Nasional

TPNPB-OPM Klaim Warga Sipil Terus Jadi Korban, Komnas HAM Serukan Penghentian Kekerasan di Papua

Oleh : Rikard Djegadut - Senin, 26/05/2025 19:54 WIB


Jayapura, INDONEWS.ID Gelombang kekerasan bersenjata di Papua kembali menimbulkan korban dari kalangan warga sipil. Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengeklaim bahwa penembakan terhadap warga sipil terus terjadi seiring intensifikasi operasi militer yang dilakukan TNI di sejumlah wilayah.

Dalam pernyataan resminya, TPNPB menyebut lima anak-anak di bawah umur menjadi korban penembakan dalam operasi militer di Kampung Kimupugi, Distrik Kamu, Kabupaten Dogiyai, Papua Tengah, pada Jumat, 23 Mei 2025. Kelima korban, yakni Marthen Tebai (12), Pios Waine (15), Nopentus Tebai (13), Deserius Tebai (12), dan Feri Tibakoto, mengalami luka tembak di berbagai bagian tubuh.

“Semua korban saat ini dirawat di rumah masing-masing secara tradisional,” tulis TPNPB.

Penembakan itu disebut sebagai buntut dari aksi balasan militer setelah seorang anggota Polres Paniai, Bripda Musa Fidel Castro Korano, dilaporkan terluka akibat serangan panah dari pasukan TPNPB Kodap XI Odiyai Dogiyai.

Setelah insiden itu, militer Indonesia mengerahkan tambahan personel dan kendaraan tempur dari Nabire menuju Dogiyai. Operasi ini merupakan bagian dari langkah pengamanan yang, menurut TNI, bertujuan untuk menindak kelompok separatis yang menyerang infrastruktur dan petugas pelayanan publik.

Sementara itu, penembakan terhadap seorang warga bernama Agus Murib juga dilaporkan terjadi di Kampung Toanggi II, Distrik Gome Utara, Ilaga, Papua, pada Kamis, 22 Mei. Agus, menurut TPNPB, bukan anggota mereka dan ditembak saat berjalan ke hutan bersama istrinya.

Putri dari Hetina Mirip, warga Intan Jaya yang meninggal dalam operasi militer, menulis surat terbuka yang viral di media sosial. “Ibu saya bukan kombatan. Ia hanya seorang ibu rumah tangga. Tapi ia ditembak, dibakar, dan dikubur tanpa upacara,” tulis Antonia Hilaria Wandegau dalam suratnya, seraya menyerukan keadilan kepada Presiden Prabowo Subianto.

Pihak TNI membantah klaim-klaim tersebut. Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, menyebut tuduhan penembakan warga sipil sebagai propaganda kelompok separatis. Ia menuding TPNPB menggunakan warga sebagai tameng hidup dan menyebar disinformasi.

“Operasi yang kami lakukan adalah untuk mengamankan pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta pembangunan jalan di wilayah-wilayah yang terisolasi,” ujar Kristomei. Ia mengklaim operasi di Distrik Sugapa, Intan Jaya, berhasil melumpuhkan sedikitnya 18 separatis.

Namun TPNPB menyebut ada pula warga sipil yang turut menjadi korban dalam operasi itu, seperti Junite Zanambani yang terkena tembakan di lengan, dan anaknya Yegseni (7) yang terluka di telinga. Mereka kini dirawat di rumah Klasis di Hitadipa.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menyatakan tengah menyelidiki berbagai laporan yang menyebutkan adanya korban sipil akibat operasi militer di Sugapa dan Hitadipa, Intan Jaya. “Kami proaktif melakukan pengecekan di lapangan,” ujar Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing dalam konferensi pers di Jakarta.

Komnas HAM juga menyerukan kedua pihak untuk menghentikan kekerasan terhadap warga sipil. Mereka merekomendasikan agar TPNPB menghormati prinsip-prinsip HAM dan menghentikan kekerasan terhadap guru, tenaga kesehatan, dan masyarakat umum.

Komnas HAM sebelumnya juga melakukan investigasi terhadap dua insiden berdarah yang diduga dilakukan TPNPB: serangan terhadap guru dan tenaga medis di Distrik Anggruk, Yahukimo, serta pembantaian terhadap pendulang emas di Seradala, pada Maret dan April 2025. Hasil investigasi menunjukkan korban adalah warga sipil murni yang dituduh sebagai mata-mata pemerintah.

“Dialog damai harus diutamakan. Semua pihak perlu menahan diri dan menjunjung hukum humaniter internasional,” tegas Uli.

Artikel Lainnya