
Jakarta, INDONEWS.ID – Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengungkapkan adanya kekhawatiran dari Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, terkait potensi penyalahgunaan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset oleh aparat penegak hukum.
Dalam wawancaranya di program Gaspol! Kompas.com, Mahfud bercerita mengenai pertemuannya dengan Megawati yang menilai substansi RUU tersebut penting, namun berpotensi disalahgunakan jika diberlakukan dalam situasi hukum saat ini.
"Bu Mega bilang, `Kami setuju Undang-Undang Perampasan Aset, bagus. Tapi kalau sekarang diberlakukan, bisa terjadi korupsi lebih besar. Polisi dan jaksa bisa memeras orang agar tidak disita asetnya, diberi surat bersih tapi harus bayar,`" kata Mahfud, dikutip Selasa (13/5/2025).
Mahfud menambahkan, penolakan atau penundaan pembahasan RUU ini kemungkinan tidak sepenuhnya karena alasan administratif, melainkan ada nuansa politik di baliknya. Ia menyinggung respons Ketua Komisi III DPR saat itu, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul, yang secara sarkastik menyebut DPR sebagai "korea".
"Mungkin gurauan, tapi ada makna. Kata Pak Bambang, `Kalau pemerintah mau, jangan ke kami. Kami ini kan korea, ke sana,’” ujar Mahfud, tanpa menjelaskan secara rinci maksud istilah tersebut.
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto telah secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap RUU Perampasan Aset. Dalam pidatonya saat peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025), Prabowo menegaskan pentingnya RUU ini untuk mendukung pemberantasan korupsi.
"Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Saya mendukung!" seru Prabowo di hadapan ratusan ribu buruh yang memadati Lapangan Monas. Ia pun mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus melawan praktik korupsi di Indonesia.
Di sisi lain, anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengungkapkan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset baru akan dilakukan pada tahun 2026. Menurutnya, saat ini Komisi III masih fokus pada revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Mudah-mudahan setelah KUHAP selesai, kita akan masuk ke RUU Perampasan Aset," kata Nasir.
Sebagai informasi, RUU Perampasan Aset telah diusulkan oleh pemerintah sejak tahun 2012, setelah PPATK melakukan kajian sejak 2008. Pemerintah juga telah mengirim surat presiden (surpres) ke DPR pada 4 Mei 2023. Namun hingga akhir masa sidang DPR periode 2019–2024, pembahasan resmi RUU ini belum juga dimulai.