INDONEWS.ID

  • Minggu, 18/06/2023 20:51 WIB
  • Ironi Partai Politik Jelang Pemilu 2024

  • Oleh :
    • Mancik
Ironi Partai Politik Jelang Pemilu 2024
Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas), Sutrisno Pangaribuan.(Istimewa)

Oleh: Sutrisno Pangaribuan

INDONEWS.ID - Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy ( Romi) optimistis dengan bergabungnya Sandiaga Uno. Sandi dinilai mampu mendongkrak elektabilitas PPP pada Pemilu 2024. Romi berharap, dengan bergabungnya Sandi dapat menyumbang tambahan suara PPP sekitar 3-4 persen. Romi menjelaskan survei terakhir elektabilitas PPP berada di angka 4,1 persen untuk ambang batas parlemen. Maka dengan Sandi, elektabilitas PPP diharapkan lebih dari 8 persen.

Baca juga : Menguatnya Kartel Oligarki dalam Pemilu 2024

Meski baru bergabung ke PPP, melalui Rapimnas VI PPP, yang berlangsung di Jakarta, pada Sabtu (17/6/2023), selain ditetapkan sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres), Sandi langsung diberi tugas strategis sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu Nasional. Tugas pokok Sandi adalah pemenangan PPP dalam Pemilu Legislatif ( Pileg), Pemilu Presiden ( Pilpres), dan Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada) serentak 2024.

Sekretaris Dewan Pembina PSI, sekaligus Wakil Menteri ATR/ BPN, Raja Juli Antoni "melapor" ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait Kaesang Pangarep. Putra bungsu Jokowi tersebut mulai "dijual" PSI untuk menjadi Depok pertama (satu). PSI telah memasang berbagai bahan kampanye di jalan- jalan protokol kota Depok. Tulisan "PSI Menang Kaesang Walikota" melengkapi wajah Kaesang yang tersenyum di sepanjang jalan.

Baca juga : Pilpres 2024: Pesta Tapi Sedih

Ade Armando salah satu pentolan baru PSI juga terlibat dalam kegiatan deklarasi relawan Kaesang "Sang Menang". Sebelum "ribut" dengan PDIP, PSI sempat menyatakan bahwa Ganjar Pranowo ( Ganjar) adalah Capres PSI. Bahkan PSI berani memasangkan Ganjar dengan Yenny Wahid sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Namun setelah hak kesulungannya terusik, kemudian PDIP menyebut ada partai pembajak kader partai lain, akhirnya PSI pun berhenti menyebut nama Ganjar. Terakhir kembali memanas saat PSI menyebut langkahnya diikuti partai lain, pasca PDIP mengajukan Ganjar sebagai capres. Saat ini, PSI memilih menunggu arahan dan petunjuk Presiden Jokowi terkait capres, persis sama dengan sikap relawan Jokowi versi musra.

Baca juga : Perubahan Dramatis Indonesia Menuju Semi-Otoritarianisme dan Politik Dinasti

Partai Hanura secara resmi menyatakan dukungan "tanpa syarat" kepada Ganjar Pranowo untuk menjadi calon presiden di Pemilu 2024. Ketua Umum Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO) mengatakan, Partai Hanura sejalan dengan PDIP terkait dukungan untuk Ganjar. OSO menjelaskan bahwa dukungan Partai Hanura kepada Ganjar Pranowo bukan didasarkan pada keinginan elite DPP Hanura.

Dukungan tersebut adalah aspirasi dari para pengurus dan kader Partai Hanura di seluruh daerah Indonesia. Kehadiran Jokowi saat pengumuman Ganjar sebagai Capres oleh PDIP sebaga bukti dukungan Jokowi kepada Ganjar. Maka dukungan tersebut menjadi faktor terpenting dalam keputusan Partai Hanura. Sebab, Partai Hanura menilai Presiden Jokowi telah berhasil melakukan pembangunan di berbagai sektor, dan keberhasilan itu harus diteruskan oleh pemimpin selanjutnya.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Kang Emil) telah resmi menjadi kader Partai Golkar, Rabu (18/1/2023).. Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto langsung memberikan jabatan wakil ketua umum sekaligus co-chair Badan Pemenangan Pemilu ( Bappilu) DPP Partai Golkar. Kang Emil diberi tugas khusus menggalang pemilih untuk memenangkan pemilu dan memperkuat posisi Golkar di Jawa Barat.

Sementara itu, Kang Emil mengatakan pengikutnya di media sosial menjadi modal penting. Kang Emil yakin banyak pengikutnya yang kemudian tertarik dengan program kerja Partai Golkar. Dengan memiliki "Followers 30 juta" di akun media sosial diyakini menjadi modal yang kuat.

Sebelumnya, saat Setya Novanto menjadi Ketum Partai Golkar, ada kebijakan DPP Partai Golkar untuk memasang foto Presiden Jokowi di spanduk, baliho, maupun backdrop kegiatan. Bahkan di semua kantor partai wajib dipasang dan dipajang gambar Presiden Jokowi. Sementara gambar wajah orang paling berjasa membesarkan Golkar yakni, Presiden RI ke-2, HM. Soeharto, tidak pernah diwajibkan dipasang oleh DPP Partai Golkar.

Pragmatisme Partai Politik

Sejak Pilkada dan Pilpres diselenggarakan secara langsung, Parpol terus berlomba mencari sosok calon yang dianggap mampu memberi keuntungan dan dampak elektoral terhadap Parpol. Sosok yang dicari tidak harus se "idiologi". Bahkan tokoh yang pernah menjadi "seteru politik" sebelumnya, dapat dijadikan "sekutu politik" kemudian. Partai Nasdem sebagai "die hard" Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok) di Pilkada 2017 melawan Anies Rasyid Baswedan ( ARB), kini menjadi Parpol pertama dan utama pendukung ARB di Pilpres 2024.

Partai Amanat Nasional ( PAN) dalam dua kali Pilpres selalu di kubu lawan Jokowi, yakni Prabowo Subianto. Namun setelah Pilpres usai, PAN langsung merapat dan dapat ganjaran "menteri" oleh Jokowi. Demikian juga dengan Partai Golkar, dan PPP di Pilpres 2014 mendukung Prabowo, langsung mengubah dukungannya pasca kekalahan Prabowo, juga diganjar menteri oleh Jokowi.

Semua Parpol tanpa terkecuali berlomba mencalonkan artis, bahkan a Aldi Taher diajukan sebagai bacaleg oleh dua partai. Ironisnya, justru ada pengurus partai yang tidak percaya diri bertarung sebagai caleg. Bahkan maju sebagai calon perseorangan menjadi calon Anggota DPD RI. Persyaratan mundur sebagai pengurus Parpol sebagai syarat utama, hanya dijadikan syarat administrasi. Faktanya, pengurus Parpol tersebut hingga saat ini masih aktif dalam kegiatan Parpol. Mereka beralasan bahwa syarat mundur sudah dibuat, soal pengunduran diri diterima, itu urusan Parpol.

Peta Politik Masih Akan Berubah

Meski sebagian Parpol mengumumkan bakal calon presiden ( bacapres), baik Prabowo Subianto, Anies Rasyid Baswedan, Ganjar Pranowo, Airlangga Hartarto, semua masih akan berubah. Sekalipun Parpol "kegenitan" membuat "piagam perjanjian", menanda tangani "nota kesepahaman atau kesepakatan". Namun demikian, hingga pasangan capres dan cawapres didaftarkan ke KPU RI, semuanya masih abu- abu.

Pembelahan politik pasca reformasi selalu berada pada dua kutub, ikut penguasa atau antitesa. Demikian juga saat ini, saat mayoritas Parpol "jinak" kepada Jokowi, maka di kubu pemerintahan, semua mengambil posisi aman, menunggu perintah dan arahan Jokowi. Bahkan, meskipun Jokowi sejak semula telah memberi isyarat akan mendukung ( harus mendukung) Ganjar, semua bacapres dan Parpol masih berharap "belas kasihan" Jokowi. Sementara "kubu antitesa" masih gaduh karena tim delapan tidak kunjung mengumumkan bacawapres ARB.

Pemilu 2024 Rakyat Tidak Peduli

Meski akhirnya Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) menolak permohonan perubahan sistem Pemilu dari terbuka menjadi tertutup, namun antusiasme masyarakat sama sekali tidak terlihat. MKRI yang sempat diancam delapan Fraksi DPR RI, justru kini diapresiasi sebagai lembaga negara yang terpuji. Denny Indrayana sebagai pencetus rumor, Parpol pendukung sistem proporsional terbuka mengapresiasi MKRI. Meski sistem Pemilu terbuka diklaim sebagai sistem yang paling demokratis, partisipatif, namun rakyat sama sekali tidak memberi perhatian kala terjadi kehebohan para elit politik.

Pemilu (Pileg dan Pilpres) 2024 direncanakan akan digelar pada Rabu (14/2/2024), sementara Pilkada direncanakan diselenggarakan pada Rabu (27/11/2024). Namun antusiasme rakyat sama sekali tidak meningkat. Jika ada kegiatan bacapres di berbagai kota dan daerah, semua masih terlihat diorganisir oleh Parpol dan relawan pendukung. Antusiasme rakyat tidak lagi terasa, partisipasi publik semakin jauh. Rakyat sudah jenuh dengan seremoni deklarasi, semakin muak dengan sosialisasi tanpa isi.

Jika peserta Pemilu yakni, Parpol, perseorangan, pasangan calon tidak segera mengubah strategi perkenalan diri, maka sangat mungkin pesta demokrasi Pemilu 2024 akan sepi. Rakyat tidak tertarik menghadiri pesta, karena "makanan" yang disajikan tidak menarik, tidak enak, bahkan terasa hambar. Peserta Pemilu yang tidak mampu menyajikan ide, gagasan, dan program politik yang "baru", akan ditinggal rakyat. Rakyat akhirnya marah dengan tidak bersedia menggunakan hak pilihnya.

Pemilu Silaturahmi Politik Nasional

Kongres Rakyat Nasional ( Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia. Kornas mendorong terus partisipasi rakyat serta memaksa Parpol untuk mengubah perilaku dan kebiasaannya. Untuk itu Kornas menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut:

Pertama, bahwa Parpol gagal menghasilkan calon- calon pemimpin. Akibatnya Parpol sangat ketergantungan pada popularitas para kandidat. Selain kekuatan calon, Parpol juga menghitung potensi dukungan dana ( logistik) dari calon untuk digunakan menggerakkan mesin politik Parpol. Selain ketokohan, alasan kuat dukungan Parpol kepada Sandiaga Uno, Erich Thohir adalah kekuatan logistiknya.

Kedua, bahwa Parpol sebagai lembaga milik publik sebagai penerima dana rakyat melalui APBN dan APBD harus transparan dalam tata kelola partai dan keuangan partai. Sebagai lembaga milik publik, maka Parpol tidak dapat dikelola sebagai "perusahaan pribadi, keluarga, kelompok, atau golongan". Segala bentuk tindakan elit Parpol yang bertentangan dengan prinsip negara hukum harus dihentikan.

Ketiga, bahwa harus ada upaya dan tindakan konkrit dari pemerintah untuk memastikan Pemilu 2024 lebih baik. Liberalisasi demokrasi akibat lemahnya Parpol membuat Pemilu bukan sebagai pertarungan ide, gagasan, dan program politik. Para calon menjual isi tas, bukan kapasitas dan kualitas. Maka Kornas meminta Presiden mengeluarkan Perpu Pemberantasan Politik Uang dalam Pemilu.

Keempat, bahwa kontestasi harus meningkatkan rasa persaudaraan dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa. Maka dibutuhkan komitmen dari penyelenggara, pengawas, peserta Pemilu dan pemerintah untuk Pemilu yang berkualitas. Semua pihak harus menghindari penggunanan politik identitas dan pemanfaatan ikatan - ikatan primordial serta eksploitasi SARA. Untuk itu Kornas meminta Presiden menerbitkan Perpu Pelarangan Penggunaan Politik Identitas, Pemanfaatan Ikatan- Ikatan Primordial, dan Eksploitasi SARA dalam Pemilu.

Kelima, bahwa peserta Pemilu wajib membuat laporan penerimaan dan pengeluaran seluruh biaya keikutsertaan dalam Pemilu sejak mulai tahapan pendaftaran hingga pengumuman. Laporan perlu dibuat secara periodik, dan bertahap. Wajib dilaporkan secara terbuka dan dapat diakses oleh publik setiap saat.

Kornas akan mendorong agar Pemilu sebagai pesta demokrasi yang dilaksanakan tiap lima tahun sekali. Harus dijadikan sebagai momentum konsolidasi demokrasi, silaturahmi politik, dan gotong royong nasional. Sehingga seluruh tahapan proses Pemilu sejatinya mendatangkan kegembiraan.

Kornas akan menggunakan seluruh kekuatan dan kemampuannya untuk memastikan rakyat akan dapat menyalurkan aspirasi politiknya secara langsung umum bebas, dan rahasia, jujur, dan adil.

*)Penulis adalah Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)

Artikel Terkait
Menguatnya Kartel Oligarki dalam Pemilu 2024
Pilpres 2024: Pesta Tapi Sedih
Perubahan Dramatis Indonesia Menuju Semi-Otoritarianisme dan Politik Dinasti
Artikel Terkini
Upacara Peringatan ke-116 Hari Kebangkitan Nasional di Kabupaten Maybrat: Menuju Indonesia Emas
Di Acara Mengenang Tokoh Pers Nasional Prof Salim Haji Said, Pemred Asri Hadi Bertemu Bacalon Walkot Tangsel
Raih Gelar Doktor Honoris Causa Gyeongsang National University (GNU), Menko Airlangga Diakui Dedikasinya dalam Kemitraan Strategis Indonesia-Korea Selatan
ICC Terbitkan Surat Penangkapan Terkait Konflik Gaza, Hikmahanto: Tiga Alasan Masih Sulit Dilakukan
"Sekolah Damai" di SMA 3 Semarang, BNPT: Upaya Ciptakan Lingkukngan Pendidikan Aman, Damai, dan Penuh Nilai Toleransi
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas