
Depok, INDONEWS.ID - Warga Perumahan Pesona Depok II Estate, Rukun Warga (RW) 26, Kelurahan Mekarjaya, menolak pembangunan 10 juta liter air minum milik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di tempat tersebut.
“Saya ingin menyampaikan aspirasi, suasana hati, dan gerakan warga RW 26, Kelurahan Mekarjaya, Perumahan Pesona Depok II Estate. Gerakan masyarakat bawah ini sudah berlangsung sejak tahun 2020 sampai sekarang dengan penolakan dari warga terdampak pembangunan 10 juta liter watertank, yang sebelumnya merencanakan lebih besar,” ujar Didik J Rachbini, dan segenap warga RW 026, Pesona Depok II dalam aksinya pada Selasa (11/3).
Prof Didik yang juga Rektor Universitas Paramadina itu mengatakan, keberadaan watertank tersebut sudah ditolak warga karena merugikan dan menimbulkan ketakutan serta keresahan karena membahayakan nyawa. Pasalnya, keberadannya PDAM tersebut tepat berada di tengah pemukiman padat.
Menurutnya, aksis tersebut mengambil momentum sidak dari Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok yang dilakukan pada hari ini, Selasa (11/3) pukul 08.30 WIB. Dia menambahkan, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, juga hadir sekitar pukul 13.00 WIB di Depok.
Dia mengatakan, warga terdampak menginginkan agar bangunan water tank 10 juta liter air tersebut direlokasi. “Proyek ini diperkirakan menghabiskan dana setengah triliun rupiah dan ada indikasi kuat korupsi pemerintahan sebelumnya. Tetapi setelah 4 tahun vakum karena ditolak warga, proyek ini akan dilakukan lagi dengan kondisi bangunan sudah semakin miring,” ujarnya.
Hasil analisis teknis dari Lemtek Universitas Indonesia (UI) menemukan banyak cacat teknis yang serius pada desain, jenis tanah dan konstruksi bahkan garis sepadan watertank tersebut. Pekerjaan perkuatan struktur terhadap watertank, katanya, wajib melibatkan warga terdampak untuk keamanan, kenyamanan dan keselamatan warga.
Adapun cacat teknis berdasarkan analisa Lemtek UI terhadap watertank yang mulai berdiri di tahun 2022 itu, menyebabkan tanah longsor, dan banjir lumpur ke komplek rumah warga.
Hasil Analisa Lemtek UI
Prof Didik mengatakan, ada sejumlah catatan penolakan pekerjaan perkuatan stuktur watertank 10 juta liter air berdasarkan hasil Lemtek UI.
Pertama, detail desain enginering yang telah disusun untuk proyek tersebut cacat dan tidak memenuhi standard keamanan dan keselamatan dan kemudian diadakan pekerjaan perkuatan struktur dengan DED baru tanpa melibatkan warga terdampak. Hal ini, katanya, meyebabkan warga terdampak hilang kepercayaan kepada PDAM.
Kedua, akan sulit melakukan pekerjaan memperkuat struktur watertank karena saat ini watertank mengalami penambahan kemiring ke arah perumahan komplek Pesona Depok Estate II walaupun belum diisi air. Ini disebabkan karena jenis tanah tempat berdirinya watertank raksasa berkapisitas 10 juta liter air tersebut. Jika hujan akan berubah menjadi cly dan jika musim panas akan kering dan ini yang menyebabkan ketika dicoba diisi air sedikit saja mengalami pemadatan yang tidak seimbang atau merata akibat watertank berdiri tidak di kedalaman virgin soil. Hal ini akhirnya mengakibatkan retak pada stuktur bangunan dan kemiringan watertank ke arah pemukiman warga terdampak.
Ketiga, posisi watertank di atas atap perumahan warga terdampak karena tanah perumahan warga terdampak di bawah lokasi watertank dan garis sepandan yang hanya berjarak 6-7m saja dengan watertank 10 juta liter air.
Keempat, dengan jenis tanah yang sudah dijelaskan diatas dan lokasi watertank di atas atap perumahan, maka warga terdampak menolak dengan logika sehat. ”Kami akan sulit untuk PDAM melakukan penguatan karena setiap musim akan ada perubahan sifat tanah yang akan mengakibat posisi watertank akan mengalami kemiringan, hanya menunggu waktu saya watertank tersebut akan mengalami tragedy yang berdampak kerugian materi dan nyawa,” ujarnya.
Kelima, perumahan telah ada sebelum PDAM membangun watertank. ”Dengan kekuasaan pemerintah Depok dalam hal ini adalah PDAM dan Pemkot melakukan pembangunan dengan angkuh tanpa memikirkan hak hak warga terdampak dan mengakibatkan kerugian yang di PDAM dan Pemkot yang ciptakan, membangun atas nama kebutuhan air bagi masyarakat tanpa melihat banyak aspek di antara adalah dampak lingkungan yang sudah dirasakan akibat berkurangnya penyerapan air yang menimbulkan longsor serta tembok jebol di komplek perumahan kami,” katanya.
Prof Didik mengatakan, warga terdampak sebenarnya tidak pernah menghalangi pembangunan tersebut. Pembangunan harus bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Namun ada cara-cara yang sesui norma dan adab yang benar.
Dia mengingatkan bahwa watertank terbangun dari hasil uang pajak masyarakat. Karena itu, warga terdampak meminta Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi dan Wali Kota Depok untuk segera menghentikan pekerjaan penguatan struktur dan merelokasi ke tempat lain.
”Juga tidak kalah penting memeriksa proyek berbiaya setengah triun tersebut, yang lebih penting dialihkan untuk pendidikan atau MBG,” pungkasnya. *