Jakarta, INDONEWS.ID - Sepertinya tahun 2018 ini menjadi tahun yang kelabu bagi Sukmawati Soekarno Putri. Puisi yang dibacakannya dalam pembuakaan Indonesia Fashion Week 2018 di JCC Jakarta yang berjudul "IBU INDONESIA" ini telah menyeretnya ke dalam pusaran hukum.
Sejak dibacakannya puisi tersebut berbagaqi aliran kritik maupun kecaman terus mengalir kepada anak mantan Presiden RI pertama ini.
Sejak kemarin putri proklamator ini dilaporkan oleh sejumlah ormas Islam maupun sejumlah organisaqsi ke Bareskrim Polri, hal tersebut lantaran Puisi Sukmawati dinilai telah masuk dalam penistaan agama.
Seperti hari ini dari persaudaraan alumni 212 dan berbagai elemen masyarakat akan melakukan aksi demonstrasi, mendesak Mabes Polri memproses hukum kasus ujaran kebencian yang dilakukan Sukmawati Soekarnoputri.
Sekjen Dewan Syuro Dewan Pimpinan Daerah Front Pembela Islam (DPD FPI) DKI Jakarta, Habib Novel Bamukmin mengatakan sebelum aksi tersebut, hari ini pihaknya akan melaporkan ke Bareskrim.
"InsyaAllah bada Jumat kami dari Persaudaraan Alumni 212 yang didalamnya berbagai macam ormas termasuk ACTA (Advokat Cinta Tanah Air) di dalamnya akan turun Aksi Bela Islam 64 dan saya mewakili ACTA. Siang ini kami melapor ke Bareskrim," ujar Novel kepada Indonews.id melalui pesan singkatnya di Jakarta, Rabu (4/4/2018).
Novel mengaku dalam aksi tersebut seluruh elemen menginginkan agar Sukmawati dijebloskan ke dalam penjara.
"InsyaAllah akan orasi juga untuk mendukung Polri untuk segera menjadikan Bu Sukmawati tersangka dan juga segera penjarakan," tegasnya.
Sementara itu, Ketua SETARA Institut Hendardi mengatakan puisi Sukmawati yang memuat kata `azan` dan `cadar` menjadi kontrovers bahkan ada dugaan melanggar pasal penodaan agama. .
Menurut Hendardi, Sama seperti pernyataan Basuki Tjahaja Purnama, niat jahat (means rea) dan konteks dimana Sukmawati menyampaikan puisi itu bisa saja menjadi argumen hukum bahwa puisi itu bukanlah bentuk penodaan agama melainkan bentuk kebebasan berekspresi dan berpendapat setiap warga. Namun, karena rumusan delik penodaan agama yang absurd tolok ukurnya, maka pihak lain yang tidak sependapat kemudian mempersoalkannya dengan dalil penodaan agama. Meskipun dalam disiplin HAM tidak dikenal istilah penodaan agama.
Namun demikian, perlu diingat oleh semua pihak bahwa due process of law tuduhan kasus-kasus penodaan agama, sebagaimana diatur dalam UU No. 1/PNPS/1965 sebagai genus Pasal 156a KUHP, musti dilakukan secara bertahap, dengan peringatan dan teguran. Pilihan pemidanaan adalah opsi terakhir yang bisa ditempuh setelah proses klarifikasi itu dilakukan dan peringatan diabaikan.
Kalau kita baca substansi puisi Sukmawati secara jernih sebenarnya tidak ada substansi yang benar-benar bermasalah dari sisi SARA. Puisi Sukmawati yang sangat verbalis itu merupakan ekspresi seni yang memiliki derajat kebenaran faktual memadai, karena justifikasi faktualnya sebenarnya memang ada.
Dalam situasi sosial yang terbelah, isu semacam ini menjadi pemantik yang efektif untuk kembali membelah masyarakat. Apalagi di tengah kontestasi politik Pilkada 2018, Pileg dan Pilpres 2019. Politisasi dipastikan akan menguat.
Agar tidak menguras energi publik dalam kontroversi ini, klarifikasi yang dilakukan keluarga Soekarno (3/4) diharapkan bisa meredakan situasi, jika diperlukan Sukmawati juga bisa memberikan penjelasan. Sementara, atas pengaduan yang sudah disampaikan, secara prosedural biarkan polisi bekerja memproses laporan yang sudah masuk tanpa perlu tekanan yang sarat motif politiknya.
Pelaporan Sukmawati juga mempertegas momentum bahwa kita harus segera mereformasi hukum penodaan agama dalam sistem hukum Indonesia. Sehingga ada batasan jelas ihwal penodaan agama yang selama ini sering mengkriminalisasi kebebasan ekspresi warga
Sebelumnya pada Selasa (3/4/2018) Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) dan gabungan ormas Islam lainnya, melaporkan Sukmawati Soekarno ke Bareskrim Mabes Polri siang ini.
Ketua Umum FUIB sekaligus sebagai pelapor Rahmat Himran mengatakan puisi yang dibacakan oleh Sukmawati Soekarno Putri tersebut sangat menyinggung Umat Islam.
Dimana, kata Rahmat, terdapat beberapa kalimat yang mengandung unsur SARA diantaranya: sari Konde sangat indah lebih cantik dari cadar dirimu dan suara kidung ibu Indonesia lebih merdu dari alunan Adzan. (Lka)