INDONEWS.ID

  • Jum'at, 30/10/2020 14:30 WIB
  • Calon Kepala Daerah Perempuan Harus Manfaatkan Pilkada Sebagai Bentuk Perjuangan Politik

  • Oleh :
    • very
Calon Kepala Daerah Perempuan Harus Manfaatkan Pilkada Sebagai Bentuk Perjuangan Politik
Calon Kepala Daerah perempuan. (Foto: Ilustrasi)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Lebih dari seratus tahun setelah perjuangan Kartini, memang telah terjadi perubahan-perubahan historis yang barangkali tak terbayangkan sebelumnya. Kesetaraan gender kini bukan hanya wacana akan tetapi telah terwujud sebagai institusionalisasi hak-hak perempuan dalam berbagai perundang-undangan, peranan strategis di ruang publik, termasuk arena politik, serta akseptabilitas emansipasi perempuan.

Sungguh pun begitu, spirit emansipasi Kartini tetap harus dibangun melalui praksis pencerahan dan pemerdekaan oleh mereka yang konsisten dalam perjuangan untuk kesetaraan gender. Salah satunya saat ini dapat diwujudkan  melalui perjuangan elektoral, melalui penyelenggaraan Pilkada yang akan digelar.

Baca juga : IDE Center Bantah Pernyataan Ketua Bawaslu Terkait Tidak Ada Frasa Kecurangan dalam UU Pemilu

Mengutip Presidium Kaukus Perempuan Parlemen RI (KPPRI) Dewi Asmara, yang mengatakan bahwa tingkat partisipasi calon kepala daerah perempuan di Pilkada 2020 meningkat 10,6 persen dari Pilkada 2018. Angka tersebut naik tipis daripada Pilkada tahun 2018 sebanyak 8,85 persen

Reformasi politik pasca 1998 serta amandemen   UUD 1945 telah membawa perubahan signifikan terhadap perkembangan dan perlindungan hak-hak konstitusional perempuan. Konstitusi sudah  memberikan jaminan kedudukan yang sama, kebebasan dari pelakuan diskriminatif, kepastian hukum, kemerdekaan berorganisasi serta mengeluarkan pendapat secara lisan maupun tertulis.

Baca juga : IDE Center Nilai Pembubaran Lembaga Nonstruktural Sudah Tepat

“Oleh karena itu kami Indonesian Democratic (IDE) Center, memiliki pandangan bahwa pertarungan elektoral yakni pelaksanaan Pilkada di berbagai daerah harus dimanfaatkan betul-betul oleh  kaum perempuan Indonesia sebagai bentuk peranan perempuan dalam perjuangan politik demokratis di Pilkada Tahun 2020 ini,” ujar Divisi Pendidikan Politik & Pemberdayaan Perempuan Indonesia Democratic (IDE) Center, Alissa Chinny M. Kaligis melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (29/10).

Alissa mengatakan, keberhasilan historis kaum perempuan di bidang hukum, sosial dan politik, dalam skala nasional maupun internasional yang pada intinya mengokohkan prevensi penindasan, proteksi dan peningkatan aksesibilitas ke ruang publik, bagi perempuan, bukan batas perjuangan kesetaraan gender.

Baca juga : IDE Center: Rizieq Shihab Harus Patuh Terhadap Negara Hukum

Peningkatan kuantitas perempuan dalam parlemen maupun eksekutif, contohnya, tidak serta merta membawa keunggulan bagi peningkatan kualitatif perempuan dalam kehidupan demokrasi. Adanya Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, sebagai contoh lain, tidak menjamin berhentinya bentuk-bentuk kekerasan psikis, fisik dan struktural terhadap perempuan.

“Oleh karena itu, pasangan calon yang bertarung harus memiliki agenda jelas dan konkret terkait persoalan yang dihadapi perempuan-perempuan Indonesia saat ini, melalui kampanye hal ini bisa disosialisasikan untuk menarik dukungan lebih pemilih perempuan. Begitupun pemilih perempuan yang berdasarkan data DP4 Kemendagri untuk Pilkada 2020 calon pemilih potensial perempuan adalah 52.616.521 jiwa, hampir menyamai jumlah pemilih laki-laki 52.778.939, bukan jumlah yang sedikit untuk mendesak tuntutan kebutuhan kaum perempuan, yang tentunya harus diorganisir oleh elemen masyarakat sipil yang concern terhadap isu perempuan,” ujarnya.

