INDONEWS.ID

  • Selasa, 28/04/2020 21:30 WIB
  • Perppu Digugat di MK, Ini Tanggapan Stafsus Sri Mulyani

  • Oleh :
    • very
Perppu Digugat di MK, Ini Tanggapan Stafsus Sri Mulyani
Masyita Crystallin, Staf Khusus Menteri Keuangan bidang kebijakan Fiskal dan Makroekonomi. (Foto: CNBC)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Hari ini Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana gugatan beberapa kelompok masyarakat terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 tahun 2020 (Perppu Covid).

“Pasal 2 Ayat (1) huruf a angka 1, 2, dan 3 dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi bukti bahwa pemerintah menihilkan arti penting persetujuan DPR," ujar kuasa hukum para penggugat, Ahmad Yani.

Baca juga : Menteri Keuangan: pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% secara tahunan pada kuartal III-2023

“DPR tidak bisa menggunakan fungsi persetujuanya secara leluasa," tambahnya.

Hal tersebut dibantah oleh Masyita Crystallin, Staf Khusus Menteri Keuangan bidang kebijakan Fiskal dan Makroekonomi. “Pasal 2 memberikan fleksibilitas dalam pengelolaaan pengeluran melalui realokasi dan refokusing  dari kegiatan non prioritas seperti perjalanan dinas misalnya ke prioritas tahun ini yaitu penanganan wabah Covid-19,” ujar Masyita melalui siaran pers yang diterima redaksi Indonews.id, di Jakarta, Selasa (28/4).

Baca juga : RR: Sri Mulyani Tak Punya Nyali untuk Lakukan Pembenahan di Dirjen Pajak

Dia mengatakan, Perppu 1/2020 tersebut dibuat dengan itikad baik pemerintah. Konsultasi juga sudah dilakukan dengan cukup intensif dengan Komisi XI DPR.

“Kami apresiasi dukungan Komisi XI terhadap Perppu ini karena memang kita sama-sama ingin memberi bantalan pada perekonomian,” ujarnya.

Baca juga : Sri Mulyani Ancam Naikkan BBM 3 Kali Lipat Jika Tak Bayar Pajak, RR: Macam Preman Saja

Menurut Masyita, Perppu 1/2020 ini dibuat ditengah situasi kegentingan yang memaksa, karena kondisi perekonomian diperkirakan akan sangat terpengaruh oleh wabah Covid-19 yang sedang terjadi, yang eskalasinya di luar Tiongkok sangat cepat sejak Februari.

Kondisi perekonomian di awal tahun hingga pertengahan Februari, sebetulnya masih sangat positif. Aliran modal masuk masih cukup tinggi ke negara berkembang termasuk Indonesia. Bahkan, Rupiah termasuk salah satu mata uang yang menguat paling kencang di awal tahun.

Sayangnya, menurut Masyita, situasi berubah demikian cepat di seluruh dunia. Akibatnya Pemerintah mengeluarkan stimulus tahap 1 dan 2 yang berfokus pada kebijakan countercyclical untuk mendukung dunia usaha dan sektor terdampak. Pemerintah juga secara paralel mulai menyiapkan Perppu untuk menghadapi situasi kegentingan memaksa ini. Kondisi ini disebut IMF sebagai perlambatan ekonomi terburuk sejak the Great Depression. 

“Pasal 2 Perppu Covid-19 memberikan APBN kemampuan untuk dapat merespon kondisi dengan cepat, utamanya dengan realokasi dan refokusing anggaran dengan berfokus pada kepada tiga hal utama: penanganan kesehatan akibat Covid-19, bantuan sosial dan dukungan terhadap dunia usaha terdampak terutama UMKM,” tambah ekonom perempuan itu.

Karena itu, Masyita mengatakan bisa dibayangkan, dalam kondisi normal, untuk merealokasi anggaran dari satu program ke program lainnya dalam satu kementerian atau merealokasi anggaran nonprioritas menjadi bansos yang artinya butuh pindah kementerian/lembaga, diperlukan persetujuan DPR.

Menurutnya, pasal 2 juga memberikan fleksibilitas pelebaran anggaran di atas 3% hingga 2022.

Seperti diketahui, banyak negara mengeluarkan stimulus fiskal yang cukup signifikan, dari sekitar 10% dari PDB seperti Amerika dan Australia atau 5% seperti Perancis dan EU. Pemerintah juga melebarkan defisit hingga 5.07% tahun ini untuk membantu meringankan beban perekonomian agar tidak terjun bebas.

“Mengapa dilebarkan diatas 3% hingga 2022? Agar perekonomian tidak shock setelah stimulus dengan defisit sebesar 5.07% di 2020, perlu smoothing pengeluaran pemerintah di tahun berikutnya sebelum kembali ke maksimal 3%,” ujarnya.

Dalam Pasal 2 tersebut, katanya, juga dibahas mengenai pembiayaan, yaitu membiayai defisit melalui berbagai sumber termasuk penggunaan sisa anggaran lebih (SAL), dana abadi, dana yang dikuasai negara dengan kriteria tertentu dan dana yang dikelola Badan Layanan Umum (BLU) termasuk membuka ruang bagi Bank Indonesia untuk dapat membeli Surat Utang Negara di pasar perdana. (Very)

 

 

Artikel Terkait
Menteri Keuangan: pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% secara tahunan pada kuartal III-2023
RR: Sri Mulyani Tak Punya Nyali untuk Lakukan Pembenahan di Dirjen Pajak
Sri Mulyani Ancam Naikkan BBM 3 Kali Lipat Jika Tak Bayar Pajak, RR: Macam Preman Saja
Artikel Terkini
Ini Strategi Awal PalmCo Pasca Efektif KSO dan Kelola Perkebunan Sawit Terluas di Dunia
Ini Pengalaman Merayakan Idulfitri di Beberapa Negara
Promo Smartphone di Blibli Yang Tidak Boleh Anda Lewatkan
Simak Ya! Kini Anda Bisa Dapatkan Samsung S23 Ultra di Marketplace Ini
Amicus Curiae & Keadilan Hakim
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas