Nasional

Bansos Rusakkan Suara Hati

Oleh : Rikard Djegadut - Rabu, 07/02/2024 10:20 WIB

Oleh Dr Alexande Jebadu (Dosen Institut Filsafat & Teknologi Kreatif Ledalero)

Oini, INDONEWS.ID Pilihan politik pada dasarnya merupakan hak setiap warga negara. Dalam rangka pemilihan presiden RI tahun 2024 ini, tanpa peduli dengan prinsip ini, orang terjebak konflik karena beda pilihan. Setiap orang diharapkan harus pilih sesuai hati nurani. Orang yang membuat pilihan tidak sesuai hati nurani dicap bodoh. Apakah memang benar demikian?

Dalam opini ini akan ditunjukkan dengan jelas bahwa suara hati itu suci tapi ia bisa rusak termasuk saat ini oleh Bantuan Sosial (Basos) dari negara yang dibagikan Presiden Jokowi sendiri menjelang Pilpres dan hal itu secara moral dinilai buruk.

Nah, apa itu Suara Hati? Jawabannya gampang-gampang sulit. Suara Hati menurut moralitas Kristiani maupun menurut agama-agama lain seperti Islam adalah sebuah keputusan akal budi setelah orang mengerti apakah satu perbuatan konkret yang ia rencanakan, sedang ia laksanakan, atau sudah ia laksanakan itu “baik” atau “burul” secara moral.

Apa itu moral? Moral berasal dari kata bahasa Latin “mos” (singular) dan “mores” (plural) yang artinya tata cara, aturan, hukum, norma, adat istiadat atau susila. Lalu kata itu menjadi “moral” yang bisa dipakai sebagai kata benda atau kata sifat. Sehingga orang yang disebut orang bermoral adalah orang yang tahu, taat dan mau laksanakan adat, aturan, hukum atau undang- undang.

Sebaliknya, orang yang tidak taat dan tidak laksanakan hukum adalah orang tidak bermoral. Atas dasar itu, semua orang yang dalam rangka kampanye pilpres tahun 2024 ini bekerjasama dengan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memanipulasi UU Pemilu untuk loloskan anak Jokowi yang tidak memenuhi syarat umur adalah contoh orang-orang yang tidak bermoral.

Nah kembali ke hal dasar tentang moral. Moral itu pada intinya menyangkut hal “baik” (good) vs hal “buruk” (evil) atau menyangkut “benar” (right) vs hal “salah” (wrong). Pada prinsipnya, hal baik saya harus lakukan kalau saya mau jadi orang baik dan hal buruk saya tidak boleh lakukan kalau sy tdk mau jadi orang buruk.

Nah, kembali ke Suara Hati. Supaya suara hati terbentuk dan berfungsi, maka ia harus terlebih dahulu dibekali sejumlah “pengetahuan” (knowledge) tentang suatu hal apakah hal yang ia mau lakukan itu “baik” atau “buruk”. Syarat miliki “pengetahuan” menjadi sebab mengapa Suara Hati dalam bahasa Inggris menggunakan istilah “Conscience” dari kata “Con + Science” atau “with + Knowledge” yang artinya “dengan pengetahuan”.

Kata Inggris ini berasal bahasa Latin “Conscientia” dari “Con” (dengan) + “Scientia” (pengetahuan) yang artinya “dengan pengetahuan” (dari kata kerja Latin “scire” yang artinya mengetahui). Oleh karena itu, hanya orang dewasa yang mempunyai Suara Hati karena hanya orang dewasa yg sudah mempunyai pengetahuan (knowledge) akan apa yang “baik” (yang harus dilakukan) dan apa yang “buruk” (yang tidak boleh dilakukan).

Nah kapan saya lakukan sesuatu sesuai Hati Nurani dan kapan saya melawan hati nurani saya? Contohnya adalah dalam rangka pemilihan Presiden RI saat ini saya mempunyai sejumlah pengetahuan sebagai berikut.

Pertama, Capres 01 itu pintar ngomong. Ini sangat baik. Tapi prestasi sebagai Gubernur DKI tidak memuaskan. Ia diusung PKS dengan masa pendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) & Front Pembela Islam (FPI) yang mati suri. HTI gerakan Islam transnasional yang menghendaki khilafah secara global.

Dengan sendirinya, kelompok ini ingin hapus tiga pilar NKRI yaitu Pancasila, UUD45 dan semboyan keberanekaan Bhineka Tunggal Ika & kalua berhasil mau ganti semua UU dengan ayat Quran, semua budaya non Arab dianggap kafir, presiden perempuan seperti Megawati dulu itu haram dan bahkan dianggap malapetaka, hormat bendera dianggap berhala. Semua hal ini sangat berbahaya keberlangsung NKRI dengan segala bangunan peradabannya.

Kedua, Capres 02 itu sangat nasionalis. Ia diusung 3 parpol nasionalis yaitu Golkar, Gerindra dan Demokrat. Ia setia pada Pancasila, UUD45 dan Bhineka Tunggal Ika sebagai pilar NKRI. Ini semua sangat baik. Tapi Capres )2 sudah gagal tiga kali jadi presiden, sudah tua (72 tahun), sudah sakit-sakit, jalan pincang, diberitakan sudah beberapa kali stroke ringan, masa silam kelam, pelanggar HAM berat sehubungan dengan Tregedi Mei 1998, pencalonan calon wakilnya Gibran dibuat dengan melanggar hukum dalam kerjasama dengan Hakim Konstitusi yang adalah om kandung dari cawapres Gibran sendiri. Semua hal ini buruk dan preseden tidak baik ke depan untuk NKRI sebagai negara hokum.

Ketiga, semua “malum” (Latin) atau keburukan yang ada pada No 01 dan No 02 di atas tidak ada pada Capres 03. Maka, sebagai orang yang mempunyai pengetahuan tentang tingkatan “baik” dan “buruk” ketiga Capres di atas, Suara Hati saya mengatakan bahwa pilihan yang baik adalah Capres 03.Nah, kalau saya tetap pilih 01 atau 02, maka pada saat itulah saya melawan Suara Hati saya. Karena suara hati saya mengatakan bahwa 03 tidak mempunyai keburukan bagi NKRI seperti yang ada pada 01 dan 02.

Lalu apakah para pemilih di kampung-kampung atau para generasi Z yang lahir kemarin sesudah tahun 2000 yang, misalnya, dukung 02, melawan Suara Hati mereka? Jawabannya: tidak. Mereka tidak salah dan tidak sedang melawan Suara Hati mereka. Mengapa? Karena kebanyakan orang di kampung dan generasi z tidak mempunyai cukup pengetahuan tentang kehidupan Capres

Kedua, mereka mereka tidak tahu pelanggaran HAM beratnya. Mereka tidak tahu tragedi Mei 1998 itu seperti apa. Mereka juga tidak bisa dianggap bodoh. Mereka hanya “tidak tahu” ketidaktahuan ini yang dalam bahasa Latin disebut “Ignorantia” atau “ignorance” (Inggris) yang artinya “ketidaktahuan dan ketidaktahuan tidak sama dengan kebodohan.

Nah ketidaktahuan kebanyakan warga di kampung dan generasi Z ini yang perlu dibantu oleh orang yg lebih tahu tentang calon-calon Capres-cawapres. Tujuannya, supaya mereka juga tahu dan pengetahuan itu menjadi dasar untuk memilih calon capres-cawapres yang baik. Dan pilihan yang baik dan benar itulah yang disebut pilihan bermoral yang sesuai dengan Suara Hati yang suci.

Apakah Suara Hati saya bisa rusak? Jawabannya: Ya. Misalnya saya sadah tahu keburukan Capres 02, tapi karena saya terima bansos 1 karung beras via ayah dari Cawapres dari Capres 02, saya merasa berhutang budi dan saya tetap pilih 02. Saya tahu keburukan dari hal yang saya pilih ini tapi saya tutup mata. Mengapa? Ya, karena suara hati suci saya sudah dikacaukan dan dirusakkan oleh bansos 1 karung beras tadi.

Nah, dalam situasi ini, pembagian Bansos oleh Presiden Jokowi saat ini bisa dinilai tidak bermoral karena ia merusakan Hati Nurani rakyat. Selain itu, Bangsos bukan pakai uang pribadi Presideb Jokowi. Bansos BANSOS itu pakai APBN yang adalah uang milik rakyat dari pajak keringat rakyat lalu dibagi kepada rakyat miskin.

Akibat mereka berhutang budi secara semu pada presiden sebagai penyalurnya lalu mereka terpasaka balas dengan pilih anaknya Gibran jadi wapres negara gede NKRI. Ini secara moral dan buruk dan keburukan ini yang dicela forum para Profesor dan dosen-dosen Universitas di seluruh Indonesia saat ini. Mereka berteriak untuk selamatkan Negara ini dari keburukan. Merdeka.@@

Artikel Terkait