Opini

Upaya Mengatasi Rob di Pesisir Utara Jawa, Belajar dari Bangladesh dan Belanda

Oleh : indonews - Rabu, 25/05/2022 21:40 WIB

Tanggul di Belanda. (Foto: Ist)

Atmonobudi Soebagio*)

Perubahan Iklim sebagai Penyebab Pemanasan Global.

INDONEWS.ID - Perubahan iklim menjadi isu yang semakin penting belakangan ini. Berbagai aktifitas manusia membuat dunia semakin panas. Hasil akhir pemanasan global adalah perubahan iklim. Meningkatnya suhu di atmosfer menyebabkan naiknya permukaan laut dan mempengaruhi daerah pesisir berupa dataran rendah dan delta dunia. Pada tahun 1990, Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) memperkirakan bahwa dengan skenario emisi gas rumah kaca seperti biasa, dunia akan menjadi 3,3 derajat Celsius (atau 3,3 C) lebih hangat pada akhir abad berikutnya, dengan kisaran 2,2 C hingga 4,9 C (Warrick et al., 1993). Dengan kenaikan suhu, permukaan laut akan naik karena ekspansi termal dan pencairan es.

Selama abad ke-20, permukaan air laut telah naik rata-rata 10-20 sentimeter. IPCC memproyeksikan, bahwa pada tahun 2050, permukaan air laut akan meningkat dalam jumlah yang sama sebagai akibat dari perubahan iklim. Tetapi bagaimana dengan perubahan lingkungan global, seperti naiknya permukaan laut, pengaruhnya terhadap manusia dan lingkungan mereka secara praktiknya?

IPCC, yang menangani sebab dan akibat perubahan iklim sejak 1988, menekankan dalam laporan terbarunya bahwa:

  • Bagian terbesar dari pemanasan selama 50 tahun terakhir adalah hasil dari peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer yang disebabkan oleh aktifitas manusia;
  • Suhu rata-rata di permukaan bumi telah meningkat sebesar 0,6 C (atau 1,1 F) sejak tahun 1861; dan
  • Selama abad ke-20, permukaan air laut sudah naik 10-20 sentimeter. Pemanasan yang diperkirakan pada tahun 2100 berkisar antara 1,4 hingga 5,8 C (2,5 hingga 10,4 F) dan permukaan laut diperkirakan akan naik rata-rata 11 hingga 88 sentimeter dibandingkan dengan level tahun 1990.

Bagaimana cara mengukur permukaan laut?   Di masa lalu, kenaikan permukaan laut hanya diukur dengan posisi pengukuran tetap di darat. Karena posisi pengukuran ada dan tidak ada di setiap titik di sepanjang pantai, jaringan data yang dikumpulkan menjadi agak melebar. Sejak 1980-an, teknologi satelit telah memfasilitasi pengumpulan data yang lebih komprehensif dan akurat.

 

Kenaikan Permukaan Laut serta Adaptasi dan Mitigasinya di Bangladesh

Kenaikan permukaan laut memiliki berbagai dampak di Bangladesh, sebuah negara pantai yang menghadap laut sepanjang 710 km ke Teluk Benggala. Kondisi ini telah mempengaruhi Bangladesh dengan erosi tanah, intrusi salinitas dan hilangnya keanekaragaman hayati. Potensi ancamannya akan datang; bahkan lebih kuat di masa depan. Kenaikan muka air laut akan menyebabkan erosi tepian sungai, intrusi salinitas, banjir, kerusakan infrastruktur, gagal panen, kerusakan perikanan, hilangnya keanekaragaman hayati, dll di sepanjang pantai ini. Kenaikan permukaan laut (SLR) satu meter akan mempengaruhi wilayah pesisir yang luas dan zona dataran banjir. Ini akan mempengaruhi tujuan Pembangunan Milenium, menyebabkan pengungsi lingkungan. Sektor yang paling rentan terhadap kenaikan permukaan laut satu meter adalah sumber daya pesisir, sumber daya air, pertanian, dan ekosistem Bangladesh (G.M. Sarwar dan P. Wallman, 2005).

Adaptasi dan mitigasi adalah dua pilihan untuk Bangladesh. Yang pertama adalah spesifik negara, atau bahkan spesifik local. Tetapi  mitigasi menuntut upaya kolektif komunitas global. Pengembangan kebijakan adaptasi untuk berbagai sektor akan membantu Bangladesh menghadapi bahaya penting dari kenaikan permukaan laut. Lobi di komunitas internasional akan sangat membantu untuk mengurangi emisi CO2, yang menjadi penyebab pemanasan global dan kenaikan permukaan laut.  Rencana mitigasi yang tepat dan perumusan kebijakan adaptasi muncul sebagai kebutuhan untuk meminimalkan dampak kenaikan permukaan laut terhadap negara.

 

Kaitannya ke Pembangunan Berkelamjutan

Konsep utama Pembangunan berkelanjutan adalah memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang (WCED, 1987). Untuk menjamin tersedianya kebutuhan di masa mendatang, rencana pembangunan harus disusun sedemikian rupa dengan mempertimbangkan skenario baik, buruk atau terburuk yang akan datang. Untuk mencapai pintu gerbang pembangunan itu, bahaya lingkungan seperti kenaikan permukaan laut dan dampaknya harus dihadapi atau dapat ditangani dengan hati-hati. Jika pembangunan berjalan tanpa mempertimbangkan bahaya lingkungan, bencana alam dapat berjalan ke arah lain. Misalnya, angin topan 29 April 1991 di pantai Bangladesh menyebabkan korban jiwa 138.882 orang dan kerugian ekonomi Bangladesh US$ 1.780 juta (Chowdhury, 1998). Integrasi bencana alam ke dalam rencana pembangunan Bangladesh dapat mengurangi jumlah korban tewas dan kerugian ekonomi secara signifikan.

 

Konsekuensi Naiknya Permukaan Laut bagi Belanda

Belanda selalu berperang melawan kekuatan laut dan berusaha mempertahankan yang ada serta merebut kembali lebih banyak wilayah daratan. Pada tahun 500 SM tanggul pantai pertama dibangun dan setelah itu proyek reklamasi tanah yang besar dilakukan, seperti drainase Haarlemer Meer. Penyelesaian tanggul terakhir di Zuider Zee pada tahun 1932 mengubah teluk yang berpotensi berbahaya menjadi danau air tawar yang jinak, di mana 1.650 kilometer persegi area daratan baru dapat direklamasi di selatan, yaitu sekitar 2,5% dari total luas Belanda (Verbeek & Koos, 2003).

Namun sejarah tanggul dan reklamasi tanah Belanda bukan hanya berupa sejarah keberhasilan: Pada tahun 1953, badai besar memaksa gelombang badai menewaskan 1.800 orang. Setelah kejadian itu, pelaksanaan proyek-proyek penanggulangan banjir direalisasikan. Hampir 5 miliar Euro dihabiskan untuk "Rencana Delta" saja yang dirancang untuk melindungi pantai Barat Daya. Komisi yang bertanggung jawab atas proyek tersebut menuntut untuk membangun tanggul yang begitu tinggi sehingga dapat menahan banjir maksimum yang terjadi sekali dalam sepuluh ribu tahun. Di Oosterschelde, sebuah jembatan berteknologi tinggi selesai dibangun pada tahun 1986 yang dapat dengan cepat diubah menjadi tanggul. Jika badai besar mendekat, perisai dengan berat berton-ton turun dari jembatan ke dalam air untuk mencegah banjir. Pemantauan cuaca permanen melalui teknologi satelit menjamin waktu peringatan yang cukup dini.  Konstruksi tanggul pedalaman juga merupakan isu penting.  Sejak abad ke-11, tanggul telah dibangun di sepanjang sungai Rhine, Maas dan Waal untuk melindungi daerah tetangga.

Karena pantainya yang rendah, Belanda akan sangat terpengaruh oleh naiknya permukaan air laut. Saat ini, sekitar seperempat dari total wilayah Belanda terletak di bawah permukaan laut. Tanpa tanggul, bagian negara ini akan terendam banjir secara permanen dan lebih dari 60% daerah ini dengan 10 juta penduduknya terancam oleh gelombang badai. Melalui  tindakan pengamanan, area yang berisiko dapat dikurangi menjadi kurang dari 1% atau 24.000 orang, secara bertahap.

Di masa lalu, permukaan laut di Belanda naik sekitar 20 sentimeter dalam 100 tahun, juga

disebabkan oleh subduksi sistem delta. Naiknya permukaan laut menyebabkan erosi pantai lokal dan endapan sedimen di dataran lumpur dari Laut Utara.  Studi terbaru memperkirakan permukaan laut akan naik 20 hingga 110 sentimeter pada 2100, atau rata-rata sebesar 60 sentimeter. Jadi, di masa depan, tanggul yang lebih kuat dan bukit pasir yang lebih luas akan dibutuhkan.

 

Banjir Rob Terjang Pesisir Kabupaten Tuban

Fenomena banjir rob yang menerjang hampir di seluruh pesisir Jawa Timur, termasuk di Kabupaten Tuban baru-baru ini cukup meresahkan masyarakat setempat. Pasalnya, sejumlah rumah yang berada di tepi laut Kabupaten Tuban harus terendam banjir (blokTuban.com).

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Tuban memprediksi fenomena banjir rob yang berlangsung beberapa hari belakangan ini akan terjadi hingga 25 Mei 2022 mendatang.  Menurut Kepala BMKG Tuban, Zem Irianto, bahwa adanya banjir rob yang hampir terjadi di seluruh wilayah pesisir Jawa Timur disebabkan oleh fenomena full flower blood moon. Yaitu posisi matahari, bulan dan bumi berada pada satu garis sejajar dan jarak terdekat bulan ke bumi.  “Fase bulan purnama yang bersamaan dengan Perigee (jarak terdekat bulan ke bumi) berpotensi menyebabkan terjadinya peningkatan ketinggian pasang air laut maksimum yang lebih signifikan,” menurut Kepala BMKG Tuban.

 

Belajar dari Kasus di Bangladesh dan Belanda

Kita perlu mempelajari konsekuensi dari kenaikan permukaan laut, baik yang terjadi di Bangladesh maupun negara Belanda.  Dalam sejarahnya, Belanda sudah membangun tanggul pada tahun 500 SM dan sekarang dikenal sebagai negara yang mampu mengatasi kenaikan permukaan laut, meskipun 25 persen wilayah Belanda lebih rendah daripada permukaan laut.  Semoga Pemerintah dapat menentukan langkah kebijakannya dalam bentuk membangun tanggul secara permanen dan yang dapat bertahan puluhan tahun, atau bahkan lebih ke depannya.

*) Prof. Atmonobudi Soebagio MSEE, Ph.D. adalah GB Universitas Kristen Indonesia dan pemerhati Tujuan Pembangunan Berkenjutan

Artikel Terkait