INDONEWS.ID

  • Kamis, 15/06/2017 10:47 WIB
  • Sukmawati: Saya Malu Indonesia Tak Bisa Lakukan Rekonsiliasi

  • Oleh :
    • Abdi Lisa
Sukmawati: Saya Malu Indonesia Tak Bisa Lakukan Rekonsiliasi
Sukmawati Soekarnoputri diapit sejarawan Universitas Sanata Dharma, Romo Basara T. Wardaya, dalam diskusi bertajuk “Kebangkitan PKI: Isu Atau Realitas?” yang digelar Indonews.id, di Balai Sarwono, Rabu (14/6/2017).
Jakarta, INDONEWS.ID - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasional Indonesia Marhaenis (PNI Marhaenis) Sukmawati Soekarnoputri menyesalkan kandasnya rekonsiliasi bangsa atas tragedi kemanusiaan dan pelanggaran hak azasi manusia (HAM) di masa lalu. Padahal, rekonsiliasi bangsa sangat penting dan mendesak untuk membangun peradaban bangsa yang lebih baik ke depan. Putri Bung Karno ini mengatakan malu jika melihat keberhasilan Kamboja dalam melakukan rekonsiliasi atas tragedi kemanusiaan di negaranya. “Kamboja itu rekonsiliasinya berjalan baik. Padahal di sana terjadi genosida juga. Di Kamboja itu rekonsiliasi terjadi. Mereka juga mendirikan monumen tragedi kemanusiaan. Di tempat penyiksaan itu ada museum tragedi kemanusiaan. Padahal itu negara kecil. Mereka menyadari kesalahan di masa lalu. Saya malu kenapa Indonesia tidak bisa melakukan itu. Kita tidak bisa melakukan rekonsiliasi dengan baik,” ujar Sukmawati saat menjadi “Penanggap Utama” dalam diskusi bertajuk “Kebangkitan PKI: Isu Atau Realitas?” yang digelar Indonews.id, di Balai Sarwono, Rabu (14/6/2017). Diskui menghadirkan empat narasumber yaitu peneliti utama LIPI, dan pakar sejarah Indonesia Dr. Asvi Warman Adam, pengamat politik dari Universitas Presiden, mantan Menristek Kabinet Gusdur Prof. Dr. Muhammad A.S. Hikam, APU, Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Dr. Tubagus Hasanuddin, dan Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UI Dr. Ade Armando. [caption id="attachment_4461" align="alignnone" width="300"] Foto bersama narasumber diskusi "Kebangkitan PKI: Isu atau Realitas?", bersama pemimpin umum Indonews.id, Rio Sarwono, di Balai Sarwono, Rabu (14/6/2017). (Foto/Very)[/caption] Putri Bung Karno ini mengatakan, PNI Marhaenis sangat bersemangat mendorong rekonsiliasi nasional. “PNI sangat bersemangat mendorong rekonsiliasi. Tapi dari Komnas HAM kita mendengar laporan alotnya itu dari TNI Angkatan Darat,” ujar Sukmawati. Sukmawati mengatakan, tragedi 1965 menimbulkan banyak korban, bukan hanya dari golongan PKI, tetapi juga dari kalangan nasionalis. “Kaum nasionalis banyak yang tewas. Banyak tokoh PNI dibunuh, tokoh ormas juga ditahan. Jadi korban 65 itu banyak orang nasionalis juga. Karena itu, rekonsiliasi itu sangat penting dilakukan,” ujarnya. Terkait kasus 1965, Sukmawati beranggapan tragedi tersebut merupakan “kudeta militer”. “Saya beranggapan bahwa yang menjalankan kudeta itu bukan PKI. Kudeta biasanya dilakukan oleh militer. Saya berpegang pada Cornell Paper, yaitu adanya kudeta oleh militer,” ujarnya. Adik Megawati Soekarnoputri ini mengatakan, tragedi 65 tersebut membawa trauma umat Islam terhadap kelompok PKI. Dijelaskannya, titik perbedaan Islam dan PKI terletak pada agama. Di negara yang menganut paham komunis tidak terdapat pelajaran agama, yang justru sangat ditekankan pada ajaran Islam. [caption id="attachment_4462" align="alignnone" width="300"] Sukmawati Soekarnoputri diapit sejarawan Universitas Sanata Dharma, Romo Basara T. Wardaya, dalam diskusi bertajuk “Kebangkitan PKI: Isu Atau Realitas?” yang digelar Indonews.id, di Balai Sarwono, Rabu (14/6/2017).[/caption] Sama seperti para narasumber, Sukmawati menampik bangkitnya kembali PKI. Sukmawati juga membantah sinyalemen hubungan baik pemerintah Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebagai bukti bangkitnya PKI. “Kalau sekarang Indonesia kembali lagi ada hubungan dengan RRT, kenapa tidak? Karena super ekonomi sekarang ini adalah RRT. Raja Arab Saudi juga kerja sama (dengan RRT). Amerika Serikat juga pinjam duit untuk pembangunannya. Kalau Indonesia perlu dana untuk pembangunan negara, jangan bohong dan bodoh,” pungkasnya. (Very Herdiman)
Artikel Terkait
Prof Dr H Yulius SH MH Ketua Kamar TUN Mahkamah Agung Diwawancara Ekslusif Majalah MATRA
Dorong Ekonomi Nasional Lebih Transformatif, Menko Airlangga Jalin Kerja Sama Global
Menteri Harus Mampu Membaca Tanda-tanda Zaman untuk Menggerakan Semangat Indonesia
Artikel Terkini
Prof Dr H Yulius SH MH Ketua Kamar TUN Mahkamah Agung Diwawancara Ekslusif Majalah MATRA
Dorong Ekonomi Nasional Lebih Transformatif, Menko Airlangga Jalin Kerja Sama Global
PLBN Motamasin Terima Kunjungan Konsulat Timor Leste, Bahas Isu Keimigrasian Antarnegara
Menteri Harus Mampu Membaca Tanda-tanda Zaman untuk Menggerakan Semangat Indonesia
MRP Desak Presiden Jokowi Pastikan Cakada 2024 Se-Tanah Papua Diisi Orang Asli Papua (OAP)
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas