Nasional

Hari Gizi Nasional Momentum Ajak dan Dorong Masyarakat Cegah Stunting dan Obesitas

Oleh : very - Rabu, 26/01/2022 07:26 WIB

Stunting di NTT. (Foto: Ant)

Jakarta, INDONEWS.ID --- Komunitas Asa Hari Depan atau AHaD, menyambut baik peran pemerintah dalam pencegahan stunting dan obesitas pada peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) 25 Januari 2022 ini, di tengah masa mengalami pandemi Covid 19, meski anggaran untuk pencegahan stunting sebesar Rp25 triliun.

Ketua Pendiri AHaD DR.dr. Carmen M. Siagian mengatakan peringatan Hari Gizi Nasional 2022 merupakan momentum penting di tengah gencar-gencarnya pemerintah membangun masyarakat yang sehat melalui gizi seimbang dalam mencegah stunting dan obesitas.

"Peringatan HGN 2022 ini momentum yang tepat untuk mengajak dan mendorong masyarakat menerapkan perilaku hidup sehat dan gizi seimbang dalam rangka mewujudkan hidup sehat, cerdas dan produktif, menuju generasi emas 2045," kata Carmen Siagian dalam keterangannya, di Jakarta, 25 Januari 2022.

Carmen menekankan dengan tidak adanya stunting di tahun 2045, atau tepat di usia 100 tahun kemerdekaan Indonesia, diharapkan dapat mewujudkan cita-cita bangsa membangun Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

"Ayo mari kita canangkan generasi milenial menuju zero stunting, melalui gizi seimbang yang merupakan pilar kecerdasan anak bangsa," imbuh dokter ahli gizi tersebut.

Carmen yang juga peneliti di LPPM UKI itu mengusulkan di tengah upaya pemerintah dalam mencegah stunting melalui program sensitifitas dan spesifitas yang diantaranya adalah peningkatan gizi masyarakat melalui program pemberian makanan tambahan (PMT), seyogyanya diimbangi dengan melakukan evaluasi dan monitoring dalam pelaksanaan pencegahan stunting tersebut, apalagi anggaran yang dinilai cukup besar.

"Kalau tidak salah pada tahun 2022 anggaran stunting sekitar Rp25 triliun. Presiden Jokowi sendiri menargetkan penurunan stunting di Indonesia hingga tahun 2024 sebesar 14 persen, hal itu bisa saja tercapai. Namun, kami mengusulkan perlu adanya monitoring dan evaluasi melalui penelitian dari program yang sudah dijalankan oleh pemerintah saat ini," ucap Carmen.

Sebab dikatakan dia, melalui hasil monitoring dan evaluasi dari program yang sudah jalan, bisa mendeteksi apakah program yang ada telah cocok penerapannya ditengah masyarakat kota dan masyarakat desa.

"Karena masyarakat desa apalagi yang tinggal di pegunungan atau perbukitan, belum tentu paham bagaimana pencegahan stunting. Seperti penelitian yang pernah saya lakukan di daerah Asmat dan Sumedang, kedua daerah itu berbeda karakteristik budayanya dalam mensosialisasikan peningkatan gizi, jadi perlu menyesuaikan kearifan lokal setempat," tuturnya.

Selain itu untuk mensosialisasikan zero stunting, kata Carmen, Komunitas AHaD mengusulkan sebaiknya sosialisasi dengan memberikan edukasi yang mulai dari remaja perempuan sebagai calon ibu dimasa akan datang.

"Edukasi itu untuk merubah pola pikir dengan mengajak perilaku hidup sehat dengan asupan gizi seimbang, yang notabene dimulai dari kalangan remaja dengan program revolusi milenial menuju zero stunting. Selain program yang telah ada memberikan asupan gizi kepada balita, anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui," tuturnya.

Selain itu alumni Doktor bidang kedokteran dan ahli gizi klinik dari Universitas Indonesia itu juga mengusulkan pemerintah daerah membuat aturan dalam sosialisasi dalam pencegahan stunting, misalnya diambil dari turunan Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.

"Langkah ini penting agar target Presiden Jokowi tercapai, bahkan zero stunting menuju Indonesia emas 2045 teralisasikan. Kemudian, pemerintah perlu memfasilitasi dan membuat regulasi dalam melaksanakan zero stunting sehingga ada kepastian pelaksanaan terukur," ujarnya.

"Misalnya perlu dibuatkan aturan sesuai karakteristik budaya, ekonomi, pendidikan, geografi masyarakat lokal setempat. Misalnya masyarakat yang tinggal diperbukitan, jangan samakan dengan masyarakat Kota dalam memberikan edukasi pencegahan stunting tersebut," sambungnya.

Karena, dia menilai angka stunting di Indonesia tidak merata, pasalnya setiap daerah berbeda-beda, seperti halnya angka stunting di Kabupaten Sumedang angkanya cukup tinggi, dibandingkan angka stunting di Kota Bogor cukup rendah, belum lagi di daerah lainnya misalnya Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera dan Papua.

"Jadi perlu penerapan sesuai aturan yang disesuaikan dengan masyarakat setempat. Seperti halnya penerapan dan aturan dalam sosialisasi vaksinasi Covid 19 saat ini, dimana masyarakat ikut. Sebab itu mari bahu membahu dalam menanggulangi stunting ini," tandas Carmen. ***

Artikel Terkait