Opini

Teguran Bagi Mereka yang Suka Usil

Oleh : luska - Kamis, 17/03/2022 06:47 WIB

REFLEKSI HARI INI (14 Sya'ban 2022)

by :  Noryamin Aini
(Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)

*Jangan suka usil, jika ketenanganmu tidak mau diusik balik*

Yuk, rehat sejenak. Ini kisah jenaka. Tetapi, semoga, kisah ini tidak hanya sebatas celoteh murahan untuk ha ha hi hi. Ilustrasi ini bisa menjadi opsi retoris orang bijak mengajak kita merenung. 

Baca juga : UJI MIND-SET

Bagi kalian yang suka melakukan percobaan sosial, atau sebatas usil nge-prank orang, hati-hati, kalian bisa kena batunya; makan karmanya. Ini contoh konyolnya.

Ada satu lelucon dari seorang teman humoris di media sosial. Waktu zaman kuliah, katanya “Saya pernah mencari buku di perpustakaan kampus”. Mujur, bukunya tersedia. Setelah mendapatkan buku, dia lalu mencari tempat duduk untuk membaca. 

Satu-satunya kursi yang kosong, berada di sebelah cewek cantik yang duduk sendirian. Kawan kita ini merasa sungkan duduk di sana. Mungkin beda kelas. Begitu gumamnya di hati. Tetapi, dia tidak punya pilihan untuk mendapat kursi lain.

Kawan kita ini, memberanikan diri, meraih kursi kosong tersebut. Dia berhati-hati saat menarik kursi agar tidak mengganggu si cewek yang sedang asyik membaca. 

Karena di perpustakaan tidak boleh berisik, kawan ini dengan pelan dan sopan bertanya kepada si cewek cantik tersebut: "Maaf mbak, boleh saya duduk di sini?" begitu sapanya dengan kalem.

Astaghfirullah. Eh eh eh.... tahu-tahunya, si cewek ini malah menjawabnya dengan suara yang keras banget, bahkan dengan bualan yang bikin kawan ini sangat geram.

"Eh lho mau duduk di sebelah guwa, supaya lho bisa ngajak guwa tidur nanti malam? Lho gidak sopan bangat ya?" begitu teriaknya. Kawan kita menyadari bahwa teriakan itu adalah “modus”, cara dia mem-“prank”-nya. “Awas lho, tunggu saja pembalasanku” gerutunya di hati.

Keteduhan hati kawan kita ini tertusuk dalam. Gemuruh emosinya menggumpal seakan mau meledak. “Haduuh!! Ini pengalaman getir yang seumur hidup tidak akan pernah saya lupakan. Sungguh membekas kuat, seperti efek stempel besi. Masalahnya, pengunjung satu ruang perpustakaan memandangiku dengan tatapan jijik ...! Yaaah, sudah lah. Semua sudah terjadi. Mau apalagi” begitu umpat kekesalannya.

Malas rebut dengan cewek tadi, kawan kita akhirnya tidak jadi duduk di tempat semula, dekat cewek. Gairah bacanya sudah hilang, dan dia berjalan kembali lagi ke rak asal, untuk mengembalikan buku yang tadi dia ambil.

Sahabat!
Tanpa disangka, cewek ketus tadi tiba-tiba menyusul kawan kita, dan terus berbisik apologis.

"Mas, saya mahasiswi Psikologi di kampus ini. Saya suka mengamati beragam model reaksi cowok terhadap penolakan, jika dia dipermalukan. Maaf ya, kalo guwa tadi telah bikin lho kaget, mungkin juga malu dan marah?" begitu ucap si cewek, seperti tanpa perasaan bersalah.

Menyadari telah diprank, dan dipermalukan, pikiran dan emosi kawan kita itu mulai nakal. Dia mulai menyusun strategi balas dendam. Dia akhirnya balik menjawab ocehan si cewek ini dengan suara yang tidak kalah lantangnya.

"Haahh! dua juuuta? Mahal amat mbak! Mereka yang berkelas saja bisa lebih murah. Temen-temen dekatku bilang, tarif lho, tariff mbak, cuma dua ratus ribu!" begitu amarahnya meledak.

Wow, semua pengunjung perpustakaan, spontan, ketawa ngakak dengan rawut wajah murka, sambil melemparkan kertas, dan sumpah serapah ke cewek tersebut. Sebaliknya, si cewek hanya bisa terdiam bengong, dengan wajah malu yang tidak terbayangkan.

Kawan kita itu juga tidak kalah akal untuk memprank si cewek yang jahil. Dia terus berbisik padanya.

"Mbak, saya mahasiswa Akuntansi di kampus ini. Saya terbiasa diajarkan untuk selalu membuat kondisi balance (keseimbangan neraca keuangan). Maaf ya, kalau teriakanku telah membikin mbak kaget! Itu kulakukan untuk menciptakan balance (keseimbangan) dengan keusilan mbak!" 

Sahabat!
Ini pesan moral dari kisah di atas. Kita tidak boleh usil kepada orang lain. Ada karma, atau “boomerang” yang siap menguntit tindakan buruk kita. Setiap keburukan pasti akan berbuah keburukan. Begitu juga sebaliknya. 

Yuk, janganlah kita menanam keburukan. Sebaliknya, yakinlah bahwa kebaikan pasti akan berbuah kebaikan! Satu kebaikan yang kita semai, ia akan menghasilkan buah kebaikan yang berlipat. Begitu juga sebaliknya.

Bukankah *“balasan setiap kebaikan adalah kebaikan itu sendiri”* (QS. al-Rahman:60), dan, “ia akan kembali pada siapa yang menanamnya” (QS: al-Isra:7). *Sebaliknya, balasan keburukan adalah keburukan serupa. Namun, siapa yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang telah berlaku buruk padanya), imbalan kebaikannya dijamin Allah*. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat zalim“. (QS. al-Syuro:40).

Sahabat!
Pengalaman hidup mengajarkan bahwa kebaikan menjadi media penolak bala, petaka, dan fitnah. Yuk, *Be happy,* walaupun hidup ini tidak selalu berjalan seperti alur yang kita rencanakan. 

Selamat berpuasa Hari Kedua Yaum al-Baydh, Sya‘ban 1443.
Pamulang, 17 Maret 2022

TAGS : Noryamin Aini

Artikel Terkait