
Jakarta, INDONEWS.ID - Prof. Dr. Nurliah Nurdin, MA., Direktur Politeknik STIA LAN Jakarta, hari ini mendapat kehormatan sebagai Narasumber dalam Seminar bergengsi IFUTURE@UUM yang diselenggarakan di Universiti Utara Malaysia (UUM).
Undangan menjadi pembicara datang dari Prof. Dr. Ahmad Martadha Mohamed, seorang akademisi yang juga merupakan kolega lama Prof. Dr. Nurliah Nurdin sejak di Kemendagri.
Seminar yang dihadiri oleh para pemimpin muda dan akademisi di seluruh kawasan ASEAN ini menyoroti strategi kepemimpinan transformatif dalam menghadapi ketidakpastian global—sebuah bidang yang secara konsisten dikontribusikan Prof. Nurliah melalui perannya sebagai pemimpin akademis, kelembagaan, dan komunitas.
Dengan membawakan presentasi yang berjudul “Global Perspective on Leadership; From Village to The World”. Prof. Nurliah mengutarakan pentingnya model yang digerakkan oleh komunitas dan cultural intelligence dalam membentuk generasi pemimpin yang beretika, inklusif, dan antisipatif.
Pembicaraannya menggunakan data empiris dan studi kasus di seluruh Asia Tenggara, termasuk keberhasilan pembangunan berbasis desa di Indonesia seperti Pujon Kidul. Bagaimana desa tersebut bisa berhasil melalui kepemimpinannya? Dengan rencana strategis, mobilisasi komunitas, implementasi, peningkatan kapasitas, keberlanjutan dan skalabilitas.
Laporan analisisnya menunjukkan pentingnya strategi Asia Tenggara dengan populasi yang mencapai 680 juta orang (2024), dimana sebagiannya tinggal di wilayah perkotaan, 60% populasinya berumur di bawah 35 tahun.
Selain itu, Prof. Nurliah juga menjelaskan pengembangan kepemimpinan dengan model kepemimpinan yang berbeda-beda dari setiap pemimpin. Data empiris menampilkan peningkatan komitmen Asia Tenggara terhadap pengembangan kepemimpinan terstruktur melalui program-program nasional yang disesuaikan dengan prioritas strategis masing-masing negara.
Sementara itu, Indeks Gaya Kepemimpinan mengungkapkan variasi signifikan dalam preferensi tata kelola. Negara seperti Singapura dan Malaysia menunjukkan kecenderungan yang lebih kuat terhadap kepemimpinan demokratis (masing-masing 80% dan 66%), sedangkan Vietnam lebih condong ke arah otoriterisme (61%).
Di paparan lainnya, Prof. Nurliah menjelaskan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kepemimpinan adalah kepemimpinan dari dasar hingga kepemimpinan global. Diperlukan pemikiran visioner, kecerdasan budaya, jaringan strategis, bahasa dan komunikasi, perilaku etis yang konsisten.
Prof. Nurliah juga menambahkan prinsip spirit guardian bahwa hidup ini singkat, mari kita hitung kepemimpinan sebagai amanah dan sedekah jariyah, menjalankan kepemimpinan dengan harapan akan adanya kebijaksanaan dan keikhlasan di dalam diri.
Sedangkan untuk mahasiswa, Prof. Nurliah menyarankan untuk dimulai dari hal-hal kecil seperti: Berpikir besar, bergabung dengan tim inisiatif kampus yang memiliki nilai-nilai global, melakukan publikasi dalam bahasa Inggris, bisa berupa proyek di blog, jurnal/forum internasional.
Ikut serta dalam simulasi Model PBB, KTT Pemuda ASEAN, atau kamp pelatihan SDGs. Refleksi Berbasis Iman, menggunakan doa dan kontemplasi harian sebagai kepemimpinan diri untuk menumbuhkan kekuatan batin. Yang terakhir, belajar dari mentor, mengikuti tokoh-tokoh gabungan dari lokal maupun global yang berdampak internasional.
Mengakhiri paparannya, Prof. Nurliah menerangkan rekomendasi strategis yang dapat diambil untuk menguatkan kepemimpinan, dimulai dari lokal hingga global. Yakni, menanamkan kearifan lokal dalam pelatihan kepemimpinan, memperkuat tata kelola desa secara digital, menggunakan perangkat tata kelola antisipatif, dan unit antikorupsi yang terdesentralisasi.
Juga membentuk unit kepemimpinan berwawasan ke depan dalam layanan publik di seluruh ASEAN, di luar Singapura, berinvestasi dalam kapasitas adaptif, membuat simulasi lintas sektor untuk kepemimpinan krisis dan perubahan. Mendorong kurikulum kepemimpinan yang etis dan inklusif dalam layanan sipil dan pendidikan tinggi.
Rekomendasi strategis berikutnya adalah memanfaatkan gerakan kepemimpinan pemuda melalui platform digital dan model tata kelola kolaboratif. Terakhir, melakukan kolaborasi regional, lembaga kepemimpinan ASEAN untuk pelatihan bersama dan berbagi pengetahuan.
Meskipun kehadirannya singkat di Malaysia, Prof. Nurliah meninggalkan kesan yang kuat. Kehadirannya menggarisbawahi kolaborasi yang berkembang antara lembaga akademis Indonesia dan Malaysia dalam mengembangkan kapasitas kepemimpinan dan membina solidaritas regional.
“Masa depan kita bukan hanya milik yang terkuat, tetapi juga yang paling siap,” katanya saat menutup acara, mendesak para pemimpin muda untuk menjunjung tinggi integritas, pandangan ke depan, dan kemampuan beradaptasi.
Menunjukkan komitmen yang teguh terhadap tanggung jawab nasionalnya, Prof. Nurliah kembali ke Jakarta pada hari yang sama untuk melanjutkan pelathannya sebagai peserta Pendidikan Pemantapan Pimpinan Nasional (P3N) angkatan XXV di Lembaga Ketahanan Nasional Indonesia (Lemhannas RI).
Peran gandanya baik sebagai pemimpin pemikiran internasional maupun peserta nasional yang berkomitmen mencontohkan keseimbangan yang ia advokasikan antara tugas lokal dan visi global. Berpartisipasi dalam pendidikan kepemimpinan nasional di Lemhannas RI bukan hanya sebuah tanggung jawab, tetapi juga sebuah kehormatan tersendiri bagi Prof. Nurliah.
Program P3N Lemhannas RI yang tengah diikutinya merupakan wadah strategis dalam membentuk pemimpin bangsa yang visioner, tangguh, dan berintegritas.
Oleh karena itu, izin khusus yang diberikan oleh Gubernur Lemhannas kepada Prof. Nurliah untuk memenuhi undangan sebagai Narasumber di IFUTURE@UUM menjadi bukti kepercayaan tinggi terhadap relevansi dan kontribusi pemikirannya dalam pendidikan kepemimpinan.
Materi yang ia sampaikan di UUM sangat selaras dengan nilai-nilai yang didorong oleh Lemhannas, khususnya dalam hal transformasi kepemimpinan, etika publik, serta kepemimpinan berbasis nilai kebangsaan dan global.
Kontribusinya terhadap IFUTURE@UUM sejalan dengan keterlibatan akademis dan kepemimpinannya yang luas dengan berbagai lembaga, termasuk Northern Illinois University, Santa Catarina State, dan Inha University.
Sebagai profesor ilmu politik, ia terus membentuk wacana kepemimpinan publik tidak hanya melalui ceramah dan publikasi, tetapi juga melalui tindakan lintas batas.
Kehadiran Prof. Nurliah di Seminar IFUTURE@UUM menjadi inspirasi bagi para profesional muda dan pembuat kebijakan menegaskan bahwa kepemimpinan yang berdampak dimulai dengan nilai-nilai yang mengakar dan diperkuat oleh kolaborasi global.*