
Jakarta, INDONEWS.ID - Pengelolaan limbah B3, baik di lokasi tambang Batubara, perkebunan sawit maupun di rumah sakit belum dianggap sebagai persoalan penting. Padahal, limbah berbahaya ini akan memberi dampak seperti menyebabkan pencemaran air yang dapat mengancam kehidupan akuatik, mempengaruhi kualitas udara yang kita hirup setiap hari, serta meracuni tanah yang seharusnya subur untuk pertanian.
Tak hanya itu, limbah B3 juga memberikan ancaman yang tidak terlihat secara langsung kepada kesehatan manusia. Paparan terus-menerus terhadap bahan-bahan beracun ini dapat menyebabkan berbagai penyakit serius, seperti kanker, gangguan sistem reproduksi, dan kerusakan organ dalam yang tak tersembuhkan.
Oleh karena itu, para penanggung jawab pengelolaan limbah diminta untuk bekerja sesuai regulasi yang sudah diatur pemerintah.
Baru-baru ini, di Kabupaten Malinau aparat penegak hukum harus turun tangan menyikapi laporan masyarakat. Buntutnya, para penanggung jawab pengelolaan limbah, pimpinan hingga pemilik perusahaan digelandang ke Jakarta.
Menurut dr. Andarias Baso, M. Kes., yang pernah terlibat dalam Tim BLH yang mengawasi limbah perusahaan tambang, hal yang terjadi di Malinau itu bisa juga terjadi di Kabupaten Berau.
“Kejadian serupa bisa saja terjadi (di Kabupaten Berau, red.) sebab dulu ketika kami melakukan pengawasan, kami langsung memberi masukan-masukan, tinggal tergangtung pihak perusahaan, apakah mereka menindaklanjuti masukan yang diberikan atau dianggap angin lalu,” ujarnya menjawab pertanyaan wartawan pada Kamis (2/1/2025) .
Ketua Gibran Center Kabupaten Berau itu mengatakan, saat dipertanyakan terkait limbah berbahaya di RS, dirinya pernah mengingatkan agar para produsen limbah berbahaya termasuk pihak RSUD dr. Abdul Rivai dan RSUD Talisayan agar memperhatikan pengelolaan limbah padat dan limbah cair yang diproduksi.
“Misalkan ada IPAL tetapi tidak memenuhi aturan sehingga hasil akhirnya belum memenuhi syarat untuk dialirkan di drainase umum,” ujarnya.
Demikian juga, Limbah B3 tidak cukup hanya kerja sama atau kontrak pihak ketiga tetapi sangat perlu diperhatikan rumah sakit (RS) mulai dari Perencanaan, Penyimpanan – penyimpanan B3 sesuai dengan Permenkes RI Nomor 66 Tahun 2016 - Pemanfaatan, Manajemen serta Pengelolaan Limbah B3 di RS, apakah sudah mengacu pada PPRI Nomor 74.
“Saya termasuk tim saya telah beberapa kali memantau langsung ke RS, terkait aktivitas pengelolaan limbah di RS termasuk aktivitas pembangunan gedung baru UGD yang mulai pelelangannya dan penyiapan biaya patut diduga ada masalah,” katanya.
Ditanya apa saja yang dilakukannya selaku Ketua Gibran Center Kabupaten Berau, dia menjawab bahwa dirinya selalu memantau aktivitas yang terjadi di Kabupaten Berau dan akan melakukan kritikan jika aktivitas tersebut merugikan atau membahayakan masyarakat.
“Bahkan kami tidak segan-segan melaporkan ke Jakarta termasuk ke aparat jika ada aktivitas yang melanggar hokum,” pungkasnya. *