Perubahan struktural dan transformasi peran perempuan, katanya, masih terbatas di lingkungan ‘elit’ sementara mayoritas lapisan bawah stratifikasi sosial masih belum mampu keluar dari kungkungan budaya patriarkhi sebagai sumber otoritas maskulin serta struktur-struktur yang menghambat emansipasi.

“Karena itu, pasangan calon Pilkada harus peka terhadap agenda perempuan terkait emansipasi guna mempercepat kaum perempuan untuk lebih maju dalam ikut serta membangun bangsa dan negaranya,” ujarnya.

Selain itu, produk hukum yang mengandung makna protektif terhadap perempuan bukan  saja sudah tertuang dalam UU No. 7/1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan akan tetapi juga sudah lebih maju, antara lain sebagaimana diatur dalam UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 23/2004 tentang Penghapusan  Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU No. 11/2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, UU No. 12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak Sipil dan Politik serta UU No. 12/2006 tentang Kewarganegaraan.

Kemudian Pasal-pasal afirmatif  makin mendorong perwujudan hak-hak politik perempuan dalam UU Pemilu saat ini yang mengatur 30 (tiga puluh) persen keterwakilan  perempuan tidak dapat dipungkiri telah meningkatkan prosentase perempuan di parlemen nasional maupun lokal. Pun diatur pula kuota keterwakilan perempuan 30 (tiga puluh) persen dalam penyelenggara pemilu secara berjenjang. 

Namun demikian keterwakilan 30 persen saja senyatanya tidak selalu dapat menghasilkan kebijakan yang pro terhadap agenda perempuan. Momentum Pilkada ini harus digunakan kaum perempuan, khususnya masyarakat pemilih yang “sadar politik” untuk lebih giat dan keras mengkampanyekan betapa pentingnya peranan perempuan dalam politik.

Selanjutnya, masih saja pandangan umum bangsa kita bahwa urusan “rumah tangga” adalah urusan kaum perempuan. Tidak hanya itu dalam berbagai sektor kehidupan peranan kaum perempuan kerap diabaikan, baik dalam rumah tangga, tempat bekerja, dan dalam ranah sruktural kepemimpinan politik, laki-laki selalu diutamakan dalam pengambilan keputusan strategis. 

“Maka sudah saatnya momentum kontestasi demokrasi, yakni Pilkada ini harus menjadi perhatian gerakan kaum perempuan untuk ambil bagian lebih serius untuk mematahkan anggapan diskriminatif terhadap peranan kaum perempuan, khususnya dalam bidang politik, jika perlu diadakan kontrak politik terhadap pasangan calon yang bertarung di Pilkada 2020 ini,” ujar Allisa.

Karena itu, katanya, pemerintah, penyelenggara pemilu, dan instansi terkait, organisasi-organisasi sipil harus mengapresiasi serta memberi pengahargaan kepada perempuan-perempuan hebat yang terlibat dalam mengawal kontestasi demokrasi dengan membawa agenda politik pro perempuan, bahkan terjun dalam pertarungan politik dengan menjadi Pasangan Calon di Pilkada 2020 ini. (Very)

 

Artikel Terkait
IDE Center Bantah Pernyataan Ketua Bawaslu Terkait Tidak Ada Frasa Kecurangan dalam UU Pemilu
IDE Center Nilai Pembubaran Lembaga Nonstruktural Sudah Tepat
IDE Center: Rizieq Shihab Harus Patuh Terhadap Negara Hukum
Artikel Terkini
Cegah Perang yang Lebih Besar, Hikmahanto Sarankan Menlu Retno untuk Telepon Menlu Iran Agar Tidak Serang Balik Israel
Menakar Perayaan Idulfitri dengan Kearifan Lokal Secara Proporsional
Pj Bupati Maybrat Sidak Kantor Distrik Ayamaru Jaya, Ini yng Dijumpai
Bahas Inklusivitas Keuangan hingga Stabilitas Geopolitik, Menko Airlangga Berbincang Hangat dengan Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair
PTPN IV Regional 4, Bangun Tempat Wudhu Masjid Tuo
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas