Nasional

Dewan Pakar BPIP: Gerakan Nasional dibutuhkan untuk penggunaan Buku Teks Utama pelajaran Pancasila

Oleh : luska - Minggu, 15/10/2023 07:22 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - ”Menyusun Buku Teks Utama (BTU) untuk mata pelajaran Pancasila merupakan langkah positif untuk menciptakan generasi muda yang paham akan kedudukan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tapi yang lebih strategis lagi adalah memastikan BTU tsb. digunakan di semua sekolah di seluruh Indonesia.Untuk itu dibutuhkan Gerakan Nasional yang melibatkan beberapa kementerian terkait agar instruksi penggunaan buku tsb. berlaku mulai dari Pusat hingga desa”.

Hal itu disampaikan oleh Dr. Darmansjah Djumala, Dewan Pakar Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) pada acara  Focus Group Discussion  (FGD) bertajuk ”Strategi Implementasi Pembinaan Ideologi Pancasila pada Pendidikan Formal”, 13 Oktober 2023. Acara yang digagas oleh BPIP tsb, dihadiri oleh para guru SMA pengampu pelajaran Pancasila dan Kepala Dinas Pendidikan se-DKI Jakarta. Dari diskusi antar peserta, diharapkan muncul   rekomendasi kebijakan tentang strategi implementasi pembinaan ideologi Pancasila di sekolah tingkat SMA.

Dalam paparannya sebagai pembicara utama di FGD tsb.,  Dr. Djumala, yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Austria dan PBB, menyampaikan apreasiasinya atas disusunnya BTU untuk pelajaran Pancasila untuk siswa SMA.  Sebelumnya,  BPIP bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah merampungkan Buku Teks Utama (BTU) untuk sekolah jenjang dasar dan menengah untuk digunakan di sekolah-sekolah seluruh Indonesia.   Dikatakannya, penerbitan BTU Pancasila  tsb. tepat waktu dan tepat sasaran. Secara khusus Dr. Djumala merujuk temuan survey Setara Institute yang mengungkap 83,3% siswa SMA berpandangan bahwa Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara dapat diganti. Ditegaskannya, ini suatu kesalahan, mispersepsi di kalangan remaja terhadap Pancasila. Ini adalah akibat dihapuskannya mata pelajaran Pancasila dari kurikulum sekolah sejak 2003. Dengan tidak dipelajarinya Pancasila selama 20 tahun, akibatnya saat ini Indonesia memiliki generasi yang tidak paham kedudukan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

Dr. Djumala juga menggaris-bawahi proporsi pembelajaran dalam BTU Pancasila yang berisi   30% teori dan 70% praktek. Proporsi ini cocok dengan daya serap siswa SMA terhadap hal yang bersifat abstrak, seperti ideologi. Menjelaskan Pancasila dari perspektif filosofis kurang dipahami oleh remaja. Agar Pancasila lebih mudah dipahami, remaja perlu dilibatkan dalam program konkrit yang bernuansa Pancasila.  Dr. Djumala, yang  pernah menjabat sebagai Kepala Sekretariat Presiden/Sekretaris Presiden Jokowi periode pertama, lebih jauh mengatakan bahwa para guru mata pelajaran Pancasila dituntut lebih kreatif menciptakan format pembelajaran agar para siswa lebih mudah memahami nilai-nilai Pancasila. Dalam konteks itulah, Dr. Djumala melihat format pembelajaran yang lebih menekankan pada pelibatan siswa dalam program konkrit sejalan dengan BTU.

“Hal itu dapat dilakukan dengan melibatkan siswa dalam kegiatan konkrit baik internal maupun eksternal sekolah (school-based  atau community-based program). Melakukan kegiatan sosial,  observasi terhadap masalah-masalah sosial di tengah-tengah masyarakat dan membahasnya di kelas adalah beberapa contoh program konkrit yang dapat dikembangkan di sekolah”, kata Dr. Djumala.

Artikel Terkait