INDONEWS.ID

  • Minggu, 07/02/2021 12:01 WIB
  • ABK WNI Terus Jadi Korban, LPSK Desak Pemerintah Terapkan Mekanisme Pemberangkatan Satu Pintu

  • Oleh :
    • very
ABK WNI Terus Jadi Korban, LPSK Desak Pemerintah Terapkan Mekanisme Pemberangkatan Satu Pintu
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Antonius PS Wibowo. (Foto: doc)

 

Jakarta, INDONEWS.ID -- Mekanisme rekrutmen dan pengiriman anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia mendesak diperbaiki. Hal ini disebabkan ABK WNI yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) jumlahnya semakin tinggi. Jumlah permohonan perlindungan ke LPSK pada tahun 2020 misalnya jauh lebih tinggi dari 2019.

Baca juga : Hardiknas, KSP: Momentum Percepatan Sertifikasi Guru

Demikian disampaikan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Antonius PS Wibowo di Jakarta, Minggu (7/2-2021). Hal ini disampaikannya menyikapi data jumlah kematian ABK WNI sepanjang tahun 2020 yang dilansir Destructive Fishing Watch (DFW).

Sebelumnya, anggota Komisi IV DPRRI, Slamet, menyoroti tentang lemahnya perlindungan ABK Indonesia yang menurutnya disebabkan karena regulasinya bersifat parsial, belum mengatur perlindungan dari hulu sampai hilir.

Baca juga : Traktat Pandemi Diharapkan Lindungi Manusia di Masa Datang

Sependapat dengan Slamet, Antonius mengatakan bahwa pembenahan dari hulu bisa dilakukan dengan menerapkan mekanisme pemberangkatan satu pintu.

“Agar (pemberangkatan) satu pintu, bisa dibentuk desk bersama antara Kemenaker, Kemhub, Kemdagri dan Pemda. Jika perlu keluarkan SKB (surat keputusan bersama) tiga Menteri,” ujar Anton seperti dikutip dari siaran pers Humas LPSK.

Baca juga : Lawatan ke PLBN Motaain, Kepala BNN: Perkuat Pengelolaan PLBN dalam Memerangi Narkoba

Selanjutnya, diperlukan pendataan dan pembinaan ship manning agency. Maksudnya, agency harus dibina dan diawasi agar hanya memberangkatan ABK yang tersertifikasi, sediakan kontrak kerja yang jelas, asuransi, dll.

Jika ada ship manning agency yang terlibat TPPO perlu dibina,  jika perlu dicabut izin operasionalnya. “Data ship manning agency yang terindikasi terlibat TPPO, antara lain ada di LPSK dan pengadilan,” ungkap Anton.

Selain itu,  Anton juga mengingatkan persoalan pemenuhan hak ABK WNI yang menjadi korban TPPO, khususnya restitusi atau ganti kerugian dari pelaku kepada korban. “(Restitusi) ini harus menjadi perhatian semua stakeholder,” imbuh dia.

Sebab, lanjut Anton, dengan restitusi korban bisa mendapatkan hak-hak ketenagakerjaannya karena salah satu komponen dalam perhitungan restitusi adalah gaji yang belum dibayarkan.

Untuk itu, regulasi tentang Restitusi harus dilakukan perubahan. “Pasal 50 (4) UU No. 21/2007 tentang restitusi dapat diganti dengan pidana kurungan, harus diubah,” katanya.

Tidak itu saja, penyusunan aturan pelaksana tentang penyitaan dan pelelangan kekayaan pelaku TPPO untuk membayar restitusi harus segera diselesaikan.

“Dalam konteks penegakan hukum, perlu mendorong proses hukum terhadap korporasi yang terbukti terlibat TPPO,” ujarnya.

Catatan LPSK, pada tahun 2020, persentase restitusi bagi korban tindak pidana relatif kecil. Dari total perhitungan restitusi yang dilakukan LPSK selama tahun 2020 sebesar Rp7.909.659.387, yang diputus dan dikabulkan hakim berjumlah Rp1.345.849.964. Sedangkan yang dibayarkan pelaku hanya berjumlah Rp101.714.000. (Very)

Artikel Terkait
Hardiknas, KSP: Momentum Percepatan Sertifikasi Guru
Traktat Pandemi Diharapkan Lindungi Manusia di Masa Datang
Lawatan ke PLBN Motaain, Kepala BNN: Perkuat Pengelolaan PLBN dalam Memerangi Narkoba
Artikel Terkini
Penyanyi Cilik Viral Etenia Croft merilis single pertamanya Lagu "Sahabat"
Hardiknas, KSP: Momentum Percepatan Sertifikasi Guru
Traktat Pandemi Diharapkan Lindungi Manusia di Masa Datang
Lawatan ke PLBN Motaain, Kepala BNN: Perkuat Pengelolaan PLBN dalam Memerangi Narkoba
Regional 4 Jadi Ayah Asuh Anak Stunting Pemayung
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas