Politik

"Deklarasi Kepagian" Kemenangan Pilpres Prabowo-Sandi

Oleh : very - Jum'at, 19/04/2019 22:02 WIB

Pengamat Politik dari President University, Muhammad AS Hikam. (Foto: ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID -- Peduli amat dengan fakta bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU), lembaga resmi penyelenggara Pemilu di Indonesia, belum mengumumkan siapa pemenang Pilpres 2019 tgl 17 April lalu, tapi Prabowo Subianto dan pasangannya Sandiaga Uno dengan terang-terangan telah menggelar deklarasi sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2019-2024.

Apakah ini sebuah keputusan yang bijak, legal, dan sahih sesuai protap dan UU yang berlaku? Silakan anda komentari dengan menggunakan berbagai perspektif.

Pengamat Politik dari President University, Muhammad AS Hikam mengatakan bahwa langkah atau manuver politik Prabowo-Sandi ini bukan tidak dipikirkan dan direncanakan dengan perbagai pertimbangan yang menurut mereka sudah valid dan efektif untuk meyakinkan bahwa merekalah sang pemenang Pilpres 2019.

“Hemat saya, keputusan melakukan deklarasi hari ini tak bisa dilepaskan dari beberapa hal seperti rencana-rencana gelar ‘people power’, sujud syukur massal di Masjid Istiqlal, dan tudingan adanya berbagai kecurangan dalam survei dan ‘quick counts’ (QC) yang dilakukan berbagai lembaga survei,” ujarnya melalui pernyataan yang diunggah hikamreader.com, di Jakarta, Kamis (18/4).

Hikam mengatakan, deklarasi ini, sebagai sebuah manuver politik, merupakan sebuah sebuah "fait accompli" politik dan pengkondisian untuk manuver-manuver lanjutan sebelum dan pasca-pengumuman resmi KPU nanti.

Pertanyaannya, kata Hikam, akankah di Indonesia nanti ada Presiden "kembar" hasil Pilpres 2019?.

Hal ini mengingatkan kita pada peristiwa pertarungan elite politik di Venezuella beberapa waktu lalu, ketika Presiden Nicolas Maduro ditandingi dan di "gantikan" oleh Juan Guiado yang mengklaim sebagai Presiden yang legitimate secara politik!.

Ujung-ujungnya krisis politik pun mendera Republik yang pernah dipimpin Hugo Chavez tersebut. Perebutan kekuasaan itu makin susah diselesaikan karena negara-negara adikuasa seperti AS dan sekutunya mendukung Juan Guaido sedangkan Rusia dan beberapa negara lain di Amerika Latin lebih mendukung Nicolas Maduro.

“Tapi saya berdoa dan berharap, semoga Indonesia pasca-Pilpres 2019 tak mengalami krisi politik. Juga tak ada konspirasi ‘operation Venezuella’ yang diorkestrasi kekuatan luar. Saya berharap ini hanyalah letupan ketidakpuasan dari pihak-pihak atau pribadi-pribadi yang saling bersaing ketat, ditambah dengan kekurangsabaran mengikuti proses politik demokratis,” ujar Hikam.

Hikam mengatakan, sebagai sebuah bangsa kita seharusnya layak bangga dengan proses Pilpres yang bisa dikatakan paling akbar di dunia dan berlangsung demokratis, jujur, adil, bebas, dan rahasia. “Karena kemampuan inilah Indonesia mampu menjadi salah satu ikon berdemokrasi saat ini dan ummat manusia di seluruh dunia menjadi saksinya!. Jadi mengapa harus ada ‘Deklarasi kepagian’ ini?,” pungkasnya. (Very)

TAGS :

Artikel Terkait