Nasional

Didik J Rachbini: Relawan yang Ikut Mengelola Kekuasaan Merusak Sistem Demokrasi

Oleh : very - Minggu, 10/08/2025 11:33 WIB


Didik J Rachbini, ekonom senior INDEF, dan Guru Besar Universitas Paramadina. (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Relawan sebagai bagian dari proses kampanye pemilihan umum merupakan pelengkap dan tidak terlalu penting di dalam demokrasi.

Betapa tidak, metode kampanye zaman modern sudah lebih beradab yaitu menggunakan teknologi, telivisi, berbagai sarana iklan dan melalui media sosial.  

Dalam demokrasi modern seperti pemilu legislatif di Jepang, yang dominan dilakukan adalah menggunakan kampanye melalui poster di tempat yang teratur dan terbatas.

Setelah proses pemilihan umum selesai, dan presiden sudah terpilih, maka unsur-unsur demokrasi formal yang seharusnya bekerja. Pemerintahan berdasarkan konstitusi berjalan dengan pilarnya, baik pemerintah eksekutif, parlemen legislatif dan lembaga hukum yudikatif. 

”Keseimbangan ketiga lembaga ini adalah model dan sistem yang dipraktekkan dalam menjalankan demokrasi modern, dan kekuasaan legal berdasarkan konstitusi.  Jika ada kekuasaan lain yang menjadi bayang-bayang masuk ke dalam sistem ini dan ikut mengelola kekuasaan, maka sistem demokrasi rusak, seperti terjadi selama ini,” ujar Rektor Universitas Paramadina Didik J. Rachbini dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Minggu (10/11/2025).

Didik mengatakan, pasca-pemilu usai, tidak ada lagi unsur-unsur dan lembaga ekstra demokrasi yang dijejalkan masuk ke dalam sistem dan bekerja menekan lembaga-lembaga formal yang sudah ada. 

Ekonom senior ini mengungkapkan, interaksi presiden terpilih dengan lembaga ekstra demokrasi ini menjadi dominan terjadi karena ada sejarah keterpilihan presiden yang berasal dari dukungan sumberdaya politik relawan ini. 

”Karena relasi kuasa yang kemudian maka sistem pemerintahan menjadi limbung kacau dan terganggu.  Parlemen dilemahkan dan lembaga hukum dipakai sebagai alat politik,” ujarnya. 

Di masa pemerintahan Jokowi, kata Didik, lembaga ekstra demokrasi dari organisasi relawan seperti Projo berfungsi mendistorsi demokrasi dan menjadikan sistem demokrasi keropos dan terdegradasi.  Inilah yang terjadi pada masa pemerintahan Jokowi.

Akhir-akhir ini, kata Didid, relawan politik akan terus dihidupkan dan bergerak melipir ke arah Prabowo Subianto. ”Jika ini terjadi, maka pemerintahan Prabowo akan tertular dan terjangkiti hama demokrasi Projo.  Ini akan berat bagi masa depan demokrasi kita.  Karena itu, pemerintahan Prabowo sebaiknya tidak menerima tawaran Projo untuk bergabung ke dalam pemerintahan karena akan menjadi penyakit demokrasi,” imbau Didik.

Didik mengatakan, semua pihak perlu melakukan kritik terhadap relawan yang bekerja di dalam pemerintahan Jokowi selama ini. Relawan politik pada dasarnya adalah instrumen mobilisasi dukungan saat kampanye, bukan entitas permanen yang memiliki peran formal di dalam tata kelola negara.

Dalam demokrasi modern, begitu pemilu selesai dan pemerintahan terbentuk, semua fungsi politik seharusnya dijalankan oleh lembaga resmi yang diatur oleh konstitusi: eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

”Jika organisasi relawan dihidupkan di dalam pemerintahan, maka organisasi ini akan menjadi entitas ekstra, berada di bawah karpet. Peranannya seperti hama, yang merusak sistem dan memang tidak perlu ada di dalam pemerintahan Prabowo agar tidak tertular penyakit demokrasi selama ini,” katanya.

Didik menambahkan, demokrasi di negeri ini akan lebih sehat jika terhindar dari bayang-bayang ektra legal ini, yang dalam pengalaman kita menghantui pemerintahan yang konstitusional. 

 

Gerogoti Demokrasi

Didik menyarankan, karena jaringannya sudah luas, maka Projo sebaiknya mendukung demokrasi dengan menjadikan dirinya sebagai partai, yang formal, legal dan diakui oleh konstitusi.

”Projo jangan menjadi ’alap-alap’ dan hama demokrasi yang hidup di bawah karpet dan terus menggerogoti demokrasi.  Inisitif untuk masuk ke dalam pemerintahan menjadi indikasi akan mengulangi lagi praktek-praktek membusukkan demokrasi dari dalam,” katanya.  

Menurut Didik, Indonesia pada masa pemerintahan Jokowi, relawan ini terus hidup dan berfungsi secara politik dan  menjadi entitas politik permanen selama 10 tahun. Mereka  tidak memiliki legitimasi hukum maupun mandat konstitusional, namun menjalankan fungsi politik dan kekuasaan karena menguasai akses ke presiden. Tidak hanya itu, relawan-relawan memengaruhi pengambilan keputusan, dan bahkan ikut mengatur distribusi sumber daya politik serta jabatan publik.

Karena itu, pemerintahan Prabowo, mutlak harus bebas dari organisasi ekstra konstitutional dan ekstra legal seperti ini.  Jika tidak penyakit lama demokrasi selama sepuluh tahun ini akan berlanjut terus. 

”Praktek yang dilakukan  Jokowi mengandeng organisasi ekstra konstitusional masuk ke dalam sistem kekuasaan tidak boleh ada lagi di dalam pemerintahan sekarang karena menggerus dan merusak demokrasi secara sangat fatal. Pemerintahan  Prabowo harus menutup pintu rapat-rapat terhadap organisasi relawan, yang ingin masuk sebagai penumpang yang tidak konstitusional dan mengembalikannya ke jalur yang legal konstitusional,” pungkasnya.*

 

 

Artikel Lainnya