Nasional

Ini Pandangan Wakil Sekjen Partai Demokrat Jansen Sitindaon Terkait Konfllik Israel dan Palestina

Oleh : very - Rabu, 29/03/2023 11:43 WIB

Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat, Jansen Sitindaon. (Foto: RMOL)

Jakarta, INDONEWS.ID – Seperti telah diketahui bersama bahwa Palestina telah memproklamasikan kemerdekaannya pada 15 November 1988. Sejak saat itu Palestina sudah memiliki Rakyat, Wilayah, Bendera, Lagu Kebangsaan, Bahasa, Presiden, Menteri, Kabinet, Pemilu dan berbagai pejabat lain di setiap tingkatan.

Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat, Jansen Sitindaon, mengungkapkan bahwa Palestina sudah mempunyai ratusan duta besar, termasuk duta besar di Indonesia, Zuhair Al Shun. Kini Palestina telah diakui oleh lebih dari 140 negara di dunia.

Selain itu, katanya, negara G20 di luar Indonesia seperti China, Rusia, India, Brasil, Argentina dll juga telah mengakui Palestina, termasuk negara Eropa seperti Polandia, Swedia.

Jansen mengatakan, Dubes Palestina pertama kali diterima Indonesia pada 1990 dimasa Presiden Suharto. Presiden Palestina juga diterima dengan upacara kenegaraan setiap berkunjung ke Negara yang mengakuinya. Dan masih banyak fakta lainnya lagi yang menunjukkan bahwa negara tersebut telah diakui kemerdekaannya.

Selanjutnya, Palestina juga telah mempunyai hak bicara di PBB meski belum memiliki hak suara penuh. Hal itu karena keanggotaan penuhnya di veto oleh Amerika.

“Apa Amerika kemudian berani kita musuhi dan putuskan hubungan diplomatik dengan mereka karena sikapnya ini? Kan tidak,” ujarnya dalam akun Twitternya yang dipantau pada Rabu (29/3).

Terkait eksistensi Palestina ini, katanya, beberapa waktu lalu negara tersebut juga telah dipilih jadi Ketua Forum Negara-negara berkembang PBB atau dikenal dengan Group of 77.

“Jadi pertanyaannya sekarang apa masih tepat kita cq Indonesia mengatakan Palestina masih belum merdeka?,” tanya Jansen menantang.

Pasalnya, katanya, narasi Palestina tidak bisa merdeka karena dijajah Israel inilah yang selama ini ditanamkan di Indonesia sejak berpuluh-puluh tahun lalu. Narasi ini juga telah turun dari generasi ke generasi sampai hingga saat ini.

“Melihat fakta-fakta diatas menurutku sih sudah kurang pas. Karena situasi pertama kali Bung Karno menyampaikan itu tahun 1953 dan 1955 waktu Konfrensi Asia Afrika sudah banyak berubah. Bahkan dalam banyak hal sudah berubah total. Malah yang terjadi skrg di dalam Palestina sendiri yang terpecah, ribut, tidak solid. Tepi Barat yg nguasi beda, Gaza beda lagi dll.,” katanya.

Politisi Partai Demokrat itu mengatakan, sebagaimana pendapat banyak negara di dunia, solusi kedua negara di atas tanah itu, sudah merupakan yang paling ideal untuk kasus tersebut. Tinggal sekarang dibicarakan terkait batas-batasnya.

“Apa pendapat kita Indonesia masih: hanya Palestina-lah satu-satunya yang boleh jadi negara diatas tanah perjanjian itu?,” tanya Jansen.

Menurut Jansen, menghilangkan Israel dari tanah tersebut saat ini, rasanya sudah tidak mungkin. Dia mencontohkan Israel, yang baru saja berdiri saat itu, hanya membutuhkan waktu 6 hari untuk mengalahkan Mesir. Padahal, Mesir merupakan negara yang memiliki puluhan kali lebih besar dan kuat dari Palestina, dan berada di bawah kepemimpinan yang paling kuat ketika itu yakni Gamal Abdul Naser.

Hal itu kemudian terulang lagi dalam perang “Yon Kippur” pada tahun 1973, yaitu perang antara Israel dengan koalisi Negara Arab yang terdiri dari Mesir, Suriah, Yordania. Setelah itu, sampai sekarang, mereka tidak berani lagi berperang, malah menjadi kawan dan berdamai.

Dengan fakta ini, tanya Jansen, apa masih mungkin mau menghilangkan Israel dari tanah itu, ketika mereka sekarang sudah bertambah kuat, mapan, stabil, kaya, ilmuwan tambah banyak, bahkan nuklir pun jangan-jangan sudah punya?

Apalagi saat ini Israel sudah mendapat banyak dukungan negara barat, beda dengan masa-masa awal negara tersebut didirikan yang kurang mendapat dukungan negara barat.

Jansen menambahkan sebelumnya Mesir yang merupakan lawan namun sekarang menjadi kawan Israel, kemudian Uni Emirat Arab, Yordania, Maroko, Bahrain, termasuk yang terakhir Turki di bawah Erdogan. “Itulah sebabnya mengapa orang Indonesia kalau mau ke Israel (untuk jiarah, dagang, belajar dll) ambil visa-nya ke negara-negara Arab itu,” ujarnya.

“Rasanya menghilangkan/mengusir Israel dari atas tanah itu sekarang sudah tidak mungkin lagi,” tambahnya.

Karena itu, menimbang berbagai realitas tersebut dan banyaknya negara Arab yang sudah berkawan dan berhubungan diplomatik dengan Israel, apakah sikap Bangsa Indonesia masih sama dengan pandangan tahun 1955?

“Pertanyaannya: dengan berbagai fakta dan perkembangan diatas, apa sikap kita Indonesia masih mau kita buat sama dgn pandangan tahun 1955? Yang terus dilanjutkan menjadi sikap kita sampai saat ini? Mari generasi kita menjawabnya,” ujar Jansen.

“Mari kita bahas, terbuka pandangan lain. Tapi dengan catatan jangan hanya sekadar menyampaikan: ‘konstitusi kita sudah menyatakan menghapus penjajahan diatas dunia’. Kalau ini ya tidak ada diskusi jadinya,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait