Nasional

Dewan Pakar BPIP: Wakil PBB harus paham adab diplomasi

Oleh : luska - Senin, 12/12/2022 19:14 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - “Langkah Kemlu memanggil Perwakilan PBB di Indonesia layak diapresiasi. Sebab, apa yang dilakukan oleh Wakil PBB itu sudah bisa dikategorikan mencampuri urusan dalam negeri negara berdaulat. Wakil PBB mestinya paham tata krama perwakilan asing di suatu negara. Dia harus menghormati adab pergaulan internasional yang sudah menjadi fatsun diplomasi”, demikian pernyataan yang disampaikan oleh Dr. Darmansjah Djumala, MA, Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri. 

Sebelumnya Kementerian Luar Negeri telah memanggil Wakil PBB untuk Indonesia pada Senin, 12 Desember, untuk meminta klarfikasi terkait pernyataannya tentang KUHP yang baru saja disahkan DPR-RI. Dalam keterangannya, Wakil PBB mengkhawatirkan adanya sejumlah pasal yang berpotensi bertentangan dengan hukum internasional di bidang HAM dan kebebasan berekspresi.  Dikatakan oleh Wakil PBB, Indonesia harus menyelaraskan hukum dalam negeri dengan kewajiban hukum internasional, hak asasi manusia dan komitmen terhadap Agenda 2030 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs/Social Development Goals).

Dimintai tanggapannya secara terpisah, Dr. Djumala, yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Austria dan PBB, menegaskan bahwa sebagai Wakil PBB mestinya sudah paham bahwa dalam diplomasi multilateral, khusus   daalam isu HAM dikenal prinsip universality dan particularity. Dunia mengakui HAM adalah nilai universal. Tapi dalam banyak kasus di tataran praksis, penerapan HAM di banyak negara harus disesuaikan dengan nilai sosio-kultural setempat agar tercipta harmoni sosial. Dalam upaya menjaga harmoni sosial itulah, lanjut Dr. Djumala, Pemerintah dan DPR-RI sepakat menyetujui pasal-pasal terkait HAM di KUHP. Bagi Indonesia, harmoni sosial itu sebuah keharusan dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat. Di tengah masyarakat yang beragam etnik, ras, agama dan budaya, harmoni sosial yang diinspirasi nilai-nilai Pancasila harus menjadi acuan dalam pembentukan hukum positif. 

Terkait dengan realisasi komitmen SDGs yang dikhawatirkan tidak dapat dipenuhi, Dr. Djumala, yang pernah menjabat sebagai Kepala Sekretariat Presiden/Sekretaris Presiden Jokowi periode I, mengungkapkan bahwa Wakil PBB tak perlu meragukan hal itu. Sebab, Indonesia tentu berupaya memenuhi komitmen tsb. sesuai dengan kondisi politik, ekonomi dan sosial-budayanya. Terlebih lagi, SDGs adalah pedoman umum bersifat normatif-kolektif dan tidak mengikat (non legal binding) bagi negara anggota untuk pemenuhan pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.

“Sebagai anggota masyarakat internasional, tentu Indonesia punya komitmen tinggi untuk merealisasikan target SDGs sesuai dengan kondisi sosial ekonominya. Indonesia tahu apa yang terbaik bagi negara dan bangsanya, tanpa harus didikte negara lain. Termasuk dalam menyusun hukum negara, Indonesia sudah pasti bertindak dengan cermat dan hati-hati dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan invidu, negara dan masyarakat yang beragam dalam etnik, ras, agama dan budaya”, tutup Dr. Djumala. (Lka)

TAGS : BPIP

Artikel Terkait