Opini

Sepeda Motor Berbahan Bakar Hidrogen sebagai Alternatif untuk Mengganti Subsidi bagi Kendaraan Listrik Baru

Oleh : very - Senin, 19/12/2022 15:30 WIB

Sepeda Motor Berbahan Bakar Hidrogen. (Foto: Ist)

 

Atmonobudi Soebagio*)

INDONEWS.ID - Harian Kompas, Senin 19 Desember 2022, dengan judul Konversi ke Listrik Terbentur Biaya, mengulas tentang subsidi konversi sepeda motor BBM ke sepeda motor listrik diharapkan mendapatkan kesempatan sama dengan subsidi pembelian kendaraan listrik baru.  Disebutkan bahwa  pelaksanaan konversi sepeda motor berbahan bakar minyak atau BBM ke sepeda motor listrik masih relatif sedikit karena biaya yang tinggi, sekitar Rp. 14 juta.  Kini, diperkirakan baru sekitar 500 sepeda motor listrik yang dikonversi. Rencana subsidi konversi diharapkan mendapat dukungan sama seperti subsidi untuk kendaraan listrik baru.  Sepeda motor listrik, sebagaimana mobil listrik, memerlukan unit pengisi baterai di setiap rumah pemilik motor tersebut. Dalam konteks yang lebih luas untuk pelayanan pengisian baterai, setiap SPBU diharapkan memiliki unit pengisi baterai bagi mobil maupun sepeda motor listrik. Idealnya, sumber energi listrik bagi unit pengisi baterai tersebut bukan berasal dari konversi energi listrik yang berasal dari pembangkit-pembangkit listrik berbahan bakar batu bara atau gas alam yang berasal dari fosil, melainkan dari sumber listrik berbasis energi terbarukan.  Mengapa? Mobil dan sepeda motor listrik merupakan tambahan beban bagi pembangkit-pembangkit listrik tersebut, karena akan berujung pada meningkatnya konsumsi batubara maupun gas dari pembangkit listrik tersebut. Situasi tersebut hanya akan menunda target pemerintah untuk untuk mengakhiri penggunaan bahan bakar fosil, khususnya dalam mencapai target Net Zero Emission by 2050 yang telah disepakati bersama di COP 26 akhir Novemver 2021 yang lalu.

 

Sepeda motor berbahan bakar gas hidrogen.

Terlepas dari akan atau tidaknya dilaksanakan subsidi terhadap sepeda motor listrik, sebetulnya masih ada cara yang yang lebih murah daripada subsidi tersebut, yaitu dengan memodifikasi bahan bakar sepeda motor dengan menggunakan Hydrogen Generator Kit yang berfungsi mengurai air (H2O) menjadi gas hidrogen (H2), sebagaimana pada gambar di atas.

Berapa kilogram (kg) air yang diperlukan untuk menghasilkan 1 kg gas hidrogen? Memproduksi gas hidrogen melalui proses elektrolisis secara teoritis membutuhkan 9 liter air per kilogram gas berdasarkan nilai stoikiometri. Namun, sebagian besar unit elektrolisis komersial di pasaran saat ini mengiklankan bahwa mereka membutuhkan antara 10 dan 11 liter air deionisasi per kilogram hidrogen yang dihasilkan.  Harga perangkat tersebut untuk scooter dan sepeda motor (150 cc) hanya US$ 44,- per unit; masih terjangkau karena hanya berkisar Rp. 700.000,- / unit.

Yang sangat menarik dari penggunaan teknologi konversi ini adalah bahwa gas buang dari proses pembakaran di dalam mesin kendaraan bermotor yang dimodifikasi adalah berupa uap air; bukan gas CO2 yang kita kenal sangat beracun selama ini. Dengan teknologi ini, kita masih bisa memanfaatkan kendaraan atau sepeda motor lama kita lewat modifikasi tersebut. Harga peralatan tersebut tidak semahal biaya subsidi bagi sepeda motor listrik baru.

Dari pada memberikan subsidi bagi kendaraan listrik baru, yang mana pembangkit-pembangkit listrik pengisi baterai yang digunakan berasal dari bahan batubara, alangkah baiknya jika pemerintah melakukan sosialisasi penggunaan perangkat pemroduksi gas hidrogen yang dapat digunakan untuk pada kendaraan maupun sepeda motor dalam proses peralihan dari bahan bakar fosil ke bahan bakar hidrogen yang lebih ramah lingkungan. Pertamina dapat diberi peran dalam memproduksi hydrogen generator kit untuk digunakan pada mobil dan motor bermesin konvensional. Ada puluhan ribu kendaraan bermotor yang sebetulnya masih relatif baru namun terpaksa harus dipensiun secara dini karena kuota BBM fosil akan dikurangi secara bertahap; mengingat cadangan BBM dan gas alam kita yang semakin berkurang. 

 

Harapan atas rencana kebijakan subsidi ke depan.

Lewat peran baru yang dipercayakan kepada Pertamina, impor mobil maupun sepeda motor listrik diharapkan tidak perlu dilakukan secara besar-besaran, mengingat sangat bergantung pada kesiapan SPBU yang ada sebagai stasiun pengisi baterai di seluruh Indonesia dan kewajiban menggunakan sumber-sumber energi terbarukan dan ramah lingkungan, maupun masih banyaknya kendaraan dan sepeda motor berbahan bakar bensin yang relatif masih baru.  Kiranya artikel dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan konversinya dari kendaraan bermotor dan sepeda motor berbahan bakar bensin ke kendaraan listrik.

*) Prof. Atmonobudi Soebagio MSEE, Ph.D. adalah GB Teknik Energi Listrik dan Terbarukan pada Universitas Kristen Indonesia.

Artikel Terkait