Nasional

Hidup Berbangsa dan Bernegara Merupakan Fitrah Manusia

Oleh : very - Rabu, 24/08/2022 21:06 WIB

Imam Besar Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar, Dr. KH. Muammar Muhammad Bakry, Lc, MA. (Foto: Ist)

 

Makassar, INDONEWS.ID - Pada hakikatnya yang haram di dalam agama sejatinya bukan mencintai tanah air, melainkan berbuat kerusakan dan merusak tatanan serta memecah-belah tanah air. Sebab, jika menelusuri ayat Al-Qur’an maupun hadits, tidak ada yang haram di dalam merawat dan menjaga tanah air. Malahan kita dianjurkan untuk mencintai dan merawatnya.

Hal serupa juga dikatakan oleh Imam Besar Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar, Dr. KH. Muammar Muhammad Bakry, Lc, MA. Dia menanggapi maraknya narasi negara thagut serta nasionalisme haram di tengah suasana perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke- 77. Dirinya menegaskan bahwa sejatinya hidup berbangsa dan bernegara merupakan fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT.

“Jadi kita bernegara dan berbangsa itu adalah sesungguhnya fitrah manusia, itukan juga tertuang dalam Al Quran surah Al Hujurat. Jadi kalau ini dianggap sebagai thogut ataupun kafir, sesungguhnya itu sudah  menyalahi kodrat Ilahi, kodrat sebagai manusia ataupun naluri manusia,” ujar Dr. KH. Muammar M. Bakry di Makassar, Rabu (24/8/2022).

Dikatakannya, sebagaimana dalam Surat Al-Hujurat ayat 13 yang tertulis, ‘Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal’.

Menurut Muammar Bakry, guna mematahkan narasi negara kafir dan nasionalisme haram, dia menjelaskan sejatinya tidak ada yang secara baku atau ditentukan oleh Nabi terkait praktek ataupun konsep yang ditawarkan dalam Al Quran maupun hadis terkait model negara, melainkan bagaimana prinsip berbangsa dan bernegara.

“Yang ada itu adalah prinsip-prinsip bernegara dan berbangsa dalam Al Quran dan Hadits yang ditawarkan oleh Nabi Muhammad SAW, misalnya musyawarah, keadilan, kemanusiaan, itulah yang harus dibangun,” jelas pria yang pimpinan Pondok Pesantren Multidimensi Al-Fakhriyah Makassar ini seperti dikutip dari siaran pers Pusat Media Damai (PMD) BNPT.

Untuk itu dirinya menilai bahwa Pancasila sejatinya persis dengan apa yang ditawarkan Nabi Muhammad SAW dalam konsep Piagam Madinah. Dan menurutnya, Pancasila merupakan sebuah kemahiran para founding fathers bangsa ini dalam memformulasi negara Indonesia ini dengan asas Pancasila. Sehingga, narasi terkait haramnya negara dan praktik nasionalisme penting untuk diluruskan.

“Karena mereka menggunakan dalil dengan pemahaman yang keliru, maka  tentunya kita luruskan dengan dalil yang sama, Nabi itu sudah mengatakan bahwa suatu saat ada umatku yang merusak Alquran dan Hadits itu dengan pemahaman yang keliru. Itu yang sekarang terjadi saat ini,” kata pria yang juga Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar ini.

Sehingga bisa dikatakan bahwa kelompok yang kerap merongrong Pancasila dengan dalil keharamannya, diduga memang tidak memahami makna ayat-ayat AlQuran dan bahkan sengaja untuk merusak pemahaman moderat dan persatuan anak bangsa.

“Kelompok-kelompok itu memang belum memahami dan memang bisa juga mereka itu sengaja ingin merusak pemahaman moderat keagamaan anak bangsa ini,” ujar Sekertaris Umum Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan (Sekum MUI Sulsel) ini.

Oleh karena itu pria kelahiran Makassar, 22 November 1973 ini berharap kepada segenap tokoh agama dan khususnya pemerintah agar mampu lebih proaktif dalam menarasikan wacana keagamaan yang moderat, sebagai jihad untuk kemajuan bangsa.

“Jangan sampai kita menjadi silent majority. Kita tertidur, padahal masyarakat kita ini  sedang membutuhkan wacana-wacana keislaman yang sejuk, harus ada keberanian sebagai jihad kita untuk menarasikan lebih masif wacana-wacana keislaman itu,” kata Ust Muammar.

Terakhir pria yang juga Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Provinsi Sulawesi Selatan (FKPT Sulsel) ini juga mengatakan, kerja sama semua pihak sangat dibutuhkan terutama dengan mengeratkan solidaritas antar civil society, dengan juga mengerahkan kekuatan ormas keagamaan yang moderat agar pemahaman keagamaan yang moderat terbentuk secara kuat dan masif di tengah masyarakat.

“Sehingga pemahaman keagamaan itu lahir dari bawah supaya tidak ada kesan juga bahwa pemerintah ini mencekoki dan memaksa gitu terhadap suatu pemahaman tersendiri. Jadi saya kira kekuatan bottom-up serta top-down juga perlu secara regulatif, dan juga harus lebih masif dari bawah,” pungkas Ust Muammar. ***

Artikel Terkait