Nasional

Polemik Tarif TNK dan Sosok David Makes, Penginjar Wisatawan Berkocek Premium

Oleh : Rikard Djegadut - Rabu, 03/08/2022 09:38 WIB

Gambaran invansi investasi dalam ruang hidup komodo dan David Makes (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - David Makes adalah sosok yang patut diduga bertanggung jawab penuh atas berbagai persoalan menyangkut Taman Nasional Komodo yang hari-hari ini menjadi isu hangat, tak hanya di Labuan Bajo, Ibu Kota Manggarai Barat, namun bahkan di tingkat nasional dan internasional.

Pasalnya, pemerintah memberlakukan tarif Rp3.750.000 bagi wisatawan yang ingin masuk ke Pulau Komodo, salah satu pulau yang berada dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). Pemberlakuan tarif ini dimulai per 1 Agustus kemarin.

Anehnya, pemberlakuan tarif ini tanpa memiliki dasar hukum yang tetap, namun di saat bersamaan, KLHK memberikan ijin kepada PT Flobamor sebagai pengelola tunggal. Artinya PT Flobamor memiliki hak untuk memungut keuntungan.

Lebih anehnya lagi, sebagaimana yang disampaikan Anggota DPR RI, Yohanis Fransiskus Lema, S.IP, M.Si dari keterangan tertulisnya seperti dikutip Bulir.id Selasa (2/8/22). Ia menyebut ada dua kejanggalan utama yang menjadi catatan penting dari polemik kenaikan tarif masuk TNK ini.

Pertama, dilakukan pembatasan pengunjung tetapi membuka usulan paket wisata bernama Experimentalist Valuing Environment (EVE) ke Pulau Komodo. Di sini, paket wisata EVE dikelola oleh PT Flobamor selaku Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Biaya paket wisata EVE adalah Rp15 juta per paket yang usulan alokasinya adalah (1) Rp2 juta Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke pemerintah, khususnya Balai TN Komodo;

(2) Rp 200.000 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ke Pemprov dan Pemkab; (3) Rp 100.000 biaya asuransi; (4) Rp 7,1 juta dana konservasi; (5) Rp 5,435 juta fee (upah) PT Flobamor; (6) Rp 165.000 biaya pajak.

Melihat komposisinya, jumlah uang yang masuk ke PAD sangat kecil, dibanding upah yang masuk ke PT Flobamor. Aneh bin ajaib.

Lalu apa hubungannya dengan David Makes? Tidak mudah melihat keterlibatan David Makes dalam polemik ini secara gamblang. Namun beberapa kebijakan kontroversial terkait TNK pernah melibatkan sosok ini.

David Makes adalah orang yang bertanggung jawab di balik upaya menyulap kawasan wisata TNK, yang sudah masuk dalam warisan dunia dari UNESCO menjadi destinasi wisata semacam geopark bertajuk "Jurassic Park".

Proyek besar ini dikerjakan di bawah Kementerian PUPR dan menggunakan jasa perusahaan PT Segara Komodo Lestari (SKL). Perusahaan ini milik David Makes. Selain itu, ia juga menjadi pemilik PT Komodo Wildlife Ecotuorism (KWE).

Pengusahaa asal Jakarta ini memang bukan nama baru bagi pegiat usaha wisata Tanah Air. David Makes sempat menjadi Ketua Asosiasi Pariwisata Alam Indonesia (APAI) yang kiprahnya dapat kita lacak sampai 2012, di mana dia disebut sebagai ahli wisata alam.

Dikutip dari sejumlah sumber, PT SKL menguasai sekitar 22,10 hektar di Pulau Rinca. Sementara KWE menguasai total 426,07 hektar di Pulau Padar dan Pulau Komodo. Masa kontrak keduanya berlangsung selama 52 tahun.

Menariknya, di saat yang sama, David Makes juga Ketua Tim Percepatan Ekowisata Nasional. Ia muncul pertama kali menyandang jabatan ini pada Maret 2018.

Ia juga salah satu Board Director Conservatory Strategy Fund, yayasan global yang bertujuan untuk mengembangkan kawasan konservasi sekaligus mengangkat kesejahteraan manusia melalui pendekatan ekonomi. Organisasi ini pernah bekerjasama dengan nama-nama besar seperti WWF, World Bank Group, UNDP dan World Resources Institute.

Dalam organisasi tersebut, David duduk di kursi Board bersama Rusdian Lubis, konsultan Bappenas yang pernah bekerja sebagai konsultan investor di sektor industri gas, pertambangan dan minyak.

Ada juga Tridoyo Kusumastanto, seorang guru besar di IPB; Jatna Supriatna, Dosen Fakultas MIPA di Universitas Indonesia; Dan Hariadi Kartodihardjo, guru besar IPB dalam bidang kebijakan kehutanan.

Menyebut David Makes sebagai ahli ekowisata bukan hal yang berlebihan. Belakangan, melalui bisnis resort yang dijalankan bersama dengan kakaknya, Yozua Makes, namanya terus menjulang di kancah pariwisata Indonesia.

