Nasional

Komnas HAM: Banyak Earga Wadas Takut Pulang Rumah, Trauma

Oleh : Rikard Djegadut - Kamis, 24/02/2022 19:09 WIB

Warga menutup akses jalan masuk di Desa Wadas, Purworejo, Jumat (24/4/2021)

Jakarta, INDONEWS.ID - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menemukan banyak warga yang mengalami ketakutan dan trauma pascaperistiwa pengukuran lahan untuk penambangan batu andesit di Desa Wadas pada Selasa (8/2) kemarin.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan hal ini berdasarkan hasil investigasi Tim Pemantauan dan Penyelidikan yang diterjunkan ke Desa Wadas pada 11 sampai 14 Februari kemarin.

Anam mengatakan, warga yang mengalami ketakutan, umumnya masih belum berani kembali pulang ke rumah dan memilih bertahan dengan keluar dari Desa Wadas. Pihaknya menemukan, kondisi tersebut masih berlangsung sampai hari Minggu (13/2) atau lima hari selang peristiwa pengukuran lahan.

"Komnas HAM RI menemukan beberapa warga mengalami ketakutan pasca peristiwa tersebut, hingga Sabtu dan Minggu dari peristiwa itu masih tidak berani pulang ke rumah," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (25/2).

Komnas HAM mencatat, potensial traumatik terjadi khususnya pada perempuan dan anak-anak yang tinggal di Desa Wadas. Trauma tersebut, salah satunya disebabkan oleh tindak kekerasan berlebihan oleh aparat kepolisian terhadap warga setempat.

Khususnya pada saat penangkapan warga yang menolak adanya pengukuran lahan untuk penambangan quarry.

"Dari sejumlah keterangan keterangan saksi dan video yang diperoleh Komnas HAM RI menemukan adanya tindak kekerasan pada saat penangkapan oleh aparat kepolisian terhadap warga Wadas yang menolak penambangan quarry," jelasnya.

Lebih lanjut, Anam mengatakan, pihaknya menemukan adanya perbedaan keterangan terkait jumlah personel kepolisian yang turun ke Desa Wadas selama proses pengukuran lahan tersebut. Berdasarkan keterangan Polda Jawa Tengah, kata dia, jumlah petugas hanya mencapai 250 personil.

Rinciannya, 200 orang personil dengan seragam kepolisian dan 50 orang personel dengan pakaian sipil atau preman. Namun, dari keterangan pendamping di lapangan, jumlah aparat yang diturunkan mencapai ribuan personil.

Selain itu, Komnas HAM juga menemukan adanya keterbatasan akses informasi yang dialami warga selama kejadian tersebut berlangsung. Anam mengatakan, pihaknya mencatat hal itu dikarenakan lemahnya sinyal atau jaringan komunikasi yang ada.

"Komnas HAM RI menemukan fakta adanya keterbatasan akses informasi karena lemahnya sinyal atau jaringan komunikasi," ujarnya.

Selama peristiwa tersebut, Komnas HAM mencatat, terdapat 67 orang warga wadas yang ditangkap oleh aparat kepolisian dan dibawa ke Polres Purworejo. Warga-warga yang ditangkap itu kemudian baru dikembalikan pada keesokan harinya, Rabu (9/2).

Sebelumnya, Warga Wadas menolak penambangan batu andesit untuk proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Bener sejak 2016 yang mencaplok lahan mereka. Penolakan tersebut kerap mendapat tekanan dari aparat kepolisian.

Pada Selasa (8/2), ribuan aparat kepolisian dengan senjata lengkap dikerahkan menyerbu Desa Wadas. Mereka mencopot banner penolakan Bendungan Bener dan mengejar beberapa warga sampai ke rumah dan hutan.

Penduduk Desa Wadas mengatakan jumlah warga yang ditangkap aparat kepolisian sampai saat ini sekitar 64 orang. Beberapa di antaranya merupakan anak-anak dan orang lanjut usia.

Pelbagai elemen masyarakat sipil, seperti PBNU, Muhammadiyah hingga KontraS mengkritik keras langkah yang diambil kepolisian tersebut.*

Artikel Terkait