Nasional

Jelang Pilkada Serentak, Politisi Nasdem: Aparat Pemerintah di Tana Luwu Sangat Tidak Netral

Oleh : hendro - Sabtu, 23/06/2018 21:30 WIB

Anghota DPR RI dari Fraksi Nasdem Lutfhi M MufftyItu bersama Pimred INDONEWS Asri Hadi

PEMBAJAKAN DEMOKRASI

Jakarta, INDONEWS.ID - Siapapun yg ikut bertanding pasti mau menang.  Demikian dikatakan Anggiat DPR RI dari partai Nasdem   Lutfhi M MufftyItu  dalam menyikapi kondisi politik Indonesia  menjelang pelaksanaan pilkada serentak.

Kepada  Indonews, Lutfi menilai wajar jika untuk meraih kemenangan, segala cara dihalalkan. Karena selain permainan jadi tidak menarik, juga berpotensi memicu kerusuhan.

"Bayangkan, jika pertandingan piala dunia diwarnai kecurangan.  Misalnya wasitnya tidak netral atau hakim garisnya memihak. Pertandingan pasti kacau dan tidak menarik untuk ditonton," ujar Lutfi di Jakarta, Sabtu(23/6/2018).

Lebih lanjut Lutfi mengatakan, begitu pula dengan pilkada serentak yang berlangsung saat ini.
Jika KPU dan jajaran selaku penyelenggara, Bawaslu selaku pengawas, dan aparat keamanan tidak netral. "Lebih fatal lagi jika  pemerintah setempat terlibat untuk memenangkan salah satu kandidat," ujarnya.

Lutfi mengaku, kurang dari 1 minggu dirinya berada di Tana Luwu. Dirinya memperoleh banyak informasi bahwa aparat pemerintah di Tana Luwu sangat tidak netral.

"Begitu banyak kepala desa yang menginfokan bahwa mereka dipaksa untuk mendukung salah satu kandidat disertai ancaman. Mereka juga menyampaikan bahwa para pimpinan OPD diberi  tugas menjadi kordinator pemenangan di wilayah-wilauah tertentu, lengkap dengan nama pejabat dan wilayah tanggung jawabnya," jelas Lutfi.

Para kepala desa  yang ada di tanah Luwu, kata Lutfi, menyampaikan informasi itu tidak denga  cara berbisik-bisik, melainkan dengan suara kencang dan didengar oleh banyak orang. 

"Maka saya sungguh heran karena panwas sepertinya syair lagu Bimbo : bertelinga tapi tak mendengar dan bermata tapi tak melihat" kata Lutfi menyatir lagu Bimbo sebagai perumpamaan kondisi politik di Tana Luwu.

Mendengar dan menyaksikan itu semua, Lutfi mengatakan, dirinya dapat menyimpulkan bahwa setelah 20 tahun reformasi yang membawa Indonesia keluar dari sistem otoritarian,  ternyata demokrasi gagal terkonsolidasi.

Lutfi menilai,  demokrasi telah dibajak oleh kapitalis dan politisi pragmatis yang berkolaborasi dengan birokrat opportunis yang meniti karier bukan mengandalkan prifesionalisme melainkan karena melacurkan diri.

Akibatnya, demokrasi menjadi sekedar sebagai sarana untuk  memuaskan sahwat kekuasaan. Politisi yang berpolitik tanpa idealisme seperti inilah yang banyak menguasai jagad politik kita.

" Politisi semacam ini jangan harap bisa naik kelas jadi negarawan. Bagi mereka, prinsipnya adalah dalam politik semua halal demi kemenangan,"ujarnya (hdr)

Artikel Terkait