Gurita bisnis klan Makes tidak hanya berhenti pada Plataran Group. David juga menanamkan modalnya di beberapa tempat wisata seperti PT Sura Parama Setia yang akan mengembangkan lokasi wisata Kawah Ijen.

Kemudian PT Alas Rimbawan Lestari yang menanamkan modal untuk pembangunan wisata di Danau Toba, PT Trimbawan Wastama Sejati yang mengembangkan resort di kawasan Taman Nasional Bali Barat.

David juga Chairman dari Sustainable Management Group Indonesia alias Rimbawan Bangun Lestari yang juga jadi penyokong pengembangan wisata di Taman Nasional Tanjung Puting dan Sebangau di Kalimantan Tengah.

By the way, mari melihat apa saja yang dibangun di Pulau Rinca oleh PT SKL. Sedikitnya ada 9 fasilitas yang dibangun yakni 10 unit double deck villa dengan dua kamar, 7 unit double deck villa satu kamar, 3 unit restoran.

Juga dibangun 3 unit penginapan staf dengan 12 kamar, 3 unit office park, 2 unit penginapan untuk laki-laki dan perempuan jumlah 8 kamar, 1 unit plaza open air, 1 unit gedung genset, 1 unit pengolahan air limbah dengan total luas lahan yang akan digunakan 2,21 Ha.

Yozua Makes

Informasi tentang David di pencarian tidak banyak. Justru sang kakaklah yang lebih banyak dikenal, Yozua Makes.

Yozua Makes merupakan pemiik Plataran Group yang bisnisnya bergerak di sektor resor, hotel, dan restoran kelas dunia.

Meski mengawali karir sebagai pengacara, Yozua Makes lebih terkenal sebagai pemilik dan pengusaha Plataran, grup bisnis wisata eksklusif yang mengincar pengunjung berkocek premium.

Ia memulai bisnisnya dari sebuah hotel di Bali yang lama kelamaan mulai berkembang ke cabang-cabang usaha hospitality lainnya seperti resort dan restoran.

Salah satu restorannya di bilangan Menteng tahun lalu jadi tempat Jokowi mendeklarasikan pencalonan dirinya kembali sebagai calon Presiden.

Yozua termasuk sosok yang mungkin memiliki andil besar dalam pengembangan usaha pariwisata melalui firma hukumnya, Makes & Partners Law Firm pada tahun 1993.

Dari sana, ia mengurus beberapa transaksi lintas batas maupun domestik seperti, transaksi lebih dari Rp2 triliun untuk penawaran umum perdana saham-saham PT Krakatau Steel Tbk, privatisasi Semen Gresik, IPO Bank BRI, IPO PT MNC Sky Vision Tbk;

Selanjutnya, ia juga berperan dalam transaksi penerbitan international bonds oleh Jababeka International B.V., penerbitan international senior notes PT Lippo Karawaci Tbk oleh Sigma Capital Pte Ltd., akuisisi 8 mall di Indonesia oleh Lippo Malls Indonesia Retail Trust (LMIRT) dari Singapura.

Ia juga mengatur beberapa negosiasi bisnis seperti transaksi penjualan saham PT Bank Ekonomi Raharja Tbk. kepada HSBC Asia Pacific Holdings (UK) Ltd.

Yozua juga aktif dalam yayasan Wahana Visi Indonesia (World Vision), sebuah yayasan kristen yang aktif dalam membantu anak-anak yang terperangkap dalam jurang kemiskinan.

Sepak terjang klan Makes di skema ekowisata lokal, mulai dari Labuan Bajo, Danau Toba, Bali Barat, dan Kalimantan Tengah tentu saja patut untuk dicurigai.

Terutama setelah melihat jejaring bisnis keluarga Makes yang selalu beririsan dengan hasrat pembangunan wisata pemerintah, yang memikul target pengunjung yang besar dan bergelimang kucuran dana yang besar pula.

Apalagi pemerintah nampak ngotot memberi izin kepada pengembangan Pulau Komodo. Padahal sejak tahun 2017, PT Segara pernah membangun pembangkit listrik di Pulau Komodo dan juga fasilitas wisata alam di Pulau Rinca tanpa proses transparan yang otomatis ditolak warga pada pada tahun 2018 dan pembangunan sempat dibatalkan.

Namun pada tahun 2019, Joko Widodo mengumumkan visi pemerintahan ke depannya yang akan mengundang investasi seluas-luasnya. Visi misi ini tentu erat kaitannya dengan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik yang melapangkan jalan untuk investasi di Indonesia berupa online single submission (OSS).

Peraturan Pemerintah tersebut juga berkaitan dengan keluarnya peraturan Menteri KLHK Nomor P.22/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2018 tentang Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan terbaru Nomor p.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Menurut LSM SunSpirit, peraturan ini mempermudah persyaratan pengusaha ekowisata dalam membangun usahanya, terutama di Pulau Komodo.

Dengan adanya aturan-aturan tersebut, peraturan dan perizinan usaha wisata akan semakin mudah melalui sistem OSS. Hari ini, habitat komodo yang jadi sasaran, besok dan lusa di mana lagi?

Artikel Terkait