INDONEWS.ID

  • Sabtu, 06/08/2022 14:23 WIB
  • Untold Story, Kisah Para Dubes dan Diplomat Selama Berkarya

  • Oleh :
    • very
Untold Story, Kisah Para Dubes dan Diplomat Selama Berkarya
Bertempat di kantor Redaksi TekoPagi, Jumat (5/8) sejumlah teman lama berkumpul mengadakan acara bertajuk "Diplomacy - The Untold Story: Jika Diplomat (Alumni FISIP UI) Berbicara". (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pertemuan dengan teman satu angkatan selalu saja menarik. Berbagai macam peristiwa lama pun kembali diceritakan. Namun yang diceritakan juga bukan hanya peristiwa silam yang mengundang tawa, tapi juga sejumlah keberhasilan, baik dalam pekerjaan atau saat bertugas.

Bertempat di kantor Redaksi TekoPagi, Jumat (5/8) sejumlah teman lama berkumpul mengadakan acara bertajuk "Diplomacy - The Untold Story: Jika Diplomat (Alumni FISIP UI) Berbicara". Acara tersebut digagas oleh tiga tokoh yaitu Senior Analyst dari The London School of Public Relation (LSPR) Ahmed Kurnia, Chief Editor Indonews.id Asri Hadi dan Otho Hadi selaku Chief Editor TekoPagi.com. Ketiganya berhasil mengumpulkan alumnus FISIP UI Angkatan 1978 dan sejumlah tokoh senior maupun junior termasuk wartawan. Ketiganya juga berhasil mengajak beberapa mantan duta besar dan mantan diplomat ke kantor redaksi tersebut.

Baca juga : Mendagri Ingatkan Pemda Terus Jaga Inflasi di Tengah Instabilitas Global

“Acara ini merupakan silaturahim Universitas Indonesia (UI) angkatan 78 yang telah mendedikasikan dirinya bagi nusa dan bangsa. Bahkan, masih ada juga mereka yang bertugas. Banyak sekali pengalaman dan prestasi di luar negeri. Dan kita bangga terhadap pencapaian itu. Kita berharap ada banyak cerita yang belum dibagikan yang akan dibagikan kepada teman-teman,” ujar Ortho Hadi saat membuka acara.

Kali ini, ada 9 duta besar dan diplomat yang berkesempatan menceritakan pengalamannya, yaitu Dr. Yusron Ihza Mahendra, LL.M., Foster Gultom, Ikrar Nusa Bhakti, Diplomat Ahli Utama pada Direktorat Kerja Sama Intrakawasan dan Antarkawasan (KSIA) Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri, Prayono Atiyanto, Sukaryono Nanang Pahlawanto, Hengki Anggiro, Sunu Mahadi Soemarno, dan Ade P. Berikut pengalaman mereka saat bertugas.

Baca juga : Buka SPM Awards 2024, Wamendagri Dorong Pemda Berikan Pelayanan Optimal bagi Masyarakat

 

(Duta Besar RI untuk Jepang, Dr. Yusron Ihza Mahendra. Foto: tangakan layar)

Baca juga : Mendagri Minta Pemda Lakukan Terobosan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah

Yusron Ihza Mahendra: Saya Bukanlah Siapa-siapa

Cerita pembuka disampaikan oleh Duta Besar RI untuk Jepang, Dr. Yusron Ihza Mahendra. Dia menceritakan bahwa pemerintah Jepang baru saja memberi penghargaan kepada tiga tokoh Indonesia. Ketiganya yaitu Jusuf Kalla, Sultan Hamengkubuwono X dan Yusron Ihza Mahendra. “Kalau Jusuf Kalla dan Sultan adalah tokoh senior dan pantas meraih penghargaan tersebut. Sedangkan saya, usia saya jauh di bawah mereka,” ujarnya.

Namun, setelah ditelusuri, pihak Jepang memberi penghargaan tersebut karena jasa dan sumbangan Yusron yang dinilai besar. Seperti diketahui, sebelum menjadi duta besar, Yusron merupakan seorang wartawan Kompas. Setelah itu, dia juga merupakan anggota DPR RI dan duduk di Komisi I, yang membidang masalah pertahanan.

“Penghargaan tersebut diberikan oleh kekaisaran Jepang. Dianugerahkan atas jasa saya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Padahal, saya bukanlah siapa-siapa,” ujar Yusron merendah.

Yusron mengatakan, masyarakat Jepang sangat menghargai masyarakat Indonesia. Karena itu, terjadi people to people contact, dan ada mutual undestanding antara Jepang dan masyarakat Indonesia.

 

Foster Gultom: Pelaksanaan Diplomasi itu Tidak Mudah

Dubes Foster Gultom mengatakan dirinya masuk di Kementerian Luar Negeri pada tahun 1984. Kemudian dia mengikuti tes dan pertama ditempatkan di Washington DC.

“Tapi yang paling mengesankan dalam perjalanan karir saya yaitu pada saat momentm hubungan Indonesia dan AS itu sebenarnya baik-baik saja. Tapi sebenarnya AS waktu itu menyoroti masalah HAM di Indonesia terkait kasus Timor Timur (Timor Leste). Waktu itu saya baru saja mendampingi Timor Timur,” ujarnya.

Mantan Dubes untuk Kazakhstan itu mengatakan bahwa pelaksanaan diplomasi sejatinya tidak mudah. Karena sebagai seorang diplomat dia harus bisa mengolah semua informasi yang diterima. “Memang dalam masalah internasional itu diperlukan kecerdasan,” ungkapnya.

 

(Dubes Foster Gultom. Foto: tangkapan layar)

 

Ikrar Nusa Bhakti: Keuntungan Demokratisasi di Indonesia

Mengaku awalnya lebih banyak bergelut, menulis dan mengomentari politik di dalam negeri, sampai-sampai ada pertanyaan dari seorang wartawati tentang bagiamana mungkin seorang yang bukan lulusan hubungan internasional bisa menjadi duta besar.

Ikrar kemudian menjelaskan bahwa dirinya adalah tamatan hubungan internasional dari Universitas Indonesia. Memang selepas dari UI, dirinya lebih banyak berkecimpung dalam dunia penelitian (LIPI) di bidang ilmu politik.

“Yuwono Sudarsono, dosen HI pernah berujar bahwa seorang tamatan Hubungan Internasional bisa apa saja. Dia bisa bicara politik, sosiologi, karena semuanya kita pelajari pada tiga tahun pertama. Itulah kelebihan kita yang belajar Hubungan Internasional. Jadi jika ada orang yang memertanyakan saya, itu karena mereka tidak tahu bahwa saja memang dulunya belajar HI dan lulus HI,” ujar Ikrar.

Pengalaman saya bergelut dengan demokrasi di Indonesia itulah yang membuat saya bisa menjadi duta besar Tunisia. Kebetulan Tunisia baru saja ramai melakukan demokratisasi politik.

Setelah saya ditempatkan menjadi Duta Besar, Menlu Retno Marsudi memberi tugas kepada saya yaitu agar mengajak Tunisia tetap menjadi negara demokratis dan mengajaknya bergabung dalam Bali Democracy Forum.

Hal itu tidak mudah karena hubungan antarnegara di sana sangat tricky. Contohnya Maroko dan Aljazair itu penuh dengan pergolakan. Belum lagi persoalan anggaran.

Tunisia, kata Ikrar, adalah sebuah negara menarik. Kalau Anda ke Tunisia, lebih banyak orang Islam di sana tidak berjilbab. Kalau ke masjid, maka 15 menit sebelum dan setelahnya, masjid akan ditutup. Pasalnya, mereka khwatir masjid akan dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu.

Negara tersebut sangat terbuka (toleran) namun tidak sedikit juga penduduknya yang radikal.

Turis yang Tunisia tidak mengenal musim. Salah satu penyumbang wisatawan untuk negara itu adalah Rusia. “Namun karena perang Rusia dan Ukraina maka berpengaruh juga terhadap wisatawan di negara itu. Mereka akhirnya terdampak. Pandemi Covid-19 juga berdampak bagi Tunisia, seperti turis dari China,” ujarnya.

Salah satu yang juga menarik di Tunisia adalah di negara tersebut tidak ada hari libur nasional saat perayaan Natal. “Mengapa demikian? Saya tidak tahu,” ujar Ikrar.

Pengalaman saya di Tunisia, selama 4 tahun 5 bulan ini benar-benar berkesan, walaupun diganggu oleh persoalan Covid. “Kalau adar orang yang ditepampatkan di Tunisia itu sangat mudah. Kita diberi kemudahan,” ujarnya.

 

Prayono Atiyanto: Pengalaman sebagai Chief Negosiator

Dubes Prayono lebih banyak bercerita tentang perannya sebagai wakil Indonesia sebagai Chief Negosiator dalam perundingan terkait Hari Idul Fitri dan Idul Adha yang akan ditetapkan sebagai hari libur di Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Setelah melalui perundingan yang cukup alot akhirnya disepakati memasukkan hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha masuk dalam hari libur PBB.

“Pesan moranya bagi kita yaitu tidak bisa tidak kita harus paham rules prosedur. Karena itu, hari libur PBB bertambah dari 8 hari menjadi 10 hari. Alhamdulillah berhasil,” ujarnya.

 

(Ikrar Nusa Bhakti, Duta Besa RI untuk Tunisia. Foto: tangkapan layar)

 

Nanang Sukaryanto Pahlawanto: Penempatan yang Keempat

Mengaku sempat berpikir kerja apa saja di Kementerian Luar Negeri, Nanang Sukaryo Pahlawanto mengatakan dirinya lebih tertarik pada penempatan keempat di Kanada. Pasalnya, katanya, dia ditempatkan di posisi sebagai konsuler.

“Saya punya pengalaman menarik saat itu yaitu ketika ada seorang WNI yang meninggal dan tidak punya saudara,” ujarnya yang tinggal di pusat kota, Vancouver.

Jarak antara Vancouver dan tempat kejadian perkara (TKP) WNI yang meninggal itu cukup jauh. Karena itu, Nanang mengontak keluarga WNI yang ada di Indonesia, sambil mengurus semua keperluan yang penting, mulai dari perjalanan hingga santunan.

“Kadang-kadang kesulitaanya itu karena Kanada itu luas sekali. Kadang-kadang juga udaranya minus 40 derajat. Namun, kalau membantu orang pekerjaan itu akan terasa tidak berat,” ujarnya.

 

Ade Petranto: Kala WNI Diculik oleh Kelompok Abu Sayyaf

“Saya bertanya dulu apa artinya untold story. Karena segala sesuatu yang kami kerjakan saat bertugas itu selalu kami laporkan. Untold story itu mungkin maksudnya cerita yang tidak perlu dilaporkan saat berkerja,” ujar Ade Petranto mengawali cerita.

Ade mengaku dirinya waktu itu sebenarnya tidak mempunyai keinginan bergabung dengan Kementerian Luar Negeri. “Saya waktu itu tidak ada keinginan bergabung dengan Deplu (Kemenlu). Karena saya anak paling kecil di rumah, orang tua bilang ‘masuklah menjadi PNS’. Maka masuklah saya menjadi PNS.

Awalnya dirinya diterima di Kementerian Dalam Negeri. Namun, dua minggu kemudian, Ade juga diterima di Kementerian Luar Negeri. Maka dia memutuskan untuk bergabung dengan Kemenlu.

Dia mengatakan, ada pengalaman menarik saat dirinya bertugas yaitu ketika WNI diculik oleh kelompok Abu Sayyaf. Waktu itu Abu Sayyaf mendesak uang tebusan sebelum membebaskan WNI tersebut.

“Jadi tugas kita adalah membebaskan WNI, yang adalah para pelaut. Dan kita akhirnya berhasil membebaskan mereka tanpa ada ransum (uang tebusan). Dan kami bisa membebaskan mereka tanpa ada korban jiwan,” ujarnya.

 

“Diplomasi Kopi” Hengki Hanggiro

Presiden Joko Widodo memberi penugasan kepada para duta besar, dan diplomat Indonesia agar bisa mendatangkan keuntungan secara ekonomi. Kebetulan di San Fransisco ada banyak kafe. Lantas saya berpikir, “apa yang bisa saya lakukan untuk memperkanlkan kopi Indonesia”?

Seperti diketahui, Indonesia termasuk salah satu negara kaya penghasil kopi di dunia. Ada Kopi Jawa, Kopi Gayo Aceh, Kopi Toraja, Kopi Papua Wamena, Kopi Kintamani Bali, Kopi Flores, dan lain sebagainya.

Karena itu, dia waktu itu, membuat program dengan membawa pemilik kafe sekaligus blogger. Program pertama dilakukan untuk Bondowoso. “Dan kita bawa ke sana (Bondowoso) melihat perkebunan. Kita ajak ke Dieng. Terus kami menikmati kuliner. Waktu itu saya pesan Rawon. Waktu itu dia (pemilik kafe) tanya, ‘apa itu’, dan saya jawab ‘Rawon’.” ujarnya.

Akhirnya dia kembali ke negaranya dan menulis tentang pengalamannya tentang 10 November, Hari Pahlawan –kebetulan saat dirinya berkunjung ke Bondowoso itu bertepatan dengan Hari Pahlawan. “Kemudian dia lantas membuka menu untuk kafenya. Ada menu Kopi Jahe, Rawon, dan lain sebagainya. Hal ini akhirnya cukup mengena dan akhirnya dia mencintai Indonesia,” ujarnya.

Hingga sekarang mereka terus mencintai Indonesia. Terakhir, katanya, saat gempa di Palu, Sulawesi Tengah, mereka mengumpulkan berbagai bantuan untuk para korban gempa tersebut. “Semuanya kita akan perluas ke depan. Jadi, yang kita lakukan adalah diplomasi perdagangan dan diplomasi bencana,” ujarnya.

 

(Ahmed Kurnia bersama (kanan) bersama para narasumber. Foto: tangkapan layar)

 

Kembali Gelar Acara Serupa

Ahmed Kurnia dalam kesimpulannya mengatakan ada beberapa hal menarik dari pertemuan tersebut.

Pertama, terkait Jepang dan investasinya. Jepang, kata Ahmed, saat ini memperluas investasinya ke Selatan. Saat ini, Jepang dalam kondisi tekanan, khususnya dalam menghadapi hegemoni China.

Menurut Ahmed, penghargaan Jepang terhadap tokoh Indonesia, khususnya Yusron Ihza Mahendra, mau memerlihatkan penghargaan terhadap warga Indonesia. “Karena Yusron adalah kita (warga Indonesia). Mungkin report-nya adalah meng-encourage masyarakat Jepang (untuk menghormati warga Indonesia),” ujarnya.

Kedua, Indonesia dan demokratisasi. Menurut Ahmed, demokratisasi di Indonesia patut dibanggakan. “Karena itu, kita bisa menjual democracy and peace. Ini bagian dari kontribusi kita utuk dunia,” ujarnya.

Ketiga, dari pembasan Foster Gultom tentang dinamika dan keseimbangan dapat disimpulkan bahwa adagium “Seribu teman masih lebih kurang dibandingkan dengan satu musuh” terus kita pegang. Karena itu Indonesia harus bisa “mendayung di antara dua karang”.

Keempat, tentang relevansi ASEAN ke depan. Apakah ASEAN masih relevan ataukah hanya sesuatu yang given saja, apalagi dalam menghadapi isu Laut China Selatan.

Kelima, tentang pentingnya diplomasi perdagangan. Diplomasi perdagangan, termasuk kopi, kata Ahmed, dengan transaksinya yang berjumlah jutaan dollar, masih tetap penting dilakukan.

Karena itu, katanya, sangat penting melakukan diplomasi B to B, atau “diplomasi blusukan” ala Presiden Jokowi. Sudah saatnya juga para petani masuk dalam kancah diplomasi sehiggga mereka bisa masuk dalam exsposure global.

“Apapun usaha kita, mau masuk diplomasi kopi, diplomasi sawit, diaspora RI itu adalah garda terdepan kita. Spesifikasinya adalah ekonomi,” ujarnya.

Ahmed mencontohkan China, yang memanfaatkan diaspora. Justru para diaspora Indonesia juga harus bisa menjembatani upaya diplomasi Indonesia.

Salah satu keuntungan diplomasi RI, kata, Hengki Hanggiro, adalah karena sifatnya yang bebas-aktif. Karena itu, ketika membuat sebuah negosiasi, kita bisa bebas untuk duduk bersama dengan negara lain. Kalau ada acara di Kemlu, kita biasanya menjadi penengah negara-negara lain karena kita biasanya didengar oleh negara tersebut.

Menutup acara, Ahmed mengatakan, ke depan pihaknya kembali menggelar acara serupa dengan tema yang lebih menarik. Pihaknya juga akan menggelar acara tersebut dengan melibatkan sebanyak mungkin para tokoh, tak hanya melibatkan anggota FISIP angkatan 78. ***

Artikel Terkait
Mendagri Ingatkan Pemda Terus Jaga Inflasi di Tengah Instabilitas Global
Buka SPM Awards 2024, Wamendagri Dorong Pemda Berikan Pelayanan Optimal bagi Masyarakat
Mendagri Minta Pemda Lakukan Terobosan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah
Artikel Terkini
Pj Bupati Maybrat hadiri Upacara Peringatan Hari Otonomi Daerah XXVIII Tahun 2024
Mendagri Ingatkan Pemda Terus Jaga Inflasi di Tengah Instabilitas Global
Buka SPM Awards 2024, Wamendagri Dorong Pemda Berikan Pelayanan Optimal bagi Masyarakat
Mendagri Minta Pemda Lakukan Terobosan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah
Tingkatkan Penjualan dengan Chatbot WhatsApp CRM dari Kommo: Bisnis Monoton? Perbaiki dan Berikan Inovasi Baru Melalui Komunikasi!
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas