INDONEWS.ID

  • Kamis, 20/07/2023 16:52 WIB
  • SMRC: Pemilih dengan Komitmen Rendah pada Demokrasi Cenderung Pilih Prabowo

  • Oleh :
    • very
SMRC: Pemilih dengan Komitmen Rendah pada Demokrasi Cenderung Pilih Prabowo
Capres 2024. (Foto: Tribunnews.com)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Pemilih yang tidak punya komitmen atau memiliki komitmen rendah pada nilai-nilai demokrasi ternyata menjatuhkan pilihan untuk memilih Prabowo Subianto sebesar 48 persen. Sedangkan yang memilih Ganjar Pranowo sebesar 26 persen, dan Anies Baswedan 26 persen.

Baca juga : KI Pusat Mantapkan Sinergi dengan Media dalam Mengawal Informasi Publik

Sebaliknya, yang memiliki komitmen tinggi pada demokrasi, yaitu hanya 29 persen yang memilih Prabowo, sementara yang memilih Ganjar 39 persen dan Anies 33 persen.

Demikian temuan studi Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) sebagaimana yang disampaikan Prof. Saiful Mujani dalam program ‘Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ episode “Nilai-nilai Demokrasi dan Pilihan Capres” melalui kanal YouTube SMRC TV pada Kamis, 20 Juli 2023.

Baca juga : Direktur GKI Beri Materi Kewirausahaan untuk Pelajar SMKS Bina Mandiri Labuan Bajo

Video utuh presentasi Prof. Saiful bisa disimak di sini: https://youtu.be/wU99wn4PsRs

Saiful menjelaskan bahwa tiga nama bakal calon presiden memiliki latar belakang dan pengalaman politik yang berbeda. Prabowo berkarir sebagai tentara pada zaman otoriatrian Orde Baru yang anti pada nilai-nilai demokrasi. Sementara Ganjar memulai karirnya sebagai politisi di ujung Orde Baru, dan menjadi aktivis Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menentang Orde Baru. Dia memulai karirnya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di masa Reformasi. Anies relatif sama dengan Ganjar, namun dia berkarir politik setelah Indonesia mengalami reformasi.

Baca juga : Pimpin Proses Penyiapan dan Percepatan Keanggotaan Indonesia pada OECD, Presiden Joko Widodo Tunjuk Menko Perekonomian sebagai Ketua Tim Nasional OECD

Melihat dari latar belakang yang berbeda ini, asumsi atau hipotesis yang terbangun adalah kalau masyarakat punya komitmen yang kuat pada demokrasi, kemungkinan mereka tidak mendukung Prabowo, sebaliknya akan cenderung mendukung Ganjar atau Anies.

Di sini kita melihat bahwa orang yang mendukung Prabowo mungkin tidak melihat bahwa nilai-nilai demokrasi itu penting atau setidaknya mereka menganggap nilai-nilai demokrasi itu bukan sesuatu yang lebih penting dari faktor yang lain. Itu sebabnya mereka tetap memilih Prabowo walaupun dia memiliki rekam jejak yang tidak positif dalam hubungannya dengan demokrasi dan nilai-nilai human rights.

Jadi Prabowo mungkin dipilih dengan dasar bahwa nilai-nilai demokrasi bukan sesuatu yang sangat penting dalam menentukan pilihan mereka. Sebaliknya, mereka yang tidak menilai penting demokrasi kemungkinan tidak memilih Ganjar. Hipotesis itu akan sah sejauh konsisten dengan fakta empiris.

Saiful menjelaskan bahwa ada banyak nilai demokrasi yang dijadikan sebagai ukuran dalam pelbagai studi. Namun dalam konteks studi ini, dibatasi hanya tiga ukuran nilai demokrasi yang semuanya bertumbuh dari konsep kebebasan.

Kebebasan, lanjut Saiful, adalah konsep yang sangat esensial dalam demokrasi. Yang membuat demokrasi berbeda dengan otoritarianisme adalah karena dalam demokrasi, nilai-nilai kebebasan dijadikan fondasi. Sementara dalam otoritarianisme, bukan kebebasan yang menjadi fondasi, sebaliknya adalah suatu bentuk pemerintahan yang lebih menekankan pada stabilitas dan hirarki sistem yang tidak mentoleransi aspek-aspek kebebasan dan nilai-nilai hak asasi manusia.

Variabel pertama adalah kebebasan berpendapat. Variabel kedua adalah kebebasan berkumpul, baik untuk mendirikan organisasi sosial, mendirikan partai politik, ikut serta dalam partai politik, dan sebagainya. Komponen ketiga adalah kebebasan rakyat untuk mengkritik pemerintah.

 

Studi Terkait Komitmen Warga pada Demokrasi

SMRC melakukan studi tentang komitmen warga pada nilai-nilai demokrasi pada Desember 2022. Studi ini menemukan sangat sedikit orang yang menyatakan kebebasan berpendapat itu kurang atau tidak penting sama sekali, sekitar 6,5 persen. Sementara yang menyatakan sangat penting 60 persen dan cukup penting 30,2 persen. Jika digabungkan antara yang menyatakan sangat atau cukup penting, jumlahnya mencapai 90,2 persen.

“Di masyarakat, perhargaan pada nilai-nilai kebebasan sangat tinggi. Sebanyak 9 dari 10 orang Indonesia menilai bahwa kebebasan berpendapat itu penting,” jelas Saiful.

Seberapa penting kebebasan berkumpul atau berserikat? Ada 83,9 persen publik yang menilai hal tersebut sangat atau cukup penting, yang menilai kurang atau tidak penting 12,2 persen, dan tidak jawab 3,9 persen.

“8 dari 10 orang Indonesia menganggap kebebasan berkumpul dan berserikat itu penting atau sangat penting,” jelas pendiri SMRC tersebut.

Dalam hal pentingnya kebebasan untuk mengkritik pemerintah, terdapat 84,3 persen publik yang menilai hal itu sangat atau cukup penting, kurang atau tidak penting 12,9 persen, dan tidak jawab 2,7 persen.

Saiful menjelaskan bahwa secara umum, mayoritas masyarakat Indonesia menganggap kebebasan berpendapat, berkumpul, dan mengkritik pemerintah sebagai hal yang penting.

Selanjutnya Saiful menjelaskan bahwa ketiga variabel kebebasan tersebut kemudian digabungkan menjadi indeks komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi. Dalam rentang 0 sampai 100 di mana 50 ke atas adalah skor yang tinggi dan 50 ke bawah rendah, maka indeks dukungan publik yang tinggi pada kebebasan atau nilai-nilai demokrasi 92,3 persen, sementara yang rendah 7,7 persen. Dari 92,3 persen yang memiliki komitmen tinggi pada nilai-nilai demokrasi, 33 persen memilih Anies, 39 persen memilih Ganjar, dan 29 persen memilih Prabowo.

“Selisih Anies dan Ganjar sekitar 6 persen, sementara selisih Ganjar dengan Prabowo sekitar 10 persen,” jelas Saiful.

Sebaliknya, 7,7 persen yang memiliki komitmen rendah pada nilai-nilai demokrasi, 48 persen memilih Prabowo, sementara yang memilih Anies dan Ganjar masing-masing 26 persen.

Saiful menyatakan bahwa jika yang bersaing adalah antara Anies dengan Ganjar, maka komitmen pada demokrasi bukan faktor yang penting.

“Penjelasan komitmen pada nilai-nilai demokrasi tidak meyakinkan secara statistik untuk dua tokoh ini (Anies dan Ganjar),” kata Saiful.

Namun jika yang diperbandingkan adalah antara Prabowo dengan Ganjar atau dengan Anies, faktor komitmen pada demokrasi menjadi signifikan. P-value dalam analisis Chi-squared sebesar 0,003, lebih kecil dari 0,05, yang berarti hubungannya signifikan secara statistik.

Apa yang membuat hal itu signifikan secara statistik adalah perbedaan antara pemilih yang memiliki komitmen tinggi pada demokrasi pilihannya pada Ganjar dan Prabowo berbeda dan memiliki selisih yang signifikan. Di sisi lain, pada pemilih yang memiliki komitmen rendah pada nilai-nilai demokrasi, hampir separuhnya memilih Prabowo (48 persen) dan berbeda sangat signifikan dengan yang memilih Ganjar (26 persen).

“Dilihat dari sisi ini, pemilih yang punya komitmen pada nilai-nilai demokrasi cenderung lebih memilih Ganjar, sementara yang kurang memiliki komitmen pada nilai-nilai demokrasi cenderung memilih Prabowo,” jelas Saiful.

Kenapa demikian, lanjut Saiful, karena dua tokoh ini memiliki latar belakang nilai-nilai politik dan pengalaman langsung dengan dunia politik yang berbeda. Prabowo dibesarkan dan berkarir di Angkatan Darat pada masa otoritarianisme Orde Baru. Sementara Ganjar mulai berkarir di dunia politik pada masa awal Reformasi atau akhir dari otoritarianisme Orde Baru. Sejak muda, Ganjar cenderung beroposisi terhadap rezim otoritarianisme Orde Baru.

Lebih jauh Saiful menjelaskan bahwa mungkin saja hubungan signifikan antara komitmen pada demokrasi dengan pilihan pada calon presiden karena pengaruh dari faktor lain seperti pendidikan dan generasi.

Karena itu, Saiful menganalisis hubungan antara komitmen pada nilai-nilai demokrasi dan pilihan presiden dengan kontrol pada variabel pendidikan dan generasi. Studi ini kemudian membuat analisis regresi dengan tiga independent variable: komitmen pada demokrasi, tingkat pendidikan, dan perbedaan generasi.

Dalam analisis multivariat ditemukan bahwa faktor generasi tidak signifikan berpengaruh dalam pilihan pada presiden. Sementara aspek pendidikan memiliki hubungan signifikan dan negatif pada pilihan terhadap Prabowo. Demikian pula faktor dukungan atau komitmen pada nilai-nilai demokrasi tetap punya hubungan signifikan negatif pada pilihan terhadap Prabowo.

Walaupun variable pendidikan dan perbedaan generasi dimasukkan dalam analisis regresi, faktor komitmen pada nilai-nilai kebebasan atau demokrasi tetap memiliki hubungan negatif dan signifikan pada pilihan terhadap Prabowo.

Karena itu, menurut Saiful, komitmen pada nilai-nilai demokrasi kemungkinan besar memiliki nilai yang cukup independen pengaruhnya atas pilihan calon-calon presiden. Orang yang memiliki komitmen pada nilai-nilai demokrasi cenderung akan menggerus suara Prabowo. Sebaliknya, hal itu tidak berpengaruh secara signifikan pada Anies dan Ganjar.

“Kalau komitmen pada nilai-nilai demokrasi naik di kalangan pemilih, misalnya yang awalnya menganggap nilai-nilai demokrasi cukup penting menjadi sangat penting, hal tersebut akan menggerus suara Prabowo. Sebaliknya, bila komitmen pada nilai-nilai demokrasi semakin rendah, misalnya dari yang sebelumnya menyatakan cukup penting menjadi tidak penting, itu akan memperkuat dukungan pemilih pada Prabowo,” ujarnya. ***

Artikel Terkait
KI Pusat Mantapkan Sinergi dengan Media dalam Mengawal Informasi Publik
Direktur GKI Beri Materi Kewirausahaan untuk Pelajar SMKS Bina Mandiri Labuan Bajo
Pimpin Proses Penyiapan dan Percepatan Keanggotaan Indonesia pada OECD, Presiden Joko Widodo Tunjuk Menko Perekonomian sebagai Ketua Tim Nasional OECD
Artikel Terkini
KI Pusat Mantapkan Sinergi dengan Media dalam Mengawal Informasi Publik
Direktur GKI Beri Materi Kewirausahaan untuk Pelajar SMKS Bina Mandiri Labuan Bajo
Menjadi Tulang Punggung Pengembangan Usaha Ultra Mikro Indonesia, PNM Ikuti 57th APEC SMEWG
Tiga Orang Ditemukan Meninggal Akibat Tertimbun Longsor di Kabupaten Garut
Pimpin Proses Penyiapan dan Percepatan Keanggotaan Indonesia pada OECD, Presiden Joko Widodo Tunjuk Menko Perekonomian sebagai Ketua Tim Nasional OECD
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas