INDONEWS.ID

  • Selasa, 26/03/2024 20:15 WIB
  • Ini Catatan Hikmahanto Soal Perjanjian FIR Indonesia-Singapura yang Telah Efektif Berlaku

  • Oleh :
    • very
Ini Catatan Hikmahanto Soal Perjanjian FIR Indonesia-Singapura yang Telah Efektif Berlaku
Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional UI dan Rektor Universitas Jenderal A. Yani. (Foto: Pikiran Rakyat)

Jakarta, INDONEWS.ID - Menteri Perhubungan Budi Karya mengumumkan bahwa pengendalian Flight Information Region (FIR) di atas Kepulauan Riau dan Natuna resmi berada ditangan Indonesia yang sebelumnya berada dibawah pengelolaan Singapura.

Hal ini berdasarkan Perjanjian Pengaturan Ulang antara Indonesia dengan Singapura yang telah diteken kedua negara pada tahun 2022 yang telah diratifikasi dengan Perpres 109/2022.

Baca juga : Menjadi Tulang Punggung Pengembangan Usaha Ultra Mikro Indonesia, PNM Ikuti 57th APEC SMEWG

Sebelumnya Indonesia pernah menandatangani perjanjian FIR dengan Singapura pada tahun 1996 dan disahkan dengan Keppres 7 tahun 1996.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana mengatakan, bila menilik isi perjanjian tersebut boleh dikatakan mirip.

Baca juga : Cegah Perang yang Lebih Besar, Hikmahanto Sarankan Menlu Retno untuk Telepon Menlu Iran Agar Tidak Serang Balik Israel

“Mengapa saat ini baru berlaku dan tidak sejak tahun 1996? Ini karena dalam perjanjian ditentukan berlaku efektifnya perjanjian FIR adalah pada saat memperoleh persetujuan dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO),” kata Hikmahanto.

Peran ICAO sangat sentral dalam keselamatan penerbangan. Karena itu, perjanjian FIR antarnegara wajib memperoleh persetujuan ICAO untuk dapat berlaku efektif.

Baca juga : Serangan Iran ke Israel Berkaitan dengan Kedaulatan Negara

Meski wilayah udara yang berada dibawah kedaulatan Indonesia dalam pengelolaan FIR telah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Perjanjian, namun dalam Pasal 2 disebutkan Indonesia berkewajiban untuk mendelegasikan pengelolaan FIR yang berada diatas kedua pulau pada ketinggian 0-37,000 kaki kepada Singapura.

Artinya FIR tidak sepenuhnya kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi karena Indonesia diwajibkan untuk mendelegasikan ke Singapura.

Hal inilah yang disampaikan oleh Menteri Perhubungan dalam suatu ilustrasi dengan mengatkan, "Bila ada penerbangan internasional semisal dari Hongkong ke Jakarta, saat melintas di atas Kepulauan Natuna harus kontak navigasi penerbangan Singapura terlebih dahulu kemudian baru dilayani AirNav Indonesia".

Kewajiban mengontak navigasi penerbangan Singapura, kata Rektor Universitas Jenderal A. Yani itu, merupakan konsekuensi Indonesia mendelegasikan FIR dalam ketinggian tertentu ke otoritas Singapura.

Berdasarkan perjanjian FIR, pendelegasian ini akan berlangsung selama 25 tahun tersebut cukup panjang. Karena bila dibandingkan dengan perjanjian tahun 1996 pendelegasian tersebut hanya selama jangka waktu 5 tahun.

Disini, kata Hikmahanto, Singapura tetap mendapat keuntungan yaitu pengelolaan FIR yang menuju bandar udaranya Changi tetap dalam kendali Singapura.

“Terlepas dari terkecohnya para perunding Indonesia saat menegosiasikan perjanjian dengan Singapura, Indonesia harus dapat memaksimalkan keuntungan dari perjanjian FIR dengan Singapura sehingga 25 tahun mendatang Indonesia benar-benar secara nyata dapat mengelola FIR di seluruh ruang udara yang berada dibawah kedaulatan Indonesia,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait
Menjadi Tulang Punggung Pengembangan Usaha Ultra Mikro Indonesia, PNM Ikuti 57th APEC SMEWG
Cegah Perang yang Lebih Besar, Hikmahanto Sarankan Menlu Retno untuk Telepon Menlu Iran Agar Tidak Serang Balik Israel
Serangan Iran ke Israel Berkaitan dengan Kedaulatan Negara
Artikel Terkini
KI Pusat Mantapkan Sinergi dengan Media dalam Mengawal Informasi Publik
Direktur GKI Beri Materi Kewirausahaan untuk Pelajar SMKS Bina Mandiri Labuan Bajo
Menjadi Tulang Punggung Pengembangan Usaha Ultra Mikro Indonesia, PNM Ikuti 57th APEC SMEWG
Tiga Orang Ditemukan Meninggal Akibat Tertimbun Longsor di Kabupaten Garut
Pimpin Proses Penyiapan dan Percepatan Keanggotaan Indonesia pada OECD, Presiden Joko Widodo Tunjuk Menko Perekonomian sebagai Ketua Tim Nasional OECD
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas