INDONEWS.ID

  • Selasa, 19/12/2023 18:49 WIB
  • Dianggap Tidak Jelas, Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Eks Ketua KPK Firli

  • Oleh :
    • rio apricianditho
Dianggap Tidak Jelas, Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Eks Ketua KPK Firli

Jakarta, INDONEWS.ID - Perlawanan hukum Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Firli Bahuri terkait kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo atau SYL gagal. Hakim tunggal, Imelda Herawati, memutuskan menolak gugatan praperadilan Firli Bahuri dengan alasan bahwa dasar permohonannya tidak jelas.

Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Hakim Tunggal Imelda Herawati menyatakan, "Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima." Dengan demikian, penetapan tersangka terhadap Firli Bahuri dianggap sah secara administrasi.

Baca juga : Perjuangan Ahli Waris Nyi Raden Sukaesih, Kuasa Hukum: Pengadilan Harapan Terakhir Klien Kami

Keputusan ini didasarkan pada penilaian hakim terhadap dasar permohonan praperadilan yang dinilai kabur atau tidak jelas. Hakim Imelda Herawati menolak semua petitum dalam gugatan Firli Bahuri karena dalil posita yang diajukan dinilai mencampurkan materi formil dengan materi di luar aspek.

Beberapa bukti yang diajukan oleh Firli Bahuri juga dianggap tidak relevan dengan persidangan praperadilan. Hal ini termasuk laporan penanganan perkara korupsi Direktorat Jenderal Perkeretapian (DJKA) yang melibatkan Muhammad Suryo, yang dianggap tidak berhubungan dengan kasus tersebut.

Baca juga : KPK Geledah Rumah Anggota DPR F-PDIP Terkat Kasus Korupsi Bansos

"Maka hakim berpendapat bahwa dasar permohonan praperadilan pemohon yang demikian itu kabur atau tidak jelas," ujar Hakim Imelda dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 19 Desember.

Dengan penolakan ini, Firli Bahuri tetap ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap SYL. Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan hasil gelar perkara pada 22 November. Firli Bahuri dipersangkakan dengan Pasal 12 e, Pasal 12 B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Baca juga : Surat Terbuka Kepada Dewan: APBN dan SiLPA Bisa Merugikan Negara dan Melanggar Hukum
Artikel Terkait
Perjuangan Ahli Waris Nyi Raden Sukaesih, Kuasa Hukum: Pengadilan Harapan Terakhir Klien Kami
KPK Geledah Rumah Anggota DPR F-PDIP Terkat Kasus Korupsi Bansos
Surat Terbuka Kepada Dewan: APBN dan SiLPA Bisa Merugikan Negara dan Melanggar Hukum
Artikel Terkini
Tanggapi Tuduhan Ade Pencuri, Lawyer Gaul: gak Cocok sama Faktanya
Terus Bermanuver Menuju Pilkada NTT, Cagub Ardy Mbalembout dan Irjen Jonny Asadoma Gelar Pertemuan Tertutup di Jakarta
Tamini Square Gelar Festival Soto dan Masakan Nusantara
Dituduh Curi Iphone, Ade Laporkan AA ke Polres Jaksel
PNM Terus Bekali Nasabah dengan Teknologi Digital
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas