Daerah

Sekolah Penggerak Anti Korupsi di Salatiga Perlu Dilanjutkan

Oleh : very - Senin, 29/07/2019 16:11 WIB

erakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Salatiga dan Pusat Studi Politik dan Keamanan (Puspolkam) Indonesia melangsungkan Pembukaan Workshop Sekolah Penggerak Anti Korupsi, pada Sabtu (27/07/19), di Pendopo Polres Salatiga. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Salatiga dan Pusat Studi Politik dan Keamanan (Puspolkam) Indonesia melangsungkan Pembukaan Workshop Sekolah Penggerak Anti Korupsi, pada Sabtu (27/07/19), di Pendopo Polres Salatiga.

Workshop ini terselenggara dengan dukungan dari beberapa lembaga yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI), Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Yayasan Bina Darma (YBD), Institute for Action Against Corruption (IAAC), dan Kepolisian Resor (Polres) Salatiga.

Mewakili Kapolres Salatiga, Iptu Kusyono, S.H.,M.H, Kanit Sidik Tipidkor Polres Salatiga dalam sambutannya mengatakan sangat mengapresiasi besar kepada para mahasiswa yang tergabung dalam GMKI Salatiga dan akan berupaya untuk terus memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang sifatnya positif seperti ini.

"Kegiatan yang dihadiri oleh kalangan pemuda dan mahasiswa se-kota Salatiga ini diharapkan dapat melahirkan semakin banyak para penggiat dan penggerak anti korupsi di Kota Salatiga," ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Senin (29/7).

Ketua Panitia, Ronaldo Sonda Tammu mengatakan bahwa kegiatan Sekolah Penggerak Anti Korupsi yang bertajuk “Membentuk Kader Bangsa Anti Korupsi” berangkat dari kepedulian besar kami terhadap masih maraknya perilaku korupsi di Indonesia. “Kami berharap dengan diadakannya workshop dalam dua hari kedepannya akan menghasilkan para mahasiswa yang siap menjadi fasilitator penggerak anti korupsi yang berdampak baik bagi masyarakat luas, terkhususnya di Salatiga.

Roberto Duma Buladja selaku Ketua GMKI Cabang Salatiga mengatakan bahwa perilaku koruptif sudah begitu mengakar dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Di Indonesia, sebagian besar koruptor adalah para elit politik kita, yang seolah-olah tidak merasa bersalah dan malu saat melakukan tindakan yang tidak terpuji itu. Tentunya, perilaku koruptif sangat menciderai integritas diri dan cita-cita luhur bangsa dan negara ini.

"Kita harus merasa terpanggil dan bertanggung jawab penuh untuk membentuk barisan yang solid, bersinergis, dan berada di garda terdepan untuk melawan sikap dan perilaku koruptif yang semakin menggila. Integritas diri dan karakter anti korupsi perlu untuk terus dipupuk dan dibesarkan," ujarnya.

Benedictus Siumlala dari Dikyanmas KPK RI dalam sambutannya menyatakan bahwa GMKI adalah salah satu gerakan masyarakat yang progress gerakan antikorupsinya paling tampak. Dimulai sejak kegiatan bersama dengan KPK tahun 2018.

"Bahwa rekan-rekan akan menjadi penggerak antikorupsi, maka harus mulai dari diri sendiri. Harus mulai menjaga integritas diri sebelum mulai membicarakan integritas orang lain," ujar Benedictus.

Benedictus mengatakan, yang paling penting dari kegiatan ini adalah tindak lanjut yang rekan-rekan akan lakukan. Kegiatan ini hanya 2 hari, maka apa yang akan dilakukan setelah selesai melaksanakan kegiatan ini menjadi penting tandasnya. Dalam kegiatan workshop ini, peserta akan menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL). Dimana peserta akan melakukan kegiatan anti korupsi di kelompok sasaran yang telah ditentukan.

Dalam materinya Dr. Wilson Therik, S.E, M.Si Center for Sustainable Development Studies (CSDS) UKSW menekankan "Pembangunan Berkelanjutan dapat tercapai jika ada perbaikan sistem dalam pemerintahan terutama yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan, program edukasi dan kampanye antikorupsi harus terus digiatkan sejak Pendidikan Anak Usia Dini hingga Pendidikan Tinggi agar tercipta budaya malu dan penguatan tindakan represif agar orang jera untuk melakukan korupsi".

Umbu Rauta Pakar Hukum Tata Negara dari FH UKSW mengatakan bahwa korupsi ibarat penyakit kronis yang menjalar ke seluruh lini kehidupan bermasyarakat dan bernegara. “Oleh karenanya perlu akselerasi penanganan yang melibatkan usaha kolaboratif antara pemerintah, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan dan masyarakat (baik individu dan kelompok). Pemberantasan korupsi tidak hanya dibebankan pada KPK, namun perlu sinergi di antara lembaga negara, utamanya DPR dan Presiden,” ujarnya.

Selain itu, koordinasi dengan sesama penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan Agung perlu lebih dioptimalkan tendasnya.

"Kemerdekaan, kesejahteraan, keadilan dan keadaban tidak dibangun di atas tindakan korupsi. Namun dibangun dalam pemikiran kritis kebangsaan yang dengan tegas menolak korupsi," tegas Ricky Arnold Nggili dari Center for Critical Thinking (CCT) - UKSW.

 

Perlu Dilanjutkan

Yudhi simorangkir  Direktur Pengembangan Sumber Daya Manusia Puspolkam Indonesia menyatakan bahwa sangat dipandang perlu pelatihan sekolah anti korupsi untuk terus dilanjutkan setiap tahun untuk dapat melahirkan pemimpin yang anti korupsi sehingga kedepan calon pemimpin bangsa bebas dari korupsi.

Disamping itu pendekatan yang harus dilakukan ialah melalui penelitian sehingga data data  tentang korupsi bisa dianalisis dan dievaluasi guna meminimalisir tingkat korupsi di daerah. Puspolkam juga siap memfasilitasi dan mengkaji  dan menganalisis guna memberikan rekomendasi pemikiran kepada pihak pihak penegak hukum  yang siap  diaplikasikan untuk kebaikan bangsa Indonesia.

Dodi Lapihu Direktur Eksekutif IAAC menyatakan perlu pendekatan dan strategi baru dalam melakukan aksi melawan korupsi. Strategi komunikasi dalam menyebarkan nilai-nilai anti korupsi harus kontekstual dengan kelompok sasaran. Salatiga memang sengaja dipilih menjadi tuan rumah kegiatan karena Salatiga dikenal sebagai Indonesia mini. Ada 39 kelompok etnis yang berada di Salatiga. Dengan demikian, penyebaran nilai-nilai anti korupsi dapat menyebar dengan masif.

Workshop hari pertama ini diawali dengan pemaparan empat narasumber dari berbagai latar belakang keilmuan dan kompetensi, di antaranya: Ricky Arnold Nggili, MM (Center for Critical Thinking - UKSW), Benedictus Siumlala, M.Si (Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) KPK RI), Dr. Umbu Rauta, S.H., M.H (Akademisi UKSW, Pakar Hukum Tata Negara), dan Dr. Wilson Therik (Center for Sutainable Development Studies – UKSW). Ada pula narasumber berkompeten lainnya yang akan mengisi pada hari Ke-2 yaitu Semuel S. Lusi (Center for Critical Thinking – UKSW) dan M.Rommy (Dikyanmas KPK RI).

Peserta dalam Workshop adalah  mahasiswa, yakni terdiri dari Kelompok Cipayung plus Salatiga (HMI, GMNI, PMII, IMM, dan KAMMI), Lembaga Kemahasiswaan tingkat Fakultas dan Universitas (LKF/LKU) UKSW, perwakilan etnis dan unsur mahasiswa lainnya di kota Salatiga. (Very)

Artikel Terkait