Nasional

Presiden Jokowi Ikut Kampanye Prabowo- Gibran, Pertegas Politik Dinasti

Oleh : very - Kamis, 25/01/2024 10:28 WIB


Pengajar Fakultas Hukum Universitas Tama Jagakarsa, Jakarta, Dr. Edi Hardum, S.IP, SH, MH. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pasal 299 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang membolehkan seorang Presiden dan Wakil Presiden ikut berkampanye, jiwanya adalah untuk periode kedua masa jabatan seorang Presiden. Pasalnya penjabaran dari Pasal 7 UUD 1945 yang membolehkan seorang Presiden menjabat, hanya berlaku untuk dua periode.

Demikian ditegaskan pengajar Fakultas Hukum Universitas Tama Jagakarsa, Jakarta, Dr. Edi Hardum, S.IP, SH, MH, di Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Menurut Edi, Jokowi yang ikut mengkampanye Gibran sama dengan Jokowi mengkampanye  untuk menjadi tiga periode bagi dirinya. “Kalau Jokowi punya etika dia mundur dari kursi Presiden menangkan anaknya Gibran. Ikut kampanye, ajak Ibu Iriana dan semua anggota keluarga,” kata Advokat dari kantor Hukum “Edi Hardum and Partners” ini. 

Kalau Jokowi ikut kampanye untuk Gibran tanpa mundur dari kursi Presiden, tegas Edi, sebenarnya mempetegas politik dinasti. “Negara ini bukan milik keluarga.  Saya  yang ikut berjuang lahirnya Reformasi 1998, sedih dengan politik dinasti. Tentu, Founding Fathers menangis sedih di alam baka,” kata mantan anggota Senat Mahasiswa UGM ini.

Karena itu, Edi mendesak Jokowi segera mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI. Jabatan Presiden selanjutnya diemban Wapres KH. Ma’ruf Amin.

“Presiden harus mundur dari kursi Kepresidenan karena anak kandungnya Gibran Raka Buming Raka maju sebagai Cawapres Prabowo,” kata dia.

Dengan majunya Gibran maka apa pun kegiatan dan atau gerak gerik Jokowi dalam konteks Kepresidenan pasti: pertama, dimaknai oleh semua bawahan Presiden seperti para menteri, kepala badan bahkan pimpinan Polri  dan TNI serta BIN baik di pusat maupun di daerah sebagai kode atau tindakan mendukung pasangan Prabowo-Gibran.

“Memang Panglima dan Kapolri sudah berkali-kali mengatakan netral, tapi ada banyak dugaan keterlibatan oknum di lapangan, ya walaupun tanpa sepengetahuan atau aras perintah pimpinan mereka,” ujarnya.

Hal ini tentu terafirmasi dengan dugaan keterlibatan pimpinan TNI dan Polri serta Plt.Bupati, pimpinan kejaksaan di sebuah Kabupaten di Sumatera Utara.  “Sudah tersebar di tiktok rekaman suara seorang Kapolres yang intinya mendukung paslon 02. Kita berharap atas penjelasan resmi dari Kapolri atau minimal Kapolda Sumut soal ini”.

Kedua, apa pun kegiatan dan atau gerak gerik Jokowi dalam konteks Kepresidenan pasti dinilai oleh masyarakat sebagai bentuk dukungan dan kampanye untuk memenangkan pasangan Prabowo-Gibran. “Jangan salahkan masyarakat menuduh Jokowi tidak netral. Jokowi dituduh menggunakan jabatan Presiden dan Kepala Negara untuk memenangkan anaknya. Ini jangan tentunya,” katanya.

 

Pelanggaran Nyata

Yang parah lagi sebagaimana tersebar di medsos bahwa Jokowi mengatakan bahwa dirinya boleh-boleh saja memihak salah satu Paslon, yang terpenting tidak menggunakan fasilitas negara.

Pernyataan Jokowi ini harus ditentang karena tanpa menggunakan fasilitas negara, seorang Jokowi tidak bisa dipisahkan dirinya dengan jabatannya sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan. “Kalau Jokowi memihak dan ikut kampanye, mengapa tidak sekalian Panglima TNI dan Polri, Kepala BIN, Jaksa Agung dan semua jajaran mereka ke bawah serta seluruh ASN tidak boleh memilih dan ikut kampanye ? Sikap dan tindakan Jokowi sangat membahayakan demokrasi. Jokowi seharusnya belajar dari SBY yang jelang kekuasaannya tidak ikut campur dalam kontestasi”.

Untuk itu, Jokowi harus segera tanggalkan jabatannya sebagai Presiden. Dengan Jokowi mundur dari jabatannya maka Jokowi konsentrasi memenangkan Gibran. Jokowi jangan menggunakan jabatan Presiden dan Kepala Negara untuk memenangkan anaknya.

Selain Jokowi, yang harus mundur adalah Prabowo dan Mahdud MD serta semua menteri dari Parpol serta Menkominfo sebagai Ketua Projo. “Berikan semua jabatan menteri kepada orang-orang yang tidak terafiliasi kepada Parpol-Parpol pendukung tiga Paslon Capres/Cawapres. Ini demi menyelamatkan demokrasi Indonesia,” pungkasnya. ***

Artikel Lainnya