INDONEWS.ID

  • Jum'at, 19/05/2023 22:03 WIB
  • 25 Tahun Reformasi, Rizal Ramli: Ini Era "Demokrasi Sure-Pay"

  • Oleh :
    • very
25 Tahun Reformasi, Rizal Ramli: Ini Era "Demokrasi Sure-Pay"
Rizal Ramli adalah mantan Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia (2000-2001) dan mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (2015-2016). (Foto: ist)

Jakarta, INDONEWS.ID – Pada tahun ini, Indonesia merayakan 25 tahun reformasi. Itu berarti reformasi sudah dewasa dan mulai matang. Itu juga berarti bahwa kehidupan ketatanegaraan dan pemerintahan sudah berjalan pada rel yang benar untuk selanjutnya bisa berlari kencang.

Namun, bukannya berlari, malah kehidupan kebangsaan kita terseok-seok bak kereta rongsok. Semua kehidupan serba diatur. Ironisnya, yang mengatur semuanya adalah duit, dan kekuasaan.

Baca juga : KI Pusat Mantapkan Sinergi dengan Media dalam Mengawal Informasi Publik

Salah satu tokoh pergerakan yang juga tokoh reformasi DR Rizal Ramli mengatakan sedih dengan situasi dan kondisi sosial politik saat ini.

“Ini era demokrasi, uang yang bisa mengatur semuanya atau ‘demokrasi sure-pay’,” ujar mantan Menko Perekonomian itu di akun Twitternya, @RamliRizal yang dipantau di Jakarta, Jumat (19/5).

Baca juga : Direktur GKI Beri Materi Kewirausahaan untuk Pelajar SMKS Bina Mandiri Labuan Bajo

Mantan Menko Kemaritiman itu mengumpamakan kepemimpinan dengan sebuah handphone (HP). Jika sudah hang, maka HP harus di-service. Namun jika sudah rusak total maka mau tidak mau harus diganti.

“Klo HP sudah error mulu, jalan satu-satunya ya ‘total reset’ atau ganti Handphone,” ujarnya.

Baca juga : Pimpin Proses Penyiapan dan Percepatan Keanggotaan Indonesia pada OECD, Presiden Joko Widodo Tunjuk Menko Perekonomian sebagai Ketua Tim Nasional OECD

Sebelumnya, ekonom senior itu mengeritik para penjabat kita yang suka dengan pencitraan.

Rizal Ramli mengatakan, pencitraan memang perlu dan wajar. Namun, dia bukan satu-satunya kriteria untuk menjadi seorang pemimpin. “Zaman Presiden SBY dulu sudah mulai dengan pencitraan, apalagi di saat ini. Zaman Presiden Jokowi malah makin hancur-hancuran. Tiada hari tanpa pencitraan,” ujar Tokoh Pergerakan, Dr Rizal Ramli dalam podcast BERISIK (Berita dan Telisik) dengan judul “Menkeu Bagai Lap Kotor, Pakai Uang Negara untuk Selamatkan Century?” yang tayang di Jakarta, Selasa (7/3).

Bang RR – sapaan Rizal Ramli - mengatakan, jika kita hanya berpatokan pada pencitraan maka kita akan mendapatkan seorang pemimpin yang jauh dari kualitas.

“Kalau kita hanya berpatok pada pencitraan maka kita akan mendapatkan seorang pemimpin yang tidak berkualitas, yang KW 2 dan KW3. Maka buntutnya negara jadi kacau jika orang tersebut memimpin,” ujarnya.

Untuk mendapatkan pemimpin yang berkualitas, kata ekonom senior itu, kita harus mengubah proses seleksi kepemimpinan.

Dia mengambil contoh di Amerika Serikat, sebuah negara yang liberal. Di negara itu, seleksi kepemimpinan sangat ketat dan kompetitif. Mereka hanya memiliki dua partai besar. Misalnya Partai Demokrati memiliki 9 calon presiden dan Partai Republik mencalonkan 12 presiden. Namun para capres tersebut harus melalui pertarungan di dalam satu partainya dengan mengikuti konvensi. Maka keluarlah satu nama yang benar-benar kompetitif, unggul.

(DR. Rizal Ramli bersama Capres Anies Baswedan. Foto: RMOL)

Demikian juga di negara komunis. Di China misalnya, seseorang harus melalui tingkat yang paling bawah yaitu menjadi sekretaris partai di tingkat paling bawah, seperti di kecamatan. Selanjutnya naik lagi ke tingkat yang lebih tinggi dan pindah ke kota, seterusnya dan seterusnya. Sampai pada akhirnya jika benar-benar berkualitas maka seseorang baru menjadi pemimpin nasional. Jadi sistem di negara-negara tersebut itu sangat kompetitif, dan unggul.

“Apa yang terjadi dengan sistem di negara yang mengaku Pancasila, dan NKRI ini? Kita tidak memiliki sistem seleksi kepemimpinan yang kompetitif. Hanya bermodal pencitraan dan modal uang,” ujar mantan Penasihat Fraksi ABRI di DPR/MPR RI tersebut.

Karena itu, katanya, betapa banyak uang yang harus disetor ke partai politik jika mau menjadi bupati, gubernur apalagi menjadi presiden. Tahun 2014 lalu saja, menurut mantan Kepala Bulog itu, seorang calon wakil presiden harus membutuhkan uang sebesar Rp2 triliun.

Karena itu, bututnya, jika seseorang tidak mempunyai uang maka dia membutuhkan bandar. Dan kalau sudah jadi, maka bandar itulah yang mengatur semuanya.

“Karena itu, yang terjadi adalah dari bupati dan wali kota terdapat sebanyak 182 bupati dan wali kota yang ditangkap KPK. Dari 34 gubernur ada 24 yang harus berurusan dengan KPK,” ujarnya.

Menurut Rizal Ramli, hal ini terjadi karena kita menerapkan threshold sebesar 20 persen. Padahal, katanya, dalam UUD tidak disebutkan threshold.

Karena itu, kata Bang RR, jika tidak ada threshold, maka calon presiden bisa bermunculan. Munculnya banyak calon itu sesuatu yang bagus karena sang calon akan diuji. “Mereka diuji visi-misinya, track recordnya, diuji integritasnya, diuji substansinya dan itu menjadi bagus. Jadi bukan hanya yang diuji popularitas dan pencitraan saja,” ujarnya. ***

Artikel Terkait
KI Pusat Mantapkan Sinergi dengan Media dalam Mengawal Informasi Publik
Direktur GKI Beri Materi Kewirausahaan untuk Pelajar SMKS Bina Mandiri Labuan Bajo
Pimpin Proses Penyiapan dan Percepatan Keanggotaan Indonesia pada OECD, Presiden Joko Widodo Tunjuk Menko Perekonomian sebagai Ketua Tim Nasional OECD
Artikel Terkini
KI Pusat Mantapkan Sinergi dengan Media dalam Mengawal Informasi Publik
Direktur GKI Beri Materi Kewirausahaan untuk Pelajar SMKS Bina Mandiri Labuan Bajo
Menjadi Tulang Punggung Pengembangan Usaha Ultra Mikro Indonesia, PNM Ikuti 57th APEC SMEWG
Tiga Orang Ditemukan Meninggal Akibat Tertimbun Longsor di Kabupaten Garut
Pimpin Proses Penyiapan dan Percepatan Keanggotaan Indonesia pada OECD, Presiden Joko Widodo Tunjuk Menko Perekonomian sebagai Ketua Tim Nasional OECD
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas