Nasional

Patut Disayangkan Pernyataan Kemlu atas Krisis di Ukraina

Oleh : very - Minggu, 27/02/2022 10:01 WIB

Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional UI dan Rektor Universitas Jenderal A. Yani. (Foto: Pikiran Rakyat)

Jakarta, INDONEWS.ID --- Dalam pernyataan resmi di website Kemlu pada tanggal 25 Pebruari 2022 terkait krisis yang terjadi di Ukraina (https://kemlu.go.id/portal/en/read/3360/berita/pernyataan-pemerintah-indonesia-mengenai-serangan-militer-di-ukraina?ez_cid=CLIENT_ID(AMP_ECID_EZOIC)#) patut disayangkan.

Pada poin 2 digunakan istilah "military attack on Ukraine is unacceptable (serangan militer terhadap Ukraina tidak bisa diterima)".

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (27/2) mengatakan bahwa kalimat tersebut berpotensi menciderai kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas aktif dimana Indonesia seharusnya tidak mengambil posisi untuk membenarkan atau menyalahkan tindakan Rusia pada situasi di Ukraina.

“Posisi Indonesia dalam konteks menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif adalah meminta semua pihak untuk menahan diri dalam penggunaan kekerasan (use of force) dan bila telah terjadi agar siapapun yang menggunakan untuk menghentikannya,” ujarnya.

Disamping itu, menurut Rektor Universitas Jenderal A Yani ini, pernyataan Kemlu tidak sejalan dengan pernyataan Presiden Jokowi di Twitter. Presiden dengan tepat tidak menyebut nama negara.

Presiden menyatakan, "Setop Perang. Perang itu menyengsarakan umat manusia, dan membahayakan dunia."

Dalam kesempatan lain disampaikan oleh Presiden "Penanganan krisis Ukraina harus dilakukan secara cermat agar bencana besar bagi umat manusia bisa dihindarkan."

Dua pernyataan diatas, kata Hikmahanto, sama sekali tidak mengindikasikan Rusia sedang menyerang Ukraina ataupun Ukraina sedang diserang (oleh Rusia).

“Pernyataan Kemlu tersebut akan dipersepsi oleh Rusia bahwa Indonesia berada pada posisi yang sama dengan Amerika Serikat, Inggris, Australia dan lain negara yang mengutuk tindakan Rusia karena menggunakan istilah ‘unacceptable’,” ujarnya.

Belum lagi pada poin 4 pernyataan dari Kemlu disebutkan bahwa Indonesia meminta agar Dewan Keamanan PBB mengambil tindakan yang kongkrit agar situasi tidak menjadi lebih buruk.

“Pertanyaannya adalah apakah Kemlu tidak menyadari meminta langkah kongkrit ke DK PBB sebagai suatu tindakan sia-sia?,” tanya Hikmahanto.

Hal ini mengingat Rusia adalah anggota DK PBB yang memiliki hak veto. Draf resolusi yang mengecam invasi Rusia ke Ukraina pun telah di veto.

“Seharusnya Kemlu bisa memikirkan upaya-upaya inovatif lain yang lebih memperhatikan konteks, bukan sekedar yang bersifat normatif atau formal,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait