Bisnis

Rizal Ramli: Agar Bisa Jadi Negara Maju, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Harus 8 Persen

Oleh : very - Kamis, 24/08/2023 10:36 WIB

Rizal Ramli adalah mantan Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia (2000-2001) dan mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (2015-2016). (Foto: ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Presiden Joko Widodo dalam Pidato Kenegaraan Republik Indonesia pada 16 Agustus 2023 mengatakan bahwa dalam tempo beberapa tahun ke depan, Indonesia bisa masuk jajaran lima besar negara dengan pendapatan ekonomi terbesar dunia.

Untuk itu, kata Jokowi, Indonesia harus bisa memanfaatkan momentum usia “Indonesia Emas” pada tahun 2045 mendatang.

Karena itu, Indonesia harus mempunyai strategi. Salah satunya yaitu dengan memanfaatkan bonus demografi yang akan mencapai puncak di tahun 2030-an. Pada saat itu, penduduk produktif Indonesia mencapai 68%. “Disinilah kunci peningkatan produktivitas nasional kita,” ujar Presiden Jokowi.

Selain itu, kata Jokowi, pertumbuhan ekonomi juga harus terus dipompa dengan berbagai cara antara lain dengan terus melakukan hilirisasi.

“Indonesia harus menjadi negara yang juga mampu mengolah sumber dayanya, mampu memberikan nilai tambah dan menyejahterakan rakyatnya. Dan ini bisa kita lakukan melalui hilirisasi,” kata Jokowi.

Ekonom senior DR Rizal Ramli menegaskan bahwa Indonesia bisa mencapai negara besar, yaitu pada posisi lima besar dunia, jika pertumbuhan ekonominya mencapai 8 persen ke atas. Jika pertumbuhan ekonomi seperti saat ini, yang mencapai 5 persenan, Indonesia dipastikan tidak bisa mencapai posisi tersebut.

“Indonesia bermimpi untuk menjadi negara maju, hebat pada tahun 2040 tapi kemampuannya hanya maksimal 6 persen saja (pertumbuhan ekonomi, red.). Padahal untuk mencapai target itu, ekonomi perlu tumbuh 8 persen dan itu tidak mungkin Jokowi mencapai pertumbuhan tersebut,” ujar Tokoh Pergerakan itu di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Rizal Ramli mencontohkan negara Asia seperti Jepang yang memiliki pertumbuhan ekonomi double digit.

Mantan Menko Perekonomian itu mengatakan, salah satu penyebab ekonomi Indonesia tumbuh tidak lebih tinggi dari 6 persen itu disebabkan karena ketergantungan ekonomi pada utang.

“Jokowi tidak bisa tumbuhkan ekonomi Indonesia lebih dari 6% karena modal pembangunannya itu sangat bergantung kepada utang. Nah utang ini berfungsi sebagai rem otomatis. Begitu utangnya ketinggian karena besar maka pertumbuhan ekonominya akan distop,” ujarnya.

Mantan Menko Kemaritiman itu mengatakan, tahun ini Indonesia harus menyedot sebesar Rp400 triliun untuk membayar pokok utang dan Rp380 tirliun untuk membayar bunga. Karena itu, pemerintah harus membayar Rp780 triliun.

“Jumlah itu sepertiga dari ABPN dan merupakan pengeluaran yang paling besar dari anggaran pemerintah. Jadi, anggaran yang paling besar bukan dana pendidikan dan infrastruktur tapi adalah pengeluaran untuk membiayai utang kita,” ujar mantan Kepala Bulog tersebut.

Mantan penasihat fraksi ABRI di DPR/MPR RI itu mengatakan, untuk membayar utang tersebut, pemerintah menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dengan bunga yang lebih tinggi dari bunga bank. Karena itu, uang tersedot semua ke SUN.  

“Bunga untuk SUN itu 6 persen sementara bunga di bank mencapai 2,5 persen. Karena itu orang ramai-ramai membeli SUN. Itulah yang menjelaskan pada tahun 2021 lalu itu uang yang beredar di masyarakat itu negatif karena uang tersedot ke SUN. Karena itu,  utang itu memiliki rem otomatis untuk menahan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Strategi lain yang juga disorot oleh Bang RR adalah terkait peningkatan sumber daya manusia.

Presiden Jokowi mengatakan, pemerintah telah berhasil menurunkan angka stunting menjadi 21,6% di 2022. Pemerintah juga berhasil menaikkan Indeks Pembangunan Manusia menjadi 72,9 di 2022, menaikkan Indeks Pemberdayaan Gender menjadi 76,5 di 2022 dan menyiapkan anggaran perlindungan sosial total sebesar Rp 3.212 T dari thn 2015 – 2023.

Bang RR mengatakan, angka stunting yang tinggi tersebut merupakan beban bagi masyarakat. Padahal, katanya, untuk mengatasinya sangat sederhana, tidak perlu ‘roket sains’.

“Mengurangi angka stunting ini saja pemerintah gagal dan enggak bisa. Padahal kalau dibagi satu butir telur saja setiap hari kepada anak-anak di bawah umur 12 tahun dan diberikan susu kedelai ya selesai stunting itu,” ujarnya. ***

Artikel Terkait