Opini

Kegelisahan: Keniscayaan Abadi Kebohongan

Oleh : luska - Kamis, 16/12/2021 14:05 WIB

Penulis : Noryamin Aini (Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)

Sambil mengawal mahasiswa yang mengerjakan bahan Ujian Akhir Semester, pagi ini, refleksi berikut kutulis sebagai buah dari ketetapan hati. Ia tentang kejujuran yang menjadi tumpuan citra kemuliaan seorang ilmuwan, tentu untuk kita juga.

"Rahasia kebohongan adalah kebohongan itu sendiri. Buahnya adalah kegelisahan. Tidak ada kebohongan yang selamanya abadi dapat dirahasiakan. Saatnya nanti, kebohongan akan terbongkar, mungkin menghebohkan, bahkan menyakitkan".

Sahabat!
Kebohongan adalah ketidak-jujuran. Ia adalah rahasia busuk yang dikemas dalam bungkus kepalsuan yang terus menguat dalam kemas propaganda yang berulang dan sistemik. Ia nampaknya terkesan benar, namun entitas kesejatiannya adalah kenisbian, minimal disamarkan. Kebohongan sungguh menyesatkan, menyengkelkan, dan akan terhenti di batas penyesalan. 

Baca juga : UJI MIND-SET

Apapun alasan dan konteks konstruktifnya, kebohongan adalah tetap kebohongan; dan secara moral, selamanya, ia adalah kesalahan. Ia adalah wujud pengingkaran kebenaran. Kalian pasti membenci kebohongan. Hati kalian pasti tersakiti oleh kebohongan. Semua orang membenci kebohongan, termasuk pembohong itu sendiri.

Di balik kebohongan, tersimpan kebenaran yang diingkari oleh seseorang atau sekelompok orang. Subhanallah, kebenaran sesungguhnya adalah kisah kejujuran kekinian dan kedisinian yang menenangkan. Kebenaran itu adalah entitas sejati dalam bingkai aturan agama dan moral. Isinya pasti kebaikan yang akan membahagiakan.

Sahabat!
Kebenaran terlahir dari letup katup qalbu kejujuran. Obyektif, kejujuran memang bukan tanpa resiko; bukan tanpa pengorbanan. Sebagai hulu alir dari kebenaran, kejujuran sering menyakitkan bagi jiwa yang terbiasa dimanjakan oleh pusaran kebohongan. Tetapi, ia adalah remedial yang menyehatkan jiwa-jiwa yang obsesif memburu ketenangan. Jiwa kita pasti mendambakan, dan akan terus setia memburu ketenangan berbasis kejujuran.

Kebohongan adalah kebenaran yang dikhianati, lalu dijaga rapi dalam piranti rahasia. Untungnya, sekuat dan serapi apapun bau busuk kebohongan dirahasiakan, aroma menjijikannya akan tercium juga. Karenanya, tidak akan ada kebohongan yang tersimpan aman, walaupun ia telah menjadi khazanah peninggalan yang diawetkan di museum konspirasi.

Sebagai tipu muslihat, kebohongan pasti menggelisahkan pelakunya. Kenapa? karena ia adalah rahasia yang sangat disembunyikan dengan penjagaan konspiratif yang super ketat. Ya, rahasia kebohongan pasti menggelisahkan karena entitas obyektifnya takut diketahui. Akibatnya, kebohongan dipastikan melahirkan kebohongan lainnya untuk meyelamatkan kebohongan yang ada. Akhirnya, secara sekuensial, buah keniscayaan kebohongan adalah kebohongan lanjutan. Tumpukan rahasia kebohongan ini, pada titik kulminasinya, akan menggumpal seperti abses bisul yang menyakitkan, senat-senut.

Sahabat!
Kebohongan menjadi rahasia yang semakin tertutup rapi, saat ia dikemas dalam penjagaan konsprisasi. Reduksi dan distorsi literasi, juga pemberitaan kebohongan yang berulang, adalah satu wujud dari konspirasi yang akan mengikis kesadaran eksistensial publik dan personal terhadap kebohongan. Lebih menyedihkan lagi bahwa sikap diam kita terhadap kebohongan, by ommission, adalah bagian dari konspirasi kebohongan. 

Kebohongan yang terbongkar pasti mengundang perlawanan. Namun, intrik jiwa konspiratif sudah terbiasa dengan rapi merahasiakan kebohongan. Ketika kebenaran digantikan oleh hening kebohongan sebagai perwujudan diam-cuek terhadap kebohongan, maka, diamnya kita terhadap kebohongan adalah dosa kebohongan yang lain. Di sini, kita adalah bagian dari regim kebohongan.

Satu-satunya opsi elegan secara moral agar kita tidak menjadi bagian dari konspirasi kebohongan adalah sikap tegas penolakan terhadap kebohongan. Ingat! diam kita terhadap kebohongan adalah restu sosial dan basis psikologis untuk pelembagaan kebohongan.

Kalaupun kebohongan terkadang dapat disembunyikan dalam samaran kebenaran, namun meyakini kebohongan tidak akan terbongkar, hal itu adalah siksa psikologis dari rahasia dasar kebohongan."

Namun, uniknya, masih ada orang yang menikmati kebahagiaan walaupun atas dasar kebohongan. Psikologi rasa bahagia seperti ini sejatinya adalah efek korban dari pemujaan kemasan artifisial, yaitu jiwa supervisial yang terjebak dalam penjara pemujaan casing. 

Pertanyaan akhirnya adalah mana yang kalian pilih "memuja dan merayakan kebahagiaan palsu-sesaat atas kebohongan", atau "memilih sedih sesaat sebagai konsekuensi dari kejujuran yang ujungnya menenangkan dan membahagiakan masa depanmu"?

Ringkasnya, kebohongan adalah kisah singkat ketenangan dan rasa bahagia sesaat, dan ujungnya adalah kegelisahan. Di sisi lain, kebenaran pasti ada di luar sana walaupun diingkari. Sebaliknya, kebohongan ada di dalam kepala dan kelicikan kita walaupun ditutup-tutupi. 

*Pada saatnya nanti, kebohongan adalah tentang masa depan kegelisahan kita.*

#Kupilih-jujur-walaupun-terkadang-tersakiti
Pamulang, 16 Desember 2021

TAGS : Noryamin Aini

Artikel Terkait