INDONEWS.ID

  • Sabtu, 11/09/2021 18:15 WIB
  • Mantan Jubir KPK Tantang Nurul Ghufron Debat Terbuka soal TWK

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Mantan Jubir KPK Tantang Nurul Ghufron Debat Terbuka soal TWK
Mantan Juru Bicara (Jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah

Jakarta, INDONEWS.ID - Mantan Juru Bicara (Jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah mengajak Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, debat terbuka untuk membahas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak uji materi Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 yang memuat Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Ajakan debat terbuka tersebut disampaikan Febri merespons pandangan Ghufron yang menilai putusan MA menepis tudingan maladministrasi dan pelanggaran HAM sebagaimana temuan Ombudsman dan Komnas HAM.

Baca juga : Didepak dari KPK, Novel Baswedan Cs Bakal Dapat Tugas Baru: Awasi Dana Covid-19

"Coba tunjukkan bagian mana Putusan MK/MA yg mengeliminir temuan pelanggaran di tataran implementasi TWK di laporan @OmbudsmanRI137 (selain ttg pembentukan Perkom) & @KomnasHAM. Saya mengajak @Nurul_Ghufron membahas 2 Putusan tsb bersama publik & akademisi HTN/HAN scr terbuka," cuit Febri dalam akun @febridiansyah seperti dikutip Sabtu (11/9).

Febri menyayangkan Ghufron sebagai pimpinan KPK tidak bisa membedakan antara putusan MA dan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menilai norma dengan temuan Ombudsman RI dan Komnas HAM dengan menyimpulkan ada malaadministrasi dan pelanggaran HAM.

Baca juga : ORI Soal Maladministrasi TWK, Prof Nur Hasan: Ombudsman Telah Berkontestasi Kewenangan dengan MA

Ghufron menjawab Febri dengan menyajikan salinan gambar mengenai kesimpulan Ombudsman RI yang menyatakan ada malaadministrasi dalam tahap pembentukan kebijakan (dasar hukum), tahap pelaksanaan asesmen TWK, dan tahap penetapan hasil. Ghufron berujar dalam negara hukum, hakim merupakan pengambil keputusan.

"Selamat pagi Mas Febri yg terpelajar, di alam demokrasi beda itu biasa, seribu pakar boleh bersilang pendapat, tp bernegara hukum: hakimlah pemutusnya, ORI: "pembuatan perkom" : malaadministrasi, MA menyatakan sah, formil: wewenang & prosedur & materiil: substansi yg diatur," jawab Ghufron.

Baca juga : Pertanyaan Choirul Anam Tentang Siapa Penggagas TWK Dinilai Bodoh dan Tidak Bermutu

Febri menambahkan, MA dan MK hanya membicarakan norma (formil/materiil), bukan implementasi. Jawaban Ghufron, terang dia, mengabaikan temuan maladministrasi tersebut.

"Bagaimana dg 2 lagi? Anda hanya bicara temuan 1 kemudian berkesimpulan mengeliminir temuan 2 dan 3? Logika apa yg digunakan? Anda jg tdk menjawab dugaan dokumen backdate dlm TWK," ucap Febri.

"Belum lagi temuan @KomnasHAM ttg 11 pelanggaran HAM dalam proses TWK KPK. Bisakah @Nurul_Ghufron sbg Pimpinan KPK menjelaskan bagian mana Put MA yg mengesampingkan atau mengatakan tdk ada pelanggaran HAM dlm TWK?," lanjutnya.

Sementara itu, Ghufron membalas: "Bukankah ORI menyampaikan bhw ini kesatuan yg tdk bs dipisah2kan? Krn itu menguji sjk proses pembuatan? Jk Mas Febri biasa pk tripot utk memotret, klw sdh 1 kaki patah apa bs tegak berdiri? Ini hy logika awam sy yg tdk sepandai Anda, btw salam sehat."

Menurut Febri, analogi tripod yang disampaikan Ghufron keliru. Sebagai pimpinan KPK, ia meminta Ghufron memahami perbedaan norma dan implementasi.

Febri mengutip putusan MA yang berbunyi: "Para Pemohon tidak dapat diangkat menjadi ASN bukan karena berlakunya Perkom 1/2021 yang dimohonkan pengujian, namun karena hasil asesmen TWK Para Pemohon yang TMS [Tidak Memenuhi Syarat], sedangkan tindak lanjut dari hasil asesmen TWK tersebut menjadi kewenangan pemerintah."

"Jk Put MA itu Anda baca baik2, dikatakan tidak lulusnya bkn krn berlakunya Perkom1/2021, tp hasil asesmen TWK yg TMS. Ini ranah implementasi. Sbg Pimpinan KPK @Nurul_Ghufron mestinya paham beda masalah NORMA dg PENERAPAN. Jk mau hormati Put MA janganlah "membajak" maknanya," kata Febri.

MA diketahui menolak permohonan uji materi pegawai KPK nonaktif, Yudi Purnomo dan Farid Andhika, terkait Perkom 1/2021. Hakim menilai Perkom 1/2021 tidak bertentangan dengan peraturan lebih tinggi: UU 19/2019, PP 41/2020, dan Putusan MK nomor: 70/PUU-XVII/2019, serta Putusan MK nomor: 34/PUU-XIX/2021.*

Artikel Terkait
Didepak dari KPK, Novel Baswedan Cs Bakal Dapat Tugas Baru: Awasi Dana Covid-19
ORI Soal Maladministrasi TWK, Prof Nur Hasan: Ombudsman Telah Berkontestasi Kewenangan dengan MA
Pertanyaan Choirul Anam Tentang Siapa Penggagas TWK Dinilai Bodoh dan Tidak Bermutu
Artikel Terkini
Elit Demokrat Ardy Mbalembout Mengutuk Keras Aksi Penyerangan Mahasiswa Saat Berdoa di Tangsel
Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Bagian dari Strategi Bisnis untuk Fokus pada Lini Penjualan
Presiden Jokowi Masih Kaji Calon Pansel KPK yang Sesuai Harapan Masyarakat
Tumbuh Untuk Menginspirasi: PNM Berikan Pelatihan Literasi Keuangan Digital Serta Kegiatan Tanggung Jawab Sosial
Strategi Sukses dalam Mengimplementasikan HRIS di Perusahaan
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas