INDONEWS.ID

  • Selasa, 27/06/2023 11:53 WIB
  • Walikota Surabaya: Stunting Tidak Turun, Kepala Dinas Mundur

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Walikota Surabaya: Stunting Tidak Turun, Kepala Dinas Mundur
Walikota Surabaya, Eri Cahyadi dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertema "Langkah Penting Turunkan Stunting" pada Senin, (26/6/23) yang digelar dalam rangka memperingati Hari Keluarga Nasional ke-30.

Jakarta, INDONEWS.ID - Pemerintah Kota Surabaya menunjukkan komitmen tegas dalam upaya menurunkan angka stunting di wilayah tersebut. Salah satunya adalah Kepala Dinas Kesehatan yang harus siap mengundurkan diri jika tak mampu menurunkan angka stunting.

Demikian disampaikan Walikota Surabaya, Eri Cahyadi dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertema "Langkah Penting Turunkan Stunting" pada Senin, (26/6/23) yang digelar dalam rangka memperingati Hari Keluarga Nasional ke-30.

Baca juga : Angka Stunting Bisa Ditekan dengan Efektifitas Anggaran

"Setiap tahun kami menyediakan surat pernyataan jabatan, ada kontrak kinerja bahwa kalau angka stunting tidak turun, maka `saya akan mengundurkan diri dan melepas jabatan sebagai kepala dinas`," kata Eri dalam diskusi yang digelar sejalan dengan tema yang diusung BKKBN "Menuju Keluarga Bebas Stunting, Indonesia Maju."

Sejauh ini, Eri mengungkapkan, pihaknya berhasil menurunkan angka stunting di angka 600 anak. Hingga akhir tahun, pihaknya menargetkan turun menjadi 150 anak.

"Itu kami lakukan di Surabaya. Jadi kerjanya dengan hati. Bukan lagi mencari pengakuan. Karena itu sekarang sudah menjadi 600 anak. Target saya sekitar 150 di akhir tahun," terangnya.

Kelengkapan Data dan Kedekatan

Lebih lanjut, Eri Cahyadi menjelaskan, kelengkapan data dan kedekatan dengan masyarakat menjadi kunci keberhasilan Pemerintah Kota Surabaya dalam menurunkan angka stunting di wilayah tersebut.

Sebagai walikota, Eri menyampaikan, dia harus tahu berapa jumlah bayi yang lahir per hari di seluruh wilayah kota Surabaya.

Sebab dia menyadari, bayi lahir di fasilitas yang berbeda seperti klinik, bidan, puskesmas hingga rumah sakit. Umumnya, fasilitas-fasilitas ini tidak membuat laporan kepada kepala daerah. Maka dari itu, pihaknya memanfaatkan aplikasi Antropometri milik Kementerian Kesehatan.

Dari data yang diperolehnya melalui aplikasi tersebut, ujar Eri, pihaknya mengetahui bahwa bayi stunting tidak hanya berasal dari keluarga tak mampu alias miskin, namun juga dari keluarga mampu atau kaya.

"Hari ini sampai dengan tingkat RT/RW. Pak RT-nya bahkan tahu bayi stuntingnya berapa, gizi buruk berapa, hingga orang miskin di wilayahnya itu berapa. Dia tahu semuanya," tukasnya.

Dari data yang didapatkan tersebut, barulah pihaknya menyusun strategi dan arah kebijakan. Di mana salah satunya dengan menghidupi nilai-nilai pancasila yakni semangat gotong royong.

"Gotong royong itu kita gunakan dan di Surabaya ada namanya ‘Kader Surabaya Hebat’. Jumlahnya sekitar 45.000. Beliau-beliau inilah yang turun mendampingi, bahkan mulai anak perempuan itu menstruasi hingga menikah dan sampai menjalani kehidupan rumah tangga," bebernya.

Bagi Eri, keberhasilan Pemerintah Kota Surabaya menekan angka stunting menjadi 600 hingga saat ini merupakan kekuatan masyarakat. Dia melihat masyarakat di wilayahnya bersedia merubah mindsetnya dengan masalah stunting sebagai tanggung jawab bersama.

"Ini adalah kekuatan, bukan karena walikotanya, tapi warga yang betul-betul bisa merubah mindset bahwa cinta kota ini adalah kewajiban semua umat manusia yang ada di kota Surabaya. Alhamduliahn hari ini sudah turun menjadi 600. Target kita zero stunting," paparnya.

Orang Tua Asuh Stunting

Di wilayah Kota Surabaya, Eri menambahkan, pemerintah memiliki program orang tua asuh. Program ini merupakan bentuk dukungan masyarakat terhadap program-program pemerintah melalui pemberian donasi.

Adapun donasi yang diberikan mencakup pemenuhan kebutuhan makan dan minum para anak-anak stunting. Bahkan, Eri menceritakan, ada orang tua yang ingin menanggung anak-anak stunting di satu kecamatan.

"Di situlah ternyata mindset  dan keterbukaan pemerintah lebih penting daripada kepala daerah itu untuk mencari sebuah popularitas.

Eri mengakui keterbukaan pemerintah kepada masyarakat terhadap program-program yang ada menjadi kunci keberhasilan sebuah program atau diterapkan.

"Kedekatan - kedekatan kekeluargaan itulah yang bisa merubah Surabaya angka stuntingnya bisa turun drastis sampai sekarang ini," bebernya.

Manfaatkan 50 Persen Lebih APBD

Pada forum tersebut, Eri menjelaskan, pihaknya menggunakan 50,3 persen anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk mengatasi masalah stunting.

Diketahui, pada 2020 lalu, angka stunting di Surabaya mencapai 12.778 anak. Jumlah ini menurun drastis menjadi 889 anak pada Januari 2023 dan saat ini menjadi 600 anak.

"Jadi anggaran APBD Kota Surabaya itu 50,3 persen kita gunakan untuk anak, yang di dalamnya untuk stunting. Jadi kalau anggaran kita sebesar Rp10 triliun, maka hampir Rp5 triliun digunakan untuk anak,"  tukasnya.

"Karena kita menyiapkan bangsa ini untuk penerus kita. Bukan untuk diri kita," tutupnya.

Artikel Terkait
Angka Stunting Bisa Ditekan dengan Efektifitas Anggaran
Artikel Terkini
Feby Longgo, Ketua Kelompok Mekaar Merasa Beruntung Usaha Semakin Maju Dan Bisa Membantu Sesama
Penyanyi Cilik Viral Etenia Croft merilis single pertamanya Lagu "Sahabat"
Hardiknas, KSP: Momentum Percepatan Sertifikasi Guru
Traktat Pandemi Diharapkan Lindungi Manusia di Masa Datang
Lawatan ke PLBN Motaain, Kepala BNN: Perkuat Pengelolaan PLBN dalam Memerangi Narkoba
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas