INDONEWS.ID

  • Senin, 12/12/2022 17:25 WIB
  • Mengatasi masalah pendidikan dokter spesialis

  • Oleh :
    • luska
Mengatasi masalah pendidikan dokter spesialis

Penulis : Prof Tjandra Yoga Aditama (Dokter Spesialis Paru Konsultan Infeksi, Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI / Guru Besar FKUI)

Sehubungan berbagai berita tentang kekurangan dokter spesialis, mahalnya biaya pendidikan dan kemungkinan membuka pendidikan tidak di Universitas tapi di Rumah Sakit, maka sebenarnya Indonesia pernah punya kebijakan panjang (lebih dari 10 tahun) bhw dokter baru lulus di tempatkan di Puskesmas seluruh tanah air sebagai PNS. Sesudah selesai tugas di Puskesmas (antara 3 - 5 tahun) maka dokter itu dapat melanjutkan pendidikan spesialisasi. Kebijakan yang pernah cukup lama di terapkan di negara kita ini punya dua keunggulan.
1. Ketersediaan dokter di Puskesmas jadi terjamin, di kala itu praktis semua Puskesmas ada dokternya.
2. Karena sudah PNS maka ketika selesai Puskesmas dan masuk pendidikan spesialisasi maka tentu saja si dokter terima gaji, jadi berbeda dengan situasi sekarang seperti di berbagai berita sekarang ini.
Karena dua keunggulan ini maka kebijakan yg pernah diterapkan itu dapat juga dipertimbangkan untuk diterapkan kembali, tentu dengan penyesuaian2 yang diperlukan sesuai dengan situasi sekarang.

Baca juga : Visiting Professor Pandemi: Dunia Harus Siap

Tentang rencana pendidikan ada yg lewat FK (tidak digaji) dan akan ada yg lewat RS (dapat gaji) maka 3 hal perlu dipertimbangkan:
1. Adanya kesenjangan perlakuan antara spesialis yang dididik di FK dan di didik RS, kesenjangan tentu perlu diantisipasi
2. Pendidikan apapun namanya tentu perlu kurikulum dan tenaga pendidik (lektor, lektor kepala, Profesor). Sekarang ini jenjang jabatan akademik adanya di sistem Fakultas Kedokteran, bukan di Rumah Sakit. Kurikulum sekarang ini juga dibuat oleh insan pendidikan di Fakultas. Juga, perlu dipastikan sejak awal tentang wewenang pemberian gelar, apakah akan sama gelar yang diberikan oleh Universitas dan gelar yang diberikan oleh RS, dan bagaimana arutan kewenagannya. Jadi kalau akan pendidikan berbasis rumah sakit maka hal2 ini perlu diselesaikan dahulu sejak awal
3. Tentu akan ada sistem pengawasan dan bimbingan agar pendidikan yang dilakukan harus berjalan dengan mutu terbaik.

 

Baca juga : Tanggal 29 Februari 2024: Hari "Penyakit Jarang" se-Dunia
Artikel Terkait
Visiting Professor Pandemi: Dunia Harus Siap
Tanggal 29 Februari 2024: Hari "Penyakit Jarang" se-Dunia
7 penyakit Pancaroba, Beberapa penyakit yang perlu diwaspadai selama musim pancaroba ini
Artikel Terkini
Prof Dr H Yulius SH MH Ketua Kamar TUN Mahkamah Agung Diwawancara Ekslusif Majalah MATRA
Dorong Ekonomi Nasional Lebih Transformatif, Menko Airlangga Jalin Kerja Sama Global
PLBN Motamasin Terima Kunjungan Konsulat Timor Leste, Bahas Isu Keimigrasian Antarnegara
Menteri Harus Mampu Membaca Tanda-tanda Zaman untuk Menggerakan Semangat Indonesia
MRP Desak Presiden Jokowi Pastikan Cakada 2024 Se-Tanah Papua Diisi Orang Asli Papua (OAP)
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas