Nasional

Hikmahanto: Etnis Rohingya Merupakan Pendatang Gelap, Bukan Pengungsi

Oleh : very - Senin, 11/12/2023 20:07 WIB

Pengungsi Rohingya. (Foto: Sektretaris Nasional ASEAN-Indonesia)

Jakarta, INDONEWS.ID -Gelombang etnis Rohingya yang berdatangan ke Indonesia melalui Aceh dengan menggunakan kapal-kapal laut oleh sejumlah pihak dan pejabat disebut sebagai pengungsi. Padahal sejatinya mereka adalah pendatang gelap.

Rektor Universitas Jenderal A. Yani, Hikmahanto Juwana mengatakan istilah pengungsi merupakan istilah hukum yang memiliki definisi tertentu.

“Bila menilik Pasal 1 huruf A.2 dari Kovensi Pengungsi 1951 di dalamanya Indonesia tidak meratifikasi namun diadopsi dalam Peraturan Presiden 125 Tahun 2016 maka pengungsi didefinisikan sebagai ‘orang yang disebabkan oleh ketakutan yang beralasan akan persekusi karena alasan-alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau opini politik, berada di luar negara kewarganegaraannya dan tidak dapat, atau karena ketakutan tersebut tidak mau memanfaatkan perlindungan negara itu, atau seorang yang tidak mempunyai kewarganegaraan dan karena berada di luar negara dimana ia sebelumnya biasanya bertempat tinggal, sebagai akibat peristiwa-peristiwa termaksud, tidak dapat atau, karena ketakutan tersebut, tidak mau kembali ke negara itu’,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Senin (11/12).

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan, orang-orang yang memasuki wilayah negara lain tidak serta merta bisa mendapatkan status atau dapat dikatakan sebagai pengungsi.

Mereka harus melalui verifikasi oleh UNHCR atau oleh otoritas keimigrasian dari wilayah negara yang dimasuki.

“Tujuan verifikasi ini adalah untuk memastikan orang yang datang tersebut memenuhi definisi Pasal 1 Konvensi Pengungsi, di samping memastikan mereka bukanlah orang yang ingin mencari penghidupan yang lebih baik dan tidak memiliki catatan kriminal di asal negaranya,” katanya.

Karena itu, katanya, menjadi pertanyaan adalah apakah para etnis Rohingya telah melalui verifikasi oleh UNHCR atau Ditjen Imigrasi sehingga mereka bisa dianggap sebagai pengungsi.

“Bila belum maka etnis Rohingya yang berdatangan ke Indonesia tidak dapat dikategorikan dan disebut sebagai pengungsi dan tidak bisa mendapatkan hak-haknya berdasarkan Konvensi Pengungsi atau Perpres 125,” ujarnya.

Hikmahanto mengatakan, etnis Rohingya bisa saja dikatagorikan sebagai pencari suaka namun demikian status ini pun perlu mendapat verifikasi dari Ditjen Imigrasi. Namun demikian  ketentuan tentang pencari suaka tidak diatur baik di Konvensi Pengungsi 1951 maupun Perpres 125.

Bila Ditjen Imigrasi tidak melakukan verifikasi, katanya, maka tidak akan diketahui secara jelas berapa etnis Rohingya yang saat ini telah berada di Indonesia.

Menurut Hikmahanto, bila menilik UU Keimigrasian khususnya Pasal 8 ayat 1 dan Pasal 9 ayat 1 maka etnis Rohingya harus dikatagorikan sebagai pendatang gelap.

Hal ini mengingat berdasarkan pasal-pasal tersebut orang yang masuk ke wilayah Indonesia harus memiliki buku paspor sebagai dokumen perjalanan dan masuk melalui pemeriksaan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.

Sebagai pendatang gelap, maka pemerintah Indonesia mempunyai hak untuk mengusir atau mendeportasi etnis Rohingya.

Pemerintah, katanya, tidak terikat dengan prinsip tidak boleh mengembalikan (refoulement) etnis Rohingya ke negara asalnya sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Konvensi Pengungsi 1951 mengingat para etnis Rohingya tidak berstatus sebagai pengungsi.

“Dalam Konvensi ditentukan hanya mereka yang berstatus pengungsi yang tidak diperbolehkan untuk dikembalikan ke negara asalnya,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait