Nasional

Depresi pada PPDS Indonesia dan Negara Lain, Bagaimana Cara Menanganinya?

Oleh : very - Selasa, 16/04/2024 14:35 WIB

Prof Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Data yang dibeberkan Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa 22.4% peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) Indonesia mengalami gejala depresi. 

Depresi pada PPDS di luar negeri angkanya lebih tinggi, rata-rata 28.8%, dengan kisaran antara 20.9% sampai 43.2%, ini berdasar berbagai penelitian PPDS di berbagai tempat di luar negeri.

Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, Prof Tjandra Yoga Aditama melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (16/4) mengatakan, ada lima tindak lanjut yang perlu dilakukan sehubungan data Kementerian Kesehatan tersebut.

Pertama, seperti sudah disampaikan terdahulu maka untuk lebih menjelaskannya lagi maka perlu skrining dengan metode serupa pada berbagai jenis program pendidikan yang ada dan juga masyarakat umum.

“Ini adalah tindak lanjut pertama yang perlu dilakukan. Apalagi belakangan memang banyak disebut kenaikan angka depresi di negara kita dan juga di dunia,” ujarnya.

Kedua, perlu diketahui bahwa survei Kemenkes ini adalah berdasar metode skrining massal, yang tentunya perlu diverifikasi dengan diagnosis yang pasti. Caranya antara lain berdasarkan gejala dan evaluasi psikologis, seperti suasana hati, nafsu makan, pola tidur, tingkatan aktivitas pikiran. Untuk menghindari kemungkinan penyakit lain, tenaga medis juga mungkin akan melakukan pemeriksaan fisik dan melakukan tes darah dll.

Ketiga, prinsip dasar ilmu kedokteran adalah mengobati berdasar diagnosis yang jelas. Jadi ada tidaknya depresi pada PPDS (atau siapapun) perlu di diagnosis oleh pakarnya, yaitu dokter jiwa, atau mungkin psikolog atau mungkin juga dokter dan petugas kesehatan lain yang kompeten, jadi tidak hanya berdasar jawaban pertanyaan skrining masal saja, perlu pemeriksaan rinci selanjutnya.

Karena PPDS ini ada di RS Vertikal Kemenkes maka di RS2 itu tentu ada pelayanan kesehatan jiwa yang lengkap, sehingga diagnosis pasti dapat ditegakkan sesuai kaidah ilmu yang baik.

Keempat, kalau memang ada gangguan depresi dengan berbagai tingkatannya maka para petugas kesehatan jiwa sudah amat menguasai cara penanganannya. Ingat, gangguan kesehatan mental secara umum adalah luas dan cukup banyak pasiennya dan dengan derajat yang berbeda-beda tentunya.

“Kalau ada depresi dan lain-lain pada PPDS dan juga masyarakat pada umumnya maka silahkan konsultasikan pada petugas kesehatan jiwa yang kompeten (yang dulunya juga tentu pernah jadi PPDS),” katanya.

Kelima, selain itu pemerintah juga perlu memberi sarana dan kemudahan agar para PPDS dapat menjalankan pendidikannya dengan baik. “Ingat, tenaga dokter dan dokter spesialis amat dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan kita,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait