih mudahnya DPR mengesahkan UU Kumulatif Terbuka dibandingkan dengan UU prolegnas, menurut Masinton, karena rata-rata UU KT mengenai perjanjian kerjasama antar negara dan ratifikasi, sehingga memiliki pola dan lebih mudah dalam proses pembahasan.

Selan itu, menurut Masinton, UU dalam prolegnas sudah sesuai dengan prioritas kebutuhan.

"Jadi seharusnya memang tidak perlu terlalu banyak. Juga perlu adanya evaluasi di dalam DPR sendiri, karena energi DPR sebenarnya tidak sebanding dengan kepentingan-kepentingan yang ditunjukan dalam RUU yang diajukan. Prolegnas sangat penting karena menjadi produk hukum, sehingga harus dibahas secara hati-hati," katanya.*

Artikel Terkait