INDONEWS.ID

  • Rabu, 08/02/2023 11:23 WIB
  • Dinamika Politik Menuju 2024, Demokrasi Terancam Masuk Jurang

  • Oleh :
    • very
Dinamika Politik Menuju 2024, Demokrasi Terancam Masuk Jurang
Dinasti politik. (Ilustrasi Tribunnews.com)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Hasil crawling Continuum Bigdata Center menemukan bahwa ada 5 masalah politik krusial amat potensial yang bisa menyebabkan demokrasi di Indonesia “masuk jurang”. Kelima masalah tersebut yaitu isu perpanjangan masa jabatan kepala desa, ide penundaan pemilu, kredibilitas KPU, politik dinasti yang bercampur dengan oligarki, dan kemunduran demokrasi.

Baca juga : Karya Sastra Puisi Indonesia dan Kazakhstan

Temuan continuum data tersebut menunjukkan bahwa isu politik yang menempati posisi teratas adalah terkait isu masa jabatan kepala desa dengan 42,581 percakapan di media sosial. Kedua, isu penundaan pemilu dengan 1,951 perbincangan. Ketiga, kredibilitas KPU dengan 1,938 perbincangan, keempat, kemunduran demokrasi dengan 1,440 perbincangan dan kelima, isu politik dinasti dengan 7,75 perbincangan.

Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES sekaligus Dewan Pakar Continuum, Dr Wijayanto, mengatakan bahwa secara umum perbincangan di ranah publik dihiasi oleh sentimen negatif sebesar 95,7%, yang dominasi oleh penolakan dan kritik masyarakat terkait perpanjangan masa jabatan kades dan lain-lain.

Baca juga : KI Pusat Mantapkan Sinergi dengan Media dalam Mengawal Informasi Publik

“Isu perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi topik paling dominan dengan 35,8% perbincangan dan publik tak pelak beranggapan bahwa isu perpanjangan masa jabatan Kades adalah kedok bagi wacana penundaan pemilu. Tokoh yang paling banyak disebut dalam isu penundaan pemilu adalah Muhaimin Iskandar dan Abdul Halim,” ujarnya dalam diskusi publik Continuum Bigdata Center: Dinamika Politik Menuju 2024, Apa Kata Big Data?” pada, Minggu (5/2). Diskusi tersebut juga menghadirkan Prof Dr Didik J Rachbini, Pendiri Continuum BigData dan Wahyu Tri Utomo, Data Analyst Continuum.

Sedangkan Presiden Jokowi adalah sosok yang paling disorot publik terkait isu penundaan pemilu dengan 92,13% perbincangan. Selanjutnya Muhaimin Iskandar (3,62%), Zulkifli Hasan (3,53%) dan Mahfud MD (0,72%).

Baca juga : Direktur GKI Beri Materi Kewirausahaan untuk Pelajar SMKS Bina Mandiri Labuan Bajo

Dia mengatakan, masyarakat juga sangsi dengan prestasi kepala desa yang terlihat pada perbicangan terkait masa jabatan kades dengan top perbincangan “Kedok 3 Periode” (38,8%), dan “Apa Prestasi Kades” (24,3%), juga “Perpanjangan masa jabatan lurah dapat menyebabkan rusaknya demokrasi”.

Masalah politik dinasti juga disorot dengan temuan teratas yaitu “Dulu menolak tapi sekarang menyambut” sebesar (44,9%), “politik dinasti membahayakan demokrasi” (4,5%) dan muncul karena “Kaesang terjun ke politik” (3,8%). Sosok yang paling sering dikaitkan dengan itu adalah Joko Widodo (2,70%), Kaesang (1,35%) dan Gibran (1,34%).

Hasil verifikasi partai yang ganjil, kata Wijayanto, juga menurunkan kredibiltas KPU menjadi topik yang paling sering dibincangkan (37,2%). Masyarakat juga meminta Jokowi dan DKPP menindak tegas KPU dan jangan saling melindungi.

 

Demokrasi Teracam Masuk Jurang

Pendiri Continuum BigData, Prof Dr Didik J Rachbini, menyitir Tempo Magazine yang mengatakan bahwa masih ada akrobat politik atau upaya-upaya tertentu dari para pelaku politik untuk menggiring perpanjangan masa jabatan presiden Jokowi 3 periode.

Isu perpanjangan masa jabatan tersebut, katanya, juga “mengunci” menteri-menterinya yang mempunyai kasus-kasus hukum. Para pemain politik dan demokrasi juga turut menggerakkan 5 wacana di point pertama di atas dengan didukung oleh para buzzer yang ekstra legal, sebagai bukti bahwa demokrasi di Indonesia terancam masuk jurang.

“Demokrasi intinya adalah kekuasaan yang berbagi dan kekuasaan yang dibatasi. Karena itu di negara demokasi maju seperti Amerika Serikat ada pembatasan hanya 2 periode menjabat bagi presiden terpilih. Namun wacana tidak ada pembatasan masa jabatan alias seumur hidup telah menjadi hal yang menyebabkan Sukarno dan Suharto ‘masuk jurang’,” kata Didik.

Usulan perpanjangan jabatan kepala desa menjadi 9 tahun, katanya, merupakan kolusi melawan tatanan demokrasi dan melawan adab demokrasi. Masa 9 tahun itu menjadi lebih panjang dari 2 kali masa jabatan presiden Amerika Serikat. Hal itu juga sama bahayanya dengan usulan kehendak presiden seumur hidup.

“Usulan perpanjangan jabatan kepala desa menjadi 9 tahun salah satu contoh demokrasi yang melenceng ke mana-mana. Rakyat di desa menjadi terancam tertindas oleh oligarki di tingkat desa, yang selama ini sudah beriklim demokrasi bagus dengan pergantian jabatan lurah secara periodik melalui pemilihan demokratis di desa. Hasil dari trolling Bid Data Continuum menemukan bahwa masyarakat menolak usul perpanjangan masa jabatan Lurah menjadi 9 tahun,” ucapnya.

Terkait ide penundaan pemilu, katanya, telah coba direkayasa oleh para tokoh politik, ketua partai dan ketua MPR/DPD, dengan menyatakan perlunya penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden Jokowi dengan alasan pemerintahannya baik. Hal ini juga disiapkan oleh anasir-anasir tersebut untuk membuat sidang istimewa MPR (bahkan sudah diketuk palu) untuk membuat PPHN. Tetapi di dalamnya ternyata berisi pengkhianatan terhadap konstitusi untuk perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode. Jika saja PDIP tidak menolak usulan 3 periode presiden, maka kemungkinan ide sesat tersebut akan berhasil.

KPU juga menjadi masalah. Dia menjadi produk dari transaksi kontrak bawah tanah, adu kekuatan dari masing-masing partai untuk mempengaruhi. Sejak awal dari evolusi lahirnya komisioner KPU, kata Didik, partai-partai telah berebut, sehingga komisioner KPU sekarang diragukan indepensinya. Karena mereka telah terikat dengan kontrak informal dari partai-partai yang mengusung dan adu kuat. Maka tidak heran dari hasil data continuum mempertanyakan independensi komisioner KPU.

Di negara maju, politik dinasti juga ada, tetapi telah terkontrol dengan baik oleh sistem politik check and balance yang efektif.

“Namun di Indonesia politik dinasti telah bercampur dengan oligarki jahat, sehingga politik dinasti yang diawasi oleh publik, patut mendapat perhatian. Politik dinasti saat ini telah terjadi di perdesaan bercampur dengan oligarki lokal. Sehingga rakyat kesulitan untuk mendapatkan praktik demokrasi yang sehat. Kekuasaan akan diwariskan turun temurun oleh keluarganya sendiri, dan bercampur dengan kepentingan bisnis, maka akses terhadap sumber daya dan lain-lain menjadi patut diawasi,” imbuhnya.

Karena itu, kata Didik, demokrasi semakin mundur karena para politisi dan partai politik telah mengkhianati demokrasi. Padahal para aktor demokrasi itu mereka terpilih karena proses demokrasi. Mereka mempunyai watak otoriter dalam menjalankan praktik dan amanat demokrasi dan banyak langkah anti demokrasi yang dilakukan,” katanya.

 

Akar Masalah dari Kemunduran Demokrasi

Wijayanto menambahkan, akar masalah dari kemunduran demokrasi di Indonesia terjadi karena konsolidasi oligarki dan sekutunya yang demikian cepat serta karena organisasi masyarakat sipil semakin lemah dan terfragmentasi.

Karena itu, diperlukan sikap memantau proses demokrasi yang salah satunya dengan memonitor percakapan publik.

Ben Anderson pernah menyatakan bahwa informasi yang benar dalam sebuah negara demokrasi merupakan oksigen bagi demokrasi. “Karena melalui informasi yang benar itulah warga negara termasuk para politisi akan mengambil keputusan-keputusan politik. Tempat informasi paling cepat adalah di ruang-ruang publik,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait
Karya Sastra Puisi Indonesia dan Kazakhstan
KI Pusat Mantapkan Sinergi dengan Media dalam Mengawal Informasi Publik
Direktur GKI Beri Materi Kewirausahaan untuk Pelajar SMKS Bina Mandiri Labuan Bajo
Artikel Terkini
Karya Sastra Puisi Indonesia dan Kazakhstan
KI Pusat Mantapkan Sinergi dengan Media dalam Mengawal Informasi Publik
Direktur GKI Beri Materi Kewirausahaan untuk Pelajar SMKS Bina Mandiri Labuan Bajo
Menjadi Tulang Punggung Pengembangan Usaha Ultra Mikro Indonesia, PNM Ikuti 57th APEC SMEWG
Tiga Orang Ditemukan Meninggal Akibat Tertimbun Longsor di Kabupaten Garut
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas