Nasional

Buntut Serangan ke Palestina, Afrika Selatan Membawa Israel ke Mahkamah Internasional

Oleh : very - Minggu, 31/12/2023 17:11 WIB

Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional UI dan Rektor Universitas Jenderal A. Yani. (Foto: Pikiran Rakyat)

Jakarta, INDONEWS.ID - Baru-baru ini Afrika Selatan mengajukan gugatan terhadap Israel ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) atas kebiadaban terhadap masyarakat Palestina di Gaza.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana memberi beberapa cacatan dari gugatan tersebut.

Pertama, gugatan ini diajukan ke Mahkamah Internasional bukan ke Mahkamah Kejahatan Internasional (International Criminal Court/ICC).

“Beda ICJ dan ICC adalah ICJ memeriska dan mengadili sengketa antar negara. Sementara ICC memeriksa dan mengadili individu yang disangka melakukan pelanggaran HAM berat yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, kejahatan perang dan perang agresi,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (31/12).

Terkait serangan Israel ke Gaza, katanya, Presiden Erdogan dari Turki, misalnya berencana membawa PM Benjamin Netanyahu ke ICC meski Israel bukan negara peserta dari Statuta ICC.

Kedua, dasar hukum Afrika Selatan membawa Israel ke ICJ adalah Konvensi Genosida atau lengkapnya Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide dimana Afrika Selatan dan Israel adalah negara anggota.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Ukraina terhadap Rusia terkait perang di Ukraina. Terkait perkara ini hingga sekarang belum ada kemajuan mengingat Rusia tidak mau menghadirinya.

“Padahal yang diharapkan oleh Ukraina adalah dilaksanakannya permohonan atas putusan sela agar Rusia untuk menghentikan serangan ke Rusia,” ujar Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani tersebut.

Dalam Pasal 9 Konvensi ditentukan bahwa bila antar negara peserta memiliki sengketa maka diselesaikan melalui Mahkamah Internasional.

Inilah pasal yang digunakan oleh Afrika Selatan dan beberapa waktu lalu oleh Ukraina.

Catatan terakhir dalam konteks masyarakat internasional, katanya, lembaga peradilan kerap tidak efektif karena masalah penegakan terhadap putusan yang dibuat. Dalam masyarakat internasional tidak ada penegak hukum yang dapat memaksakan putusan.

Penegakan atas putusan kerap dilakukan dengan metode self help atau melaksanakan sendiri putusan terhadap negara yang dikalahkan karena tidak mematuhi.

“Bila ini yang berlaku tidak heran bila negara yang kuat akan sulit untuk mematuhi putusan lembaga peradilan internasional karena negara yang menang tidak mungkin melakukan self help,